23] Singkatnya

162 6 0
                                    

Gani mendekati sang ibu yang terduduk. Ia melihat sang ibu panik langsung menyentuh bahu ibunya.

"Ma...mama lihat Gani ma"

Giovany masih panik, ia tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Gani.

"MA!! Lihat Gani ma! Lihat" Giovany kaget dan tersadar, ia menatap wajah anaknya Gani. Gani terlihat marah, panik, takut, kesal.

"T-tadi mam-"

"Cukup ma! Kali ini mama bener-bener keterlaluan. Apa mama enggak berpikir kedepannya? Mama nusuk kak Gata, nusuk ma, nusuk. Kak Gata kehilangan banyak darah tadi. Coba kalo Gani telat dateng, Gani langsung dateng aja darahnya banyak kehilangan darahnya ma"

"Gani, mama-"

"Gani belum selesai ma. Apa mama enggak bisa cukup, berhenti nyakitin kak Gata, dan berhenti menganggap bahwa kak Gata itu seseorang yang sial. Apa mama enggak bisa berhenti untuk menyalahkan kak Gata atas kematian papa? Atas semuanya"

"Gani beri waktu untuk mama berpikir. Untuk beberapa hari nanti, Gani enggak pulang. Kalo mama butuh apa-apa bilang bi Atun. Gani bakal telefon bi Atun buat datang ke rumah dna membersihkan kekacawab ini nanti."

Gani pergi meninggalkan Giovany yang masih terduduk. Ia berjalan ke arah kamar kakaknya. Mengambil baju yang dibutuhkan oleh kakaknya. Dan mengambil satu kaos untuk dipakainya.

Ia berjalan menatap lurus ke depan tanpa melihat ke Giovany. "Gani! Gani! Maafin mama. Mama enggak sengaja Gani. Itu diluar pikiran mama. Hiks. Gani"

Giovany menyentuh erat tangan Gani. Ia tak ingin ditinggalkan. "Lepas tangan Gani ma. Kak Gata butuh Gani."

Gani menghempas tangan itu. Ia tau jika cara ini salah, cara ini membuatnya durhaka kepada orang tuanya. Tapi apa daya, ia hanya ingin ibunya menyadari jika perbuatannya salah. Sangat salah.

"Gani! Jangan tinggalin mama! Gani"

Telat. Gani sudah pergi meninggalkan pekarangan rumah. Giovany menangis terisak. "Maaf Gata, maafkan saya. Saya salah. Maafkan. Saya tidak berniat menusukmu. Gani pulanglah Gani."

<><><><><><>

"Gimana bang, keadaan kakak. Kakak baik-baik aja kan? Dia enggak kenapa-napa kan? Iya kan?" Desak Gani pada Liam. Liam menghela nafasnya pelan.

"Gue enggak tau, intinya dia masih di dalam. Kita tunggu dokternya keluar aja. Biar dokternya yang jelasin detail ke lo"ucap Liam.

"Duduk aja dulu"sambung Liam. Gani akhirnya duduk di sebelah Liam, menatap lurus ke depan.

Ia selalu bertanya, mengapa ibunya sekarang seperti itu. Dahulu ibunya tidak seperti itu, ia sangat penyayang, lembut, dan tidak kasar. Namun setelah tahu jika papanya selingkuh, ia berubah, terlebih papanya mempunyai anak dari selingkuhannya itu.

Papanya sangat rapi dalam menyembunyikan semuanya, sampai anak yang tidak bersalah lahir. Berjarak tidak jauh dengan dirinya.

Flashback

"Gio, aku mau berbicara denganmu empat mata saja"ucap Gibran.

"Baiklah"

Mereka pergi ke halaman belakang di rumahnya. Duduk berhadap-hadapan. Gibran menunduk. Lalu...

"Mengapa? Kamu kenapa Gib? Apa yang ingin kau bicarakan? Apa itu penting?"tanya Giovany menatap suaminya sayang.

"Iya ini sangat penting. Aku ingin..."

"Yap, ingin apa?"

"Ingin...mengatakan jika aku selingkuh" Gibran menatap wajah sang isteri.

Giovany menatap kaget suaminya. Lalu ia tertawa. "Kau bercanda? Tidak lucu bercandamu sayang. Kau ingin mengeprank ku?"

Gibran menggeleng. "Aku tidak bercanda Gio. Aku selingkuh dengan rekan kerjaku, Zaranita. Ya, sekretarisku sendiri. Aku punya anak darinya, lebih tua dari Gani dua tahun. Namanya Gata Adiwidya."

Giovany kaget. Menatap mata suaminya terkejut. Apa yang baru ia dengar? Fakta apa itu?

"K-kau selingkuh? Dengannya? Anak? Lebih tua dari Gani anak kita?"

"Iya. Aku selingkuh dengannya dan mempunyai anak. Aku ingin menitipkan Gata padamu, karena aku dan Zara akan pergi."

"Tidak!" Giovany berdiri dari duduknya. "Kamu sudah menyelingkuhiku Gibran. Kau bermain rapi ya ternyata, kau pintar menyembunyikan semuanya. Sangat rapi, aku benci denganmu, aku benci anak mu dengannya."

"Gio, dengarkan aku dulu..."

"Stop, cukup. Aku benci denganmu. Kau jahat. Kau tidak menepati janjimu ketika kita menikah. Mau taruh dimana wajahku. Aku ingin kita cerai"

"Gio, jika kamu ingin bercerai denganku, akan ku lakukan. Tetapi, tolonglah menerima Gata, dia tidak bersalah, ini salahku dengan Zara. Maafkan aku karena tidak menepati janjiku..."

Giovany terduduk, ia menangis. "Kamu jahat Gib, jahat. Aku kecewa denganmu"

"Maafkan aku"

"Hiks-hiks. Jahat."

Gibran berdiri dari duduknya menghampiri isterinya, berlutut di depannya, menyentuh tangan Giovany.

"Terimalah anakku dengan Zara, Gio. Dia tidak bersalah. Rawatlah dia seperti kamu merawat Gani anak kita. Aku mohon padamu, ini terakhir aku meminta satu hal kepadamu, Gio"

"Aku akan menerimanya, bukan berarti aku memaafkanmu dan Zara. Aku hanya simpati karena anak itu masih kecil sama seperti Gani. Namun, aku tidak berjanji jika tidak menyakitinya"ucap Giovany meninggalkan Gibran yang masih berlutut.

"Gio...Gio.."

Flashback end

<><><><><><><>


JIWA YANG MATI || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang