Happy reading❤
Jangan lupa vote dan komennya, ya!😉_______
Seperti biasa, kali ini Intan memesan semangkuk somay kesukaan. Tak lupa es teh yang merupakan minuman favoritnya. Selesai mendapatkan apa yang mereka inginkan, ketiga siswi itu pun langsung saja bergegas menuju meja yang sudah ditandai sebelumnya.
Tanpa menunggu waktu lama, Intan pun langsung saja menyantap makanan yang berada di depan mata. Namun, rasa mual tiba-tiba saja mendera begitu suapan pertama mendarat di mulutnya.
Huek!
Intan sontak menutup mulut dengan kedua tangan,
"Kenapa, In?" tanya Olivia heran.
"Gak tahu nih, perutku tiba-tiba saja mual," jawab Intan jujur.
"Magh-mu kambuh lagi tuh kayaknya, UKS aja, yuk!" ajak Dena berikutnya.
"Gak, usah. Aku mau ke toilet aja," jawab Intan menolak.
"Ya sudah, biar aku antar," ujar Olivia menawarkan diri.
"Enggak perlu, Vi. Biar aku sendiri yang pergi, kalian lanjut makan lagi saja," tolak Intan tak mau merepotkan kedua sahabatnya.
_____◇◇◇◇◇_____
Intan terus memuntahkan isi perutnya ke dalam wastafel, meski yang keluar hanyalah cairan berwarna keruh yang terasa begitu sepat di lidahnya. Setelah merasa baikan, ia pun langsung membasuh mulutnya dengan air yang mengalir dari keran.
Tatapan mata Intan mulai tertuju ke bawah, ke arah perut rata yang terbalut seragam sekolah. Lantas ia pun menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha untuk mengenyahkan segala pikiran negatif yang tidak ingin dirinya percayai.
"Tidak!" lilih Intan dengan mulut yang bergetar.
"Tidak mungkin," ulangnya masih dengan bibir yang gemetar.
"A-aku harus tenang, aku enggak boleh panik! Semua itu masih belum pasti," gumam Intan meyakinkan dirinya sendiri.
"Tapi ... gimana kalau aku benar-benar hamil?" lirihnya kembali bergumam, bertanya pada pantulan dirinya sendiri di depan cermin.
Apa yang akan terjadi pada masa depannya? Bagaimana hidup Intan selanjutnya? Ia sungguh benar-benar tidak bisa membayangkan, sebesar apa kekecewaan yang akan keluarganya terima bila hal itu benar-benar terjadi.
_____◇◇◇◇◇_____
Sepulang sekolah, Intan tidak langsung kembali ke rumah. Mobil taksi yang ia tumpangi justru membawa wanita itu untuk turun di tempat lain, tepatnya di depan sebuah bangunan salah satu apotek terbersar yang ada di Jakarta Pusat. Tempat yang sebenarnya cukup jauh dari tempat tinggal Intan yang terletak di kawasan Jakarta Selatan.
Sejenak dirinya terpaku di depan, seolah ragu untuk masuk ke dalam sana. Helaan dan hembusan nafas beberapa kali keluar dari mulut Intan. Ia mencoba untuk membulatkan tekad dan mengumpulkan keberanian. Dengan langkah pasti ia pun memantapkan hati untuk berjalan masuk ke dalam sana.
Seorang Mbak apoteker menyapa Intan dengan ramah. "Ada yang bisa saya bantu, Dik?"
"Maaf, Mbak. Saya ingin membeli alat pengetes kehamilan, apakah ada?" tanya Intan dengan segenap keberanian yang susah payah ia kumpulkan.
"Adik ingin beli yang seperti apa?" tanya Apoteker itu kembali tetap dengan wajah ramahnya.
Intan tidak langsung menjawab, dahinya berkerut bingung dengan bibir bawah yang digigit pelan. Seolah mengetahui kebingungan yang Intan rasakan, Mbak apoteker itu kembali berbicara.
"Ada banyak jenis alat pengecek kehamilan yang tersedia di sini. Mulai dari test strip, midstream, cassette, dan ada juga yang digital. Lalu test pack tersebut juga tersedia dalam berbagai merk dengan harga yang berbeda-beda," jelas Apoteker menerangkan. "Jadi alat pengetes kehamilan yang seperti apa yang adik inginkan?" tanyanya melanjutkan.
