Rasa penasaran seringkali menimbulkan praduga yang dilebih-lebihkan
-Indi_ik-
_
Intan melirik jam di dinding, tampak sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun, tak seperti biasa. Rasa kantuknya tidak kunjung datang, matanya seolah enggan untuk terpejam.
Gadis itu terus memandang ke arah langit-langit kamar, angannya mulai terbang. Ia terus teringat dengan obrolannya bersama kedua sahabatnya siang tadi.
Ada perasaan tak nyaman dalam hati, bukan karena adanya perasaan khusus yang bersemayam dalam diri. Melainkan karena adanya harga diri yang sedikit terlukai.
Jujur, tidak pernah sedikitpun Intan menganggap Rayyan ataupun Revan lebih dari sekedar teman. Namun, kenyataan kalau dirinya hanya dianggap sebagai pengganti sungguh membuatnya tak nyaman.
Intan melirik ke arah ponselnya, lantas dihidupkannya layar kaca yang semulanya menampilkan warna gelap itu. Jarinya bergerak dengan lihai, membuka dan melihat akun sosial media miliknya.
Dilihatnya dua kontak nama yang biasanya mengiasi ponselnya dengan banyaknya notifikasi dan spam. Namun, belakangan ini mereka jadi sangat jarang menghubunginya. Entah dengan alasan apa, bahkan saat di sekolah pun mereka jadi jarang bertemu apalagi berinteraksi.
Semuanya bermula sejak kedatangan murid baru bernana Kania Indriya Khoerunnisa di kelas XII IPA 4. Sosok yang katanya memiliki hubungan khusus dengan tiga lelaki populer di sekolah.
"Apa benar kalau Rayyan dan Revan hanya menganggapku sebagai penganti dari ketidakhadirannya Kania?" tanya Intan bermonolog pada dirinya sendiri.
"Kalau itu benar, asli ... mereka jahat banget, sumpah! Gimana kalau sebelumnya aku terbawa suasana apalagi sampe jatuh cinta sama salah satu dari mereka coba? Bakal patah hati banget pastinya." Intan kembali berbicara sendiri.
"Ah ... tahu, ah. Serah! Pokoknya aku gak peduli sama mereka!" gerutu Intan dengan kepala yang berdenyut pusing.
Lantas ia pun perlahan sudah mulai terlelap, kesadarannya menghilang bersama dengan kekesalan yang awalnya meronta dalam relung jiwa.
_
Suasana kantin sekolah ramai seperti biasa, Intan bersama siswi kelas XII IPA 1 lainnya pun ikut meramaikan kebisingan dengan kehadiran dan perbincangan mereka.
Hingga sebuah pemandangan menarik mulai menyita perhatian mereka. Tidak, lebih tepatnya menyita perhatian seluruh siswa SMA Nebula yang berada di sana.
"Rikza," seru Kania tanpa rasa malu menghampiri ke arah Rikza yang tengah menikmati makanannya bersama para teman sekelasnya.
"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya kemudian.
"Tidak!"
Bukannya Rikza melainkan Retno yang baru sama tiba yang menjawab dengan eksresi wajah tak senang.
"Wah ... bakal seru, nih," ucap Dina antusias.
"Siapa, ya, kira-kira yang bakal menang?" tanya Dena yang juga menikmati pemandangan dari meja yang berdekatan dengan meja yang sekarang tengah ditempati olehnya dan beberapa teman sekelasnya.
"Kenapa tidak? Rikza sama teman-temannya juga enggak ada yang melarang tuh?" tanya Kania tenang dengan senyum mengembang. Ia terlihat seolah tidak terbawa emosi sama sekali.
"Pokoknya kalau aku bilang gak boleh, ya, gak boleh! Soalnya tempat duduk di samping Rikza itu milik aku!" tegas Retno berapi-api seperti biasa.
"Ini 'kan bangku milik kantin sekolah? Sejak kapan jadi milik kamu? Memangnya kamu anak pemilik sekolah atau mungkin anak pemilik kantin sekolah?" tanya Kania masih dengan suara tenang tetapi terkesan mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Pregnant
General FictionIntan dan Rikza adalah dua siswa berprestasi di sekolah. Sama-sama berasal dari keluarga terpandang membuat mereka harus pintar dalam menjaga sikap dan perilaku. Suatu ketika sebuah kecelakaan nahas pun terjadi diantara keduanya, menghadirkan janin...