Hari Bahagia (?)

612 67 11
                                    

Hal yang pertama kali Taehyung lihat ketika ia membuka matanya adalah sebuah langit-langit kamar yang nampak begitu asing baginya. Pria kecil itu segera mengedarkan pandangannya ke arah sekitar kamar, tetapi dirinya tidak menemukan siapapun.

Kepalanya sakit, mungkin karena ia terlalu banyak menangis sebelum jatuh pingsan tadi. Perutnya juga sedikit sakit karena belum terisi apapun sampai malam.

Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Jeongguk dengan sebuah nampan berisikan semangkuk bubur dan segelas air putih. Wajahnya begitu datar, tetapi jelas sekali Taehyung melihat jika mata pria di ambang pintu itu mengkhawatirkannya.

"Masih pusing? Makan dulu.” Ujar Jeongguk sembari menaruh nampan di atas nakas putih kosong di samping ranjangnya. Setelahnya ia mendudukan bokong di pinggiran ranjang.

“Apa itu, Kak?”

“Bubur, kau tidak suka?”

“Umm, suka. Makasih Kak.”

“Tidak perlu sampai seperti itu.” Jeongguk berujar sembari mengaduk bubur dalam mangkuk di tangannya.

"Makan sendiri? Atau saya suapi?" Tawar Jeongguk. Taehyung terdiam sejenak. Baru saja pemuda itu akan menjawab, Jeongguk sudah melayangkan sesendok bubur ke arah mulut Taehyung.

"Kelamaan."

Alih-alih kesal, Taehyung justru merasa begitu haru. Selama hidup di dunia, ini adalah pertama kalinya Taehyung merasakan kasih sayang ketika sakit. Sejak kecil kedua orang tuanya begitu sibuk, ia hanya bisa berbaring seharian di UKS, dan kembali berbaring ketika sudah sampai di apartemennya.

Orang tuanya juga tidak pernah bertanya apapun padanya, tak pernah sekalipun mengkhawatirkan dirinya. Hal tersebut cukup membuat Taehyung tahu diri dan tidak pernah mengharapkan apapun dari orang lain.

"Nanti habis makan, Kau harus mengganti pakaianmu. Saya punya sisa beberapa pakaian saat remaja yang sepertinya cukup atau bahkan sedikit kebesaran di tubuhmu," Ujar Jeongguk sebelum akhirnya ia melanjutkan, "Nanti Ibu saya akan membantumu minum obat, karena saya tidak tahu obat apa yang harus Kau minum."

Taehyung menganggukan kepalanya. Ia kemudian memainkan kedua jarinya, “Kak, apa Ibumu seorang dokter?” tanya Taehyung dengan suara yang terdengar ragu-ragu.

Jeongguk tertawa kecil untuk pertanyaan random pemuda manis di hadapannya itu. “Ah? Tidak, Ibu saya adalah ibu rumahan biasa.”

“Tetapi kenapa pandai memberi obat?”

“Ibu hanya sudah terbiasa mengurusi saya yang gemar terserang demam sewaktu kecil. Ia juga begitu khawatir ketika saya membawamu pulang dalam keadaan pingsan.” Ucap Jeongguk santai

Taehyung tersenyum tipis, dirinya begitu bahagia hari ini. Ia membayangi seperti apa wajah panik Ibu Jeongguk ketika ia pingsan tadi. “Kak, Boleh aku meminta tolong?” tanya Taehyung sembari menatap wajah Jeongguk penuh harap.

"Kalau saya bisa, saya akan menolongmu.” ucap Jeongguk sembari merapihkan mangkuk bubur yang sudah kosong kembali kepada nampan di atas nakas.

“Bolehkan Ibumu dan kau jadi wali untuk acara wisudaku lusa?”

***

Rasa lelah dan kantuk sudah menggelayuti tubuh Taehyung, setelah ia mendengar pertengkaran kedua orang tuanya tempo hari lalu, ia memutuskan untuk tinggal menginap di rumah orang tua Jeongguk. Dan hari ini, dirinya memutuskan untuk pulang ke rumah karena besok adalah hari wisudanya.

Setelah acara gladi bersih di aula sekolah tadi, Taehyung segera pulang ke apartemen. Kabar gembira—kedua orang tua Jeongguk beserta Jeongguk sangat ingin menjadi wali untuk acara wisuda Taehyung besok. Ia begitu berharap semua berjalan dengan baik, dan ia bisa merasakan kasih sayang orang tua meskipun bukan dari orang tuanya sendiri.

120 Minutes (Kookv)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang