"Ni. Buka pintunya, jangan ngunci diri gini" Gata mengetuk pintu kamar Gani yang tertutup.
Sepulang dari rumah sakit, Gata sudah melihat motor Gani di depan, dan melihat pintu kamar Gani yang tertutup.
"Ni, buka. Gue mau ngomong sama lo"
"Pergi! Gue enggak mau ngomong"
Teriak Gani dari dalam kamarnya. Ya, dia marah. Kenapa kakaknya itu sekarang berbeda, tidak lagi menomor satukan dirinya.
"Ni. Please. Gue mohon sama lo."
"Gue juga mohon sama lo, Ta"
Gata terkejut. Apa tadi? Ia tak salah dengar bukan? Adiknya Gani memanggil nama pada dirinya. Apa yang membuatnya marah sampai segitunya?
"Lo kenapa sih, Ni. Gara-gara Sena?"
"Pikir aja sendiri apa kesalahan lo, bukan gue. Cepet lo pergi dari sana. Gue males denger lo ngomong tentang bocah itu"
"Lo benci Sena karena apa?"
"Gue bukan benci tapi enggak suka, denger itu! Lo pergi Gata Adiwidya!!"
Oke. Kali ini Gata menuruti permintaan Gani yang memintanya pergi. Ia akan pergi sebentar dari hadapan Gani, agar pikiran Gani sedikit lebih tenang.
<><><><><><>
Gani yang sedang di kamarnya kesal karena kakaknya tidak mau pergi dari depan kamarnya.
Setelah Gata pergi, Gani menghela nafas pelan.
"Gua sendiri enggak tau kak sama diri gue"ucap Gani.
"Akhhh! Gue nih kenapa sih!!!"Gani berteriak sembari menarik-nari rambutnya sendiri.
Memang ada yang salah dengan dirinya kali ini. Apa yang membuat dirinya seperti ini. Tidak! Dirinya suka anak kecil, tapi kenapa sama Sena, dirinya merasa aneh?
<><><><><><>
Pagi harinya, Gani sakit. Ia tak berangkat sekolah. Di dalam kamarnya, ia meringkuk di dalam selimut tebalnya.
Tok tok tok
"Ni! Keluar. Ini udah pagi, lo masih marah sama gue?"
Gata mengetuk pintu kamar Gani yang belum terbuka. Pemuda itu tak tahu saja jika orang yang mempunyai kamarnya sedang meringkuk menahan sakit.
"Ni! Gue masuk"ucapnya.
Ceklek
Gata membuka pintu yang subuh tadi Gani buka kuncinya. Membuka perlahan pintu itu.
"Ni?"panggilnya.
"Gani? Lo masih tidur?"sambungnya.
Gata mendekat ke arah dimana Gani meringkuk di dalam selimut.
Pemuda itu membuka selimutnya."Ni!? Lo kenapa? Hei!"
Gata kaget ketika melihat Gani yang meringkuk di atas kasurnya.
Gani menggigil kedinginan."K‐kak d-dingin"ucap Gani dengan gigi gemeletuk.
"Iya iya. Enggak usah sekolah aja kalo gini"ucap Gata kembali menyelimutkan tubuh Gani.
Gani memejamkan matanya kembali. Hari ini ia ijin, tak bisa masuk karena sakit. Padahal semalam dia baik-baik saja, namun pagi ini tidak.
"Ya udah, gue mau berangkat dulu. Jangan lupa minum obatnya nanti. Mau nitip apa?"tanya Gata yang ingin berangkat sekolah.
"Enggak nitip apa-apa. Lo selamat sampe balik lagi gue udah bersyukur, kak"jawab Gani.
"Ya udah, gue pamit"
"Iya"
<><><><><>
Sesampainya di sekolah.
"Huh!"
"Eh! Ta!!!"panggil Valen ketika melihat Gata masuk ke dalam kelas.
"Kenapa?"tanya Gata.
"Kok lo enggak bareng Gani? Kemana tuh anak. Katanya Liam, kemarin dia nelfon gue tapi hape gua kagak aktif. Gua kangen banget ma tuh anak"ucap Valen sembari menunggu jawaban Gata.
Liam hanya melihat dua pemuda itu dalam diam.
Gata menghembuskan nafas pelan.
"Dia sakit""Hah! Kok bisa?!"kaget Valen dan Liam bersamaan.
"Ya bisa. Intinya kalo lo mau ketemu sama dia langsung ke rumah aja"jelas Gata.
Ia menjauh dari Valen dan memilih duduk di bangkunya. Membaca materi yang akan dibahas pagi ini.
Valen dan Liam saling tatap. Ada apa antara adik-kakak itu? Baik-baik saja kan?
"Ntar temuin gue di kamar mandi"bisik Liam pada Valen.
Valen memberi tanda jempol.
<><><><><><>
"Menurut lo si Gata sama Gani kenapa, Yam? Aneh bet soalnya. Enggak biasanya kan si Gata cuek bebek gitu sama adeknye"
"Gue juga nggak tau masalahnya. Niatnya tadi gue mau nelfon si Gani minta penjelasan"ucap Liam, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya.
"Nah ide bagus"
Drtrdrtrdrttt
"Halo"
"Halo. Lo nggak sekolah?"tanya Liam.
"Kagak bang. Gue sakit. Bang, nitip kak Gata, pastiin dia udah minum obat atau belom"
"Iya, nanti gue ke rumah lo bareng Valen"
"Iya bang. Gue tutup ya"
"Hm"
Tuttutututut
Liam menatap Valen, lalu menggeleng lemah. Pemuda itu tak mendapatkan jawabannya. Ya percuma memang jika ia bertanya, Gani juga tidak akan mau memberitahukannya.
<><><><><><>
"Ini diperhatikan loh ya. Caranya seperti ini. Ayo siapa yang belum paham sama materi ini bisa bertanya!"ucap guru yang sedang mengajar di kelas.
Suara guru yang sedang menjelaskan terdengar berdengung di telinga Gata. Pemuda itu memejamkan matanya, kepalanya ia tundukkan agar tak ada yang melihatnya kesakitan.
"Shshhh. D-darah?"
Ia menyentuh hidungnya, terdapat darah di sana. Cairan merah kental itu mengganggunya ketika belajar.
Gata menyenggol lengan Liam yang sedang serius menulis materi di depan. "Yam. A-ada tisu nggak?"tanyanya pelan.
"Kenapa? Hidung lo berdarah Ta"kaget Liam menyadari Gata menyenggol lengannya.
"Makanya gue minta tisu sama lo. Lo bawa nggak, gue nggak soalnya. Buru"
"Bentar"Liam mencari di tasnya. Akhirnya setelah menemukan tisunya, ia berikan kepada Gata untuk mengelap hidungnya yang mimisan tadi.
"Makasih, Yam"
"Iya sama-sama"
Mereka melanjutkan menulisnya. Dengan kepala Gata yang ditumpu pada tangannya sendiri.
Liam sesekali melihat ke arah Gata, berjaga-jaga kalau pemuda itu mimisan lagi atau pingsan dan lainnya.
Dengan risau, Gata menggelengkan kepalanya. Pusing selalu mendera kepalanya.
<><><><><><>
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA YANG MATI || Completed
Teen FictionGata Adiwidya-anak hasil perselingkuhan seorang wanita bersama lelaki yang sudah mempunyai keluarga. Setelah anak itu lahir ke dunia, lelaki itu menitipkan anak dari hasil perselingkuhannya kepada istri sahnya, kemudian ia dan ibu kandung dari anak...