Kita siapin dulu jiwa dan raga kayaknya nih sebelum baca.Bakar dulu tapi nggak mau tau yang banyakkk 😡🔥🔥🔥 wkwkwk
Mohon tandai typo yaaa. Selamat membacaaa.
***
Mendengar pernyataan cinta seseorang adalah bukan kali pertama bagi Rui. Kesannya akan tetap sama, kalimat itu mampu menyelinap diam-diam ke dalam tubuhnya, menghangatkan semua ruang di dadanya. Lalu, mengantarkan satu senyum. Namun kali ini, rasanya jauh ... berbeda, dia merasakan banyak bagian yang sakit dalam dirinya, lalu dia tersenyum dalam senyum yang cemas.
Mungkin saja, Rui memiliki perasaan yang sama. Mungkin saja, dia juga menginginkan Sungkara sebesar Sungkara menginginkannya—atau bisa jadi, jauh lebih mengerikan daripada itu. Dia hanya perlu keberanian untuk bicara.
Mereka mungkin saja saling menginginkan. Lalu saat Sungkara mengakuinya, Rui bisa saja mengatakan hal serupa. Namun, kenyataan tidak sesederhana itu, rumit hidupnya tidak mengizinkan itu. Ada banyak hal yang mesti dia selesaikan di belakang ungkapan cinta yang baru saja terucap untuknya.
Rui masih terdiam saat pernyataan itu terdengar. Tersekat tenggorokannya, sampai sakit sekali rasanya.
"Aku mencintai kamu, Misharui Advaya." Rui mendengar Sungkara mengulangnya.
Tatap Sungkara masih menangkap matanya, pria itu sedang menanti, tapi Rui tidak kunjung bersuara. Saat Sungkara tersenyum, Rui malah ingin menangis, dia merasa bersalah karena tidak bisa membalas pernyataan manis itu dengan sikap apa pun.
"Aku hanya ingin berkata jujur," ujar pria itu lagi.
Dan tentu saja Rui sangat berterima kasih.
"Jangan merasa terbebani," ujar Sungkara.
Oh, tentu saja tidak.
Sungkara tidak pernah membebaninya, keadaan itu hanya membuat Rui tidak bisa melepaskan kejujuran yang sama. Mungkin kali ini, Sungkara kecewa karena tidak mendengar pengakuan yang serupa, tapi pria itu tidak menunjukkan sikap berbeda. Dia bergerak mundur, mengusap sisi wajah Rui sebelum menyingkir.
"Aku pergi kerja dulu, ya," ujarnya. "Hubungi ... siapa pun kalau kamu bosan di rumah sendirian." Sebelum pergi, pria itu sempat mengecup keningnya. Walau duka masih tampak kental di pundaknya, dia tetap melangkah pergi.
Selama beberapa saat, Rui hanya tertegun dan berdiri di sana. Menoleh, dia menemukan suara dering ponselnya yang kini terdengar. Ponsel yang berada di atas meja bar itu menyala, menggumamkan dering panjang, memunculkan nama Mami.
Pasti Mami bertanya-tanya tentang ketidakhadirannya di kantor hari ini. Rui meraih ponsel itu, hanya untuk mematikan deringnya, mengubah posisinya menjadi menelungkup. Tidak dia biarkan hari ini seseorang mengganggunya, dia hanya sedang ingin sendiri, menemani Sungkara dalam dukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to get a divorce?
Romance[TSDP #5] Ini hanya tentang daftar keuntungan di atas selembar kertas bertandatangan. Akan ada akhir. Tidak akan menjadi apa-apa. Semua selesai setelahnya. Yakin sekali. Mereka pikir, takdir tidak akan ikut campur pada sebuah kesepakatan. 11/02/2...