Jika bunga dandelion hanya dipandang sebelah mata dan lemah di luar namun sangat kuat di dalam, sama halnya dengan Gata.
Dibalik senyumnya yang manis nan palsu, ia memiliki hati yang sangat amat kuat. Lebih tepatnya berusaha kuat. Tujuan hidupnya hanya satu, mendapat perlakuan sayang dari ibu tirinya.
Jika perlakuan itu benar-benar sudah ia dapatkan, Gata akan benar pasrah pada takdir yang Tuhan berikan kepadanya.
Entah itu tetap menetap atau melenggang pergi dari hadapan semua orang.
Namun, Gata berharap ia bisa merasakan lembutnya suara ibu tirinya menyapa dirinya.
Di hamparan taman yang luas. Dengan banyaknya orang berlalu-lalang, Gata duduk di salah satu bangku yang berada di sana.
Langit taman kali ini sudah dihiasi awan gelap.
Di saat orang lain buru-buru pergi dari taman sebelum hujan turun, berbeda dengan Gata.
Anak itu masih duduk dengan tenang tanpa mengindahkan sekitarnya.
Namun, lamunannya buyar kala setetes air hujan mengenai batang hidungnya. Gata mengadah, menatap langit di atasnya yang sudah tertutup dengan awan hitam.
Pemuda itu tersenyum sendu. Biarkan kali ini ia terkena hujan, menenangkan pikirannya yang tengah kalut.
Rintik hujan semakin gencar membasahi tubuh jangkung Gata. Sehingga kaos biru muda yang sedang dipakai Gata basah karenanya.
Ia hanya sedikit bermain dengan hujan, mungkin?. Tak apa....hanya sebentar saja.
Berdiam diri dengan rambut yang sudah basah terkena air hujan. Membiarkan rintik hujan membasahi dirinya. Membiarkan angin dingin menusuk kulit pucatnya.
Tak peduli seberapa dingin angin menerpanya, Gata tetap berdiam diri memandang lurus kedepan.
Matanya memerah, air mata itu turun membasahi pipi tirus Gata....tetapi liquid itu mengalir dengan tak kasat mata. Hujan membasahinya dan menutupi turunnya liquid itu.
Biarkan hujan kali ini menyamarkan tangisannya. Biarkan hujan menutupi lukanya. Biarkan hujan membuatnya tenang sebentar saja. Biarkan hujan menemani dirinya sore hari ini.
<><><><><>
"Masih ingat rumah ternyata"
Suara Giovany menggema di ruangan itu dengan secangkir teh yang menemaninya. Suara itu membuat Gata terlonjak kaget karenanya.
Gata hanya menunduk tak berani menatap wajah ibu tirinya. Ia terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Gata pulang sehabis dari taman dengan keadaan basah kuyup. Ah, sekarang ia kedinginan.
Malam ini juga, Giovany pulang sebentar untuk melihat Gani. Hanya sebentar. Namun puteranya itu bemum pulang ke rumah. Mungkin masih ada urusan.
"Tidak usah pulang saja, itu lebih baik. Daripada kamu membuat hidup saya kembali hancur untuk kesekian kali. Mati saja kalau bisa"ucapan sarkas itu keluar dari bibir Giovany.
Giovany menatap sinis Gata yang tengah menunduk. 'Kebanyakan drama anak ini'-batin tak suka Giovany.
Hingga detik selanjutnya, Giovany bangkit dari duduknya dan berdiri dihadapannya. Gata dapat merasakan bagaimana ibu tirinya menatap tajam tepat ke arahnya.
Giovany mendorong tubuh ringkih Gata, sampai Gata terhuyung ke belakang dan terjatuh. Gata tetap menundukan kepalanya.
Giovany jongkok tepat dihadapan Gata, ia mengangkat wajah pucat Gata agar menatap dirinya dengan kasar.
Gata meringis.
"Kamu itu orang paling menjijikan yang pernah saya lihat Gata. Tau? Kamu tau tidak?! Di sini saya terluka, cuih....hanya anak haram. Anak haram, tidak ada yang lebih hina daripada kamu, Gata!! Menjijikan!"ucapnya sarkas pada Gata sembari membuang wajah Gata ke samping dengan keras.
Ia bangun dari jongkoknya, perlahan menuju pintu utama. Keluar dengan wajah yang merah padam. Tak memikirkan batin dan hati Gata yang sakit mendengar perkataan sarkasnya.
Pintu ditutup dengan kerasnya membuat Gata sedikit terkejut.
Setelah itu Gata menunduk, mencoba menahan air mata yang ingin turun dari kelopak mata indahnya.
Perkataan ibunya terlalu sakit untuk ia dengar....terlalu sakit untuk batinnya.
Ia mengerti jika dirinya hina, ia mengerti. Tapi, apa ibunya juga tidak memikirkan barang sedikit pun perasaannya ini?.
Ia mengerti jika ia ini hanya anak haram yang menjijikan dan tidak diharapkan oleh siapapun. Ia akan tetap hina dimata semua orang....termasuk ibu tirinya yang entah sampai kapan akan membencinya.
Terkadang Gata membenci dirinya sendiri, ia tak ingin ada di dunia ini, tetapi ia juga tak bisa membantah takdirnya.
Gata tak bersalah, ia hanya anak yang polos. Anak yang tumbuh dengan luka yang amat tertanam di dalam hatinya.
Luka yang membuat sebagian jiwa Gata hilang entah kemana....Gata yang sekarang mungkin lebih banyak, lebih banyak merasakan luka yang amat banyak ketika ia dewasa.
Hanya sedikit kebahagiaan yang menghampirinya. Ia terkadang berharap pada ayahnya....agar membawanya lebih cepat. Ia tak tahan dengan semua lukanya.
<><><><><><><>
Hai
Chapter ini sedikit sekali ya teman.
Klo ada typo maafkeun.
Semoga cerita ini banyak yang suka.
Ya udah itu aja dari author : )
Papay🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA YANG MATI || Completed
Teen FictionGata Adiwidya-anak hasil perselingkuhan seorang wanita bersama lelaki yang sudah mempunyai keluarga. Setelah anak itu lahir ke dunia, lelaki itu menitipkan anak dari hasil perselingkuhannya kepada istri sahnya, kemudian ia dan ibu kandung dari anak...