Intan mengangguk tanda mengerti. "Kalau begitu tolong berikan saya masing-masing satu buah dari setiap jenis dengan merk yang berbeda-beda. Dari yang termurah hingga yang termahal," jawab Intan mantap.
"Baik, mohon tunggu sebentar!" ujar Mbak apoteker itu seraya pergi mengambil barang yang Intan minta.
Di lain sisi, ada dua orang ibu yang kebetulan juga sedang berbelanja di apotek ini. Mereka tampak menelisik penampilan Intan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bagaimana tidak? Intan datang ke sini dengan masih mengenakan seragam sekolah yang lengkap, lalu membeli alat kehamilan yang tidak seharusnya dicari oleh gadis muda yang masih berstatus siswi SMA. Hal itu tentu saja menimbulkan berbagai macam praduga, menghadirkan pemikiran negatif bagi mereka yang melihatnya. Ibu-ibu itu pun mulai berbisik dengan tatapan yang masih menelisik.
"Bu, lihat deh. Anak SMA jaman sekarang memang benar-benar memprihatinkan, ya?" tanya salah satu ibu pada seseibu di sampingnya.
"Iya, kayaknya seumuran deh sama anakku yang sekarang kelas 2 SMA," jawab ibu lainnya dengan berbisik.
"Tapi udah berani beli alat begituan, ya. Kelihatan banget kalau pergaulannya itu bebas."
"Iya, masih kecil tapi udah kebablasan. Ujungnya hamil duluan dan jadi aib buat keluarga."
Intan hanya bisa menunduk dengan perasaan yang bercampur aduk. Meski ingin sekali dirinya menjawab dan menyangkal tuduhan kedua ibu itu. Menjelaskan bahwa dirinya tidak seburuk yang mereka bicarakan. Namun, apa gunanya bukan? Kenyataannya banyak orang memang hanya bisa menilai dari luar, menghakimi tanpa mau berdiskusi. Mengabaikan kebenaran yang terbalut kemunkaran.
Beruntung Mbak apoteker itu sudah kembali lagi dengan membawa beberapa belas test pack dari berbagai jenis dan merk yang berbeda. Tanpa banyak berucap Intan langsung saja membayar semuanya. Merelakan uang tabungan miliknya dalam jumlah yang tak sedikit.
Tidak membuang waktu lagi, Intan langsung saja keluar dari apotek itu. Ia berniat untuk langsung pulang dan memakai semua alat tes kehamilan tersebut.
_____◇◇◇◇◇_____
Sesampainya di rumah, Intan langsung saja bergegas menuju kamarnya. Setelah mengunci pintu, ia pun langsung berlari menuju kasur. Lalu mengeluarkan kantung plastik berisi test pack tersebut dari dalam tasnya.
Sejenak, matanya tertegun memandangi benda-benda itu. Bantinnya bertanya, haruskah ia mencoba untuk menggunakannya? Rasa ragu sekaligus takut hinggap di kepala, dirinya takut pada kebenaran seperti apa yang akan dia terima.
Bagaimana jika hasil yang diberikan justru tidak sesuai dengan harapan? Bagaimana jika yang muncul adalah dua garis merah yang menandakan adanya kehidupan baru di dalam tubuhnya.
Intan terjebak dalam pergulatan batin yang membuat perasaannya semakin resah dan gelisah.
Setelah cukup lama berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk memakai alat itu sekarang juga. Ya, tidak peduli apa pun hasil yang akan diterima olehnya nanti. Bagaimana pun juga keraguan di dalam hatinya harus terjawab secepatnya. Toh sejauh apa pun dirinya menghindar dari kenyataan, hal itu tetap tidak akan membuatnya terlebas dari masalah yang ada.
Intan pikir ketidaktahuan justru hanya akan membawanya dalam kesulitan, tidak peduli seburuk apa pun kenyataannya, Intan tetap harus mengetahui apa yang wajib dirinya ketahui.
Perempuan itu segera memasukkan kembali alat-alat pengetes kehamilan itu ke dalam kantung plastik, lantas membawanya menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Berniat untuk langsung menggunakan benda-benda itu sekarang juga.
_____◇◇◇◇◇_____
Tanah Sunda, Minggu 02 Juli 2023
-Indi
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Pregnant
General FictionIntan dan Rikza adalah dua siswa berprestasi di sekolah. Sama-sama berasal dari keluarga terpandang membuat mereka harus pintar dalam menjaga sikap dan perilaku. Suatu ketika sebuah kecelakaan nahas pun terjadi diantara keduanya, menghadirkan janin...