Hari yang sama dengan hari Taehyung berniat mengakhiri hidup, pagi hari
Hyuna mendatangi Jeongguk yang sedang duduk di kursi kerjanya dengan mata begitu fokus pada layar laptop di depannya. Gadis itu mendengus kesal. Jeongguk memang tidak pernah berubah menurutnya.
Gadis itu mendekat, kemudian meletakkan beberapa berkas di atas meja atasannya tersebut. "Nih. Karena perusahaanmu sudah kembali stabil, aku mau kembali ke kantor Busan. Lebih nyaman jadi sekretaris ayahmu daripada kamu," Ujar Hyuna jujur.
Jeongguk menoleh ke arahnya sejenak sebelum akhirnya kembali sibuk dengan layar di depannya. "Astaga. Jelek sekali. Kau ini sudah dewasa, minimal jangan tubuhmu saja yang makin membesar. Bujuk Taehyung, bodoh. Bukan malah jadi galau berantakan tak terurus seperti ini."
Hyuna menyilangkan tangannya di depan dada. "Benar kata ayahmu, kau ini cuma cerdas dalam akademik, urusan cinta bodoh sekali. Kau bilang Taehyung memiliki pengalaman buruk dari keluarga kandungnya. Itu tandanya dia butuh dirangkul, bodoh. Bukan malah dibiarkan tenggelam dengan pemikiran buruknya. Haduh, haduh. Aku heran sekali," Gadis itu menggelengkan kepala. Peduli setan pria di depannya adalah anak dari bos nya di kantor Busan. Hyuna hanya bertutur jujur karena Jeongguk memang pantas ditampar oleh kejujuran itu agar cepat sadar.
"Menurutmu, Taehyung akan memaafkan saya?" Tanya Jeongguk.
"Ya. Dia sayang sama kamu, Jeongguk."
"Bagaimana caranya?"
Hyuna menghela napas kasar. "Ya dipikirkan dong. Oke, aku juga minta maaf karena kemarin ngomongnya asal sekali. Habis aku kesal sama kamu, Jeongguk. Sekarang kau harus pikirkan cara membujuknya, Jeon. Kau bisa hubungi orang terdekatnya. Kau harus mampu merangkulnya. Bicara sejujurnya dengan mereka, aku yakin mereka tidak akan menolak untuk membantumu berbaikan dengannya," Jawab gadis itu.
Jeongguk terdiam. Kemudian Hyuna memanfaatkannya untuk segera berpamitan dan kabur dari pandangan Jeongguk. "Dah ya, aku beneran buru-buru. Aku bukan konsultan cintamu, by the way. Bye, and good luck Jeon," Ucap Hyuna sambil melambaikan tangan, sebelum akhirnya ia melangkahkan kaki keluar dari ruangan Jeongguk.
Yang ditinggal hanya bisa mengusak wajahnya kasar. Hyuna benar, Jeongguk tidak bisa terus menerus menjadi seorang pengecut. Bukankah ia yang berjanji pada Taehyung jika ia akan selalu disisi pemuda berhidung bangir itu apapun kondisinya?
*
Taehyung sudah tidak takut lagi. Ia bahkan sudah tidak sabar berenang dan abadi selamanya di bawah air. Akan tetapi, lagi dan lagi Tuhan tak pernah mengizinkan Taehyung mendahului garis kehidupannya. Seseorang menahan tubuh kurus itu hingga secara bersamaan mata Taehyung kembali terbuka karena terkejut.
Pandangannya perlahan mengarah pada tangan yang kini melingkari dadanya. Ia mengenal jelas pemilik tangan itu. Yoongi? Bukan. Jimin? Bukan juga. Tangan itu adalah milik Jeongguk, Kakak Gguginya.
Dalam keterbungkaman, tubuh Taehyung perlahan ditarik turun dari tembok pembatas, kemudian ia merasa sebuah dekapan erat disusul suara isakan. Jeongguk menangis sambil memeluknya. Ini pertama kalinya Taehyung melihat Jeongguk menangis.
"K-kak?"
"Taehyung, sayang. Maafkan saya," Ucap Jeongguk disela tangisnya.
Taehyung terdiam. Lubuk hatinya tidak dapat berbohong jika ia merindukan Jeongguk. Perlahan tangannya bergerak untuk membalas pelukan hangat kekasihnya.
"Kamu salah paham sayang, tolong dengarkan saya. Tolong, Kak Ggugi mohon, ya?"
Taehyung tidak langsung menjawabnya. Ia bingung. Perasaannya kini tak menentu. Sebenarnya apa yang lebih dominan? Marahnya pada diri sendiri? Ataukah sesak karena kalimat tajam sang Ayah masih terus berenang di kepalanya? Atau justru penyesalannya pada Jeongguk?
KAMU SEDANG MEMBACA
120 Minutes (Kookv)
FanfictionTaehyung itu sendirian. Sudah terbiasa sendirian sejak usianya masih belia. Ayah dan Bundanya sibuk bekerja, teman-temannya begitu membencinya karena katanya sih Taehyung terlalu pintar, sehingga teman-temannya sulit sekali mengalahkannya. Taehyung...