24] Tentang Kesedihan dan Waktu

206 7 0
                                    

Sesuatu hal tentang kesedihan. Menangis adalah suatu kesedihan, menangis adalah salah satu bentuk dari emosi seseorang. Menangis adalah sesuatu hal manusiawi.

Menangis kerap menjadi simbol kelemahan. Seolah, mereka yang meneteskan air mata adalah sosok yang lemah. Menangis adalah respons alami terhadap rasa sakit.

Mereka kerap membicarakan bahwa laki-laki tidak boleh menangis, alasannya karena mereka laki-laki. Menjadi seorang laki-laki harus kuat dan tidak boleh terlihat lemah.

Apa itu? Fakta apa? Menangis suatu hal wajar, sehat, dan itu manusiawi. Siapa yang membenarkan bahwa laki-laki tidak boleh menangis? Apa ada peraturan seperti itu? Jawabannya tidak.

Memang, banyak membenarkan bahwa perempuanlah yang mempunyai respons menangis lebih besar daripada laki-laki. Namun, bukan berarti laki-laki tidak boleh menangis.

Sekarang biarkanlah manusia menangis, tak ada yang melarangnya. Biarlah mereka menilai apa ketika kita menangis.

<><><><><><>

Gani terisak ketika mendengar sang kakak koma. Ya, Gata koma. Tusukan tersebut mengenai bagian organ vitalnya. Gani menggeleng. Ia tak menyangka.

Liam mengusap punggung Gani, ia tahu betapa sedihnya Gani mengetahui kabar ini. Ia juga kaget. Ia merasakan sama apa yang Gani rasakan.

"Bang. Hiks"tangis Gani. Liam mengangguk, ia langsung memeluk tubuh Gani. Gani terisak di pelukannya. Tak bisa dipungkiri, hatinya ikut sakit.

"Tenang dulu ya. Gue ngerti perasaan lo"ucap Liam.

<><><><><>

Di rumah Valen. Valen sedang merawat sang mama. Ia rawat dengan baik. Ia kompres dahi sang mama. Tak lama setelah itu, demam sang mama turun.

"Akhirnya"ucap Valen mengelap keringat di pelipisnya.

Mama Valen membuka mata, ia melihat sang anak dan mengucapkan terimakasih karena sudah merawatnya saat ia demam tadi.

Mama Valen meyakinkan Valen jika ia sudah baik-baik saja dan sudah bisa ditinggal. Waktu bermain Valen sepulang sekolah sudah ia ambil karena harus merawatnya.

"Gue telfon si Liam aja dah"gumam Valen. Menunggu telefonnya diangkat, ia melihat pemandangan malam yang cantik dari atas balkon kamarnya.

"Halo"

"Halo bro. Temuan yok, bareng Gata sama Gani"ajak Valen.

"Gue enggak bisa, Gani enggak bisa, dan Gata juga enggak bisa"

"Lah ngape? Sibuk lu pada?"

"Kalau mau tahu. Datang aja. Nanti gue sharelock, Len."

"Siap"

Tuutttututtt

Telefon dimatikan. Liam sudah mengirimkannya sharelock yang menuju ke rumah sakit. Dahi Valen berkerut, apa-apaan coba Liam ini.

"Ngapain coba Liam anj ini. Malah ngirim sharelock RS. Karna gue penasaran, gue ke sana"ucap Valen mengambil jaket dan kunci motornya.

Ia melesat pergi ke tempat yang di sharelock oleh Liam. Jalanan malam ini cukup ramai, membuat Valen lebih lama untuk sampai ke tempat yang dimaksud itu.

<><><><><>

Liam yang menunggu Valen di taman rumah sakit melihat Valen yang ingin memasuki bangunan itu dengan tak santai. Buru-buru ia panggil, syukur Valen menoleh.

"Ngapain anjir sharelock gue ke sini?!"kesal Valen pada Liam. Lm menatap santai manusia di depannya.

"Jawab goblok!"

Liam mengangguk. "Gata koma." Valen kaget. Dua kata itu membuatnya bungkam seribu bahasa. "Gata koma karena tusukan tante Giovany. Tusukan itu mengenai organ vitalnya sampai membuatnya koma"jelas Liam menatap lurus jalan raya.

"Nusuk?"tanya Valen. Liam mengangguk membenarkan. Pada dasarnya memang ditusuk.

"Gue enggak nyangka. Ayok masuk gue mau lihat Gata"ajak Valen. Liam tidak beranjak dari duduknya. "Nanti dulu. Gani lagi di sana"ucapnya pelan.

Valen kembali duduk dengan diam. Ia menoleh ke Liam. "Yam. Mental Gata udah hancur, jiwanya udah hancur, kurang apa lagi?"tanyanya.

"Semua yang dia mau, dia inginkan, dia harapkan, dan seluruh angan-angannya hancur hilang dibawa takdir."sambungnya.

Liam menoleh. Benar apa yang diucapkan oleh Valen. Kurang apa? Semuanya hilang. Kasih sayang, kebahagiaan.

"Dia berbeda dengan kita Yam. Kita yang hidup dan tumbuh di keluarga cemara. Namun dia? Tumbuh dengan keluarga yang hancur. Lahir dengan ketidaksengajaan om Gibran dan tante Zara. Sudah ia hidup selalu disiksa oleh tante Gio. Sesakit itu menjadi dia"ucap Valen menatap jalanan di depannya.

"Kalo emang dia enggak bisa bertahan lagi, gue bakal ikhlas. Gue bakal ngikhlasin itu, mungkin itu salah satu cara agar dia bebas dari rasa sakitnya. Gue enggak mau nahan-nahan dia lagi untuk bertahan, itu sama aja kaya gue menyiksanya."

"Lo bener Len. Sesakit itu menjadi Gata. Gue juga enggak bisa egois untuk ini. Gue mau dia ngerasain bahagianya di surga, bukan dunia. Dunia ini sepertinya terlalu keras untuknya. Gue bakal mencoba ikhlas kalo emang mengharuskan dia pergi."jawab Liam.

<><><><><>

"Kak. Bertahan bisa enggak? Gue takut disaat lo koma, lo ketemu sama papa yang mengajak lo agar ikut dengannya. Gue takut lo ninggalin gue."gumam Gani menatap nanar sang kakak.

"Gue boleh egois enggak sih kak? Gue mau lo tetep di sini tanpa bawa semua rasa sakit lo. Tapi, kayanya enggak bisa ya? Lo udah bertahan sejauh ini gue udah bersyukur kak. Kalo dengan cara lo pergi ninggalin gue bisa ngilangin rasa sakit lo, gue bakal coba ikhlas kak. Hiks"satu isakan lolos keluar dari bibirnya.

<><><><><><><>

Pagi ini Gata kritis. Ia kejang-kejang. Gani panik dan langsung memanggil dokter. Dokter Reno menangani Gata. Setelah itu ia keluar dari IGD dengan keringat. Ia menghampiri Gani, Liam, dan Valen.

"Gimana dok?"tanya Gani khawatir. "Gata masih kritis. Tadi ia hampir kehilangan detak jantungnya, namun saya berhasil mengembalikan detak jantungnya. Detakannya sangat lemah, ia masih tahap kritis untuk saat ini. Saya dan para suster akan berusaha semaksimal mungkin. Saya permisi"ucap dokter Reno. Pria itu melenggang pergi dari hadapan mereka.

Gani terduduk. Matanya memerah menahan tangis. Bagaimana jika tadi dokter Reno tidak bisa mengembalikan detak jantung kakaknya? Ia takut.

Valen nenepuk dan mengusap bahu Gani. Berniat menenangkannya. "Bang, kakak. Gimana kalo dia akan ikut papa? Gue takut kalo dia udah nyerah. Gue takut waktu kakak buat bertahan hanya sebentar."ucap Gani lirih.

Valen menggeleng. "Gini, Ni. Lo harus ingat ini kata gue. Di dunia ini ada yang namanya waktu. Kalau mungkin waktu belum bisa nyembuhin yang tersakiti, seenggaknya waktu bisa kasih ruang untuk membuatnya bertahan sebentar. Gue percaya, takdir apa yang Gata jalani ini yang terbaik. Mungkin di dunia ia tak pernah bahagia, makanya ia mencari bahagianya di surga. Kalo emang kakak lo udah memilih nyerah, enggak papa, itu mungkin yang terbaik."ujar Valen.

Gani menunduk. "Gue bingung bang. Di satu sisi, gue enggak mau kakak pergi, biarkan dia di sini tanpa rasa sakitnya. Tetapi, kayanya enggak mungkin. Gue bingung bang. Gue kaya egois banget mau dia terus di sini"ucap Gani pada Valen.

Valen mengangguk pelan. "Gue ngerti perasaan bimbang lo. Kita harus mencoba memahami keadaan, biar nanti tau harus apa kedepannya. Dan menangisi keadaan yang membingungkan itu bukan berarti lo lemah, lagian nangis itu manusiawi kok. Nangis aja, enggak usah lo tahan di depan gue sama Liam"ujar Valen.

<><><><><><><><>

JIWA YANG MATI || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang