Chapter 27: Diving

91 3 1
                                    

Minggu pagi menjelang siang, Intan sudah bersiap dan berkumpul bersama teman-temannya yang lain untuk melakukan kegiatan snorkeling dan diving.

Namun, tiba-tiba saja batinnya merasa ragu. Hati dan pikirannya sungguh resah dan gelisah. Amankah dirinya bila melakukan kegiatan ini? Bagaimana pun juga kondisinya sekarang tengah hamil muda. Berdasarkan apa yang pernah ia  dengar, squba diving tidak dianjurkan dilakukan oleh wanita hamil.

Tak lama kemudian, Intan menggelengkan kepalanya pelan. Ia meyakinkan diri kalau semuanya akan baik-baik saja. Dirinya memang tipikal orang yang keras kepala dan tidak pernah mundur sebelum berperang.

Tetapi kemudian, ada sedikit hal yang membuat mood Intan langsung turun sampai titik nol. Hal ini dikarenakan dirinya satu kelompok dengan Rikza. Lelaki itu benar-benar membuatnya dongkol sejak kemarin, ia terus saja mengikuti Intan bahkan sampai ke toilet sekali pun.

Gila! Sungguh benar-benar gila! Intan benci situasi ini.

"Intan," seru Rayyan yang juga satu perahu dengannya.

"Hm?" jawabnya berdehem singkat dengan senyum yang sedikit mengembang.

Ia sedikit bersyukur karena ada Rayyan yang juga membersamainya di sini, setidaknya itu mengurangi kekesalan dan kedongkolan dalam hatinya saat ini.

"Perasaan kamu sama Rikza lengket bener deh dari kemarin, kalian lagi PDKT-an, ya? Atau mungkin kalian em ... udah jadian?" tanya lelaki itu yang sontak menghabiskan semua kesabarannya.

Cukup sudah ia menahannya! Kali ini dirinya memutuskan untuk meledak dan mengeluarkan seluruh kekesalan dalam dada. Apalagi Rayyan bukan orang pertama yang menanyakan hal ini sejak pagi tadi.

"Tidak!" tegas Intan menjawab. "Aku tekankan sekali lagi, aku enggak lagi PDKT-an apalagi pacaran sama Rikza!" tambahnya penuh penekanan.

Kini tatapannya beralih ke arah Rikza yang tampak mengalihkan pandangan darinya. "Rikza!" serunya kemudian. "Please! Jangan lagi ngikutin aku! Orang-orang jadi ngira yang enggak-enggak soal kita," ujar Intan jengah.

"Aku khawatir sama kamu, Intan. Aku enggak bisa tenang ninggalin kamu sendiri," jawab Rikza penuh rasa bersalah.

"Tapi aku bukan anak kecil, Za!" ucap Intan lagi berbicara.

"Tapi aku tetap khawatir, Intan. Aku merasa bertanggung jawab atas kamu," jawab Rikza penuh keseriusan.

Seperti halnya Intan yang kini diliputi oleh kefrutrasian, Rikza pun tengah diselimuti oleh keresahan akan rasa bersalah yang terus menghantuinya bagaikan mimpi buruk sepanjang waktu.

Rikza memang belum mengetahui soal Intan yang kini tengah berbadan dua, tetapi rasa bersalah dalam diri tetap saja menuntutnya untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah ia rusak.

Sungguh tidak terbayang bagaimana jika nanti Rikza benar-benar mengetahui soal kehamilan Intan saat ini. Tetapi ada satu hal yang pasti, ia tidak akan membiarkan Intan hancur seorang diri.

Intan menggertakan giginya gemas. Dasar Rikza bodoh! Pikirnya dalam hati. Bisa-bisanya ia berbicara soal tanggung jawab di depan banyak orang seperti ini.

"Tanggung jawab?" tanya Haris yang tiba-tiba ikut nimbrung, bukannya kepo, tetapi kepekaanya sebagai sahabat yang sudah membersamai Rikza sejak masih kecil merasakan adanya kejanggalan disini. "Tanggung jawab soal apa?" ulangnya menuntut jawaban.

Rikza yang pada dasarnya memiliki sifat yang selalu tenang dan pintar menyembunyikan perasaan tentu dengan mudahnya berkelit. Berbeda dengan Intan yang kini kondisi emosi dan pikirannya yang sedang tidak stabil, wanita itu justru malah menatap tajam ke arah Rikza seolah memperingatinya agar tidak menjawab hal yang tidak-tidak.

Rikza tersenyum tipis pada Haris, "Sebenarnya ini rahasia antara aku dengan Intan, tetapi aku akan memberi tahu kalian dengan syarat jangan memberi tahu orang lain, khususnya pak Wira," ucap Rikza setengah berbisik.

Rayyan dan Haris tampak mulai memfokuskan perhatian mereka pada Rikza, sedang Intan justru mulai berkeringat dingin. Ia takut Rikza akan mengatakan hal yang tidak-tidak.

"Sebenarnya--"

"Sebebarnya?" Haris tampak tidak sabaran.

"Sebenarnya kemarin Intan hampir tenggelam karena kram, kebetulan kami snorkeling bareng di kawasan pantai yang kedalamannya sekitar 1 meter. Jadi aku ngerasa bersalah karena udah nyembunyiin ini dari pembina klub, sekaligus khawatir juga sama Intan. Takut dia tiba-tiba kenapa-napa lagi," jawab Rikza beralasan.

Haris dan Rayyan sontak terkejut, tatapan mereka beralih pada Intan. "Serius?"

"Y-ya," jawab Intan yang masih bingung harus merespon seperti apa.

"Kalau gitu harusnya kamu enggak usah ikut diving sekarang," ucap Rayyan kemudian.

"Bener tuh, harusnya istirahat aja dulu di penginapan. Atau enggak gabung sama si Mala yang keliling bareng si Najwa," ujar Haris menambahkan.

"Sekarang aku udah baik-baik aja kok, jadi enggak usah berlebihan. Lagian kemarin enggak tenggelam beneran kok, cuma kepeleset dan hilang keseimbangan dikit," kata Intan tak mau membuat khawatir.

"Dasar keras kepala!" dengus Rayyan seraya menggeleng pelan.

Tak lama kemudian sampailah mereka di titik penyelaman. Sebelum memulai aksinya, Intan mengecek kembali peralatan yang kini sudah terpasang di tubuhnya. Mulai dari alat bantu renang sampai tabung oksigen.

Setelah merasa cukup, Intan pun memulai aksinya dengan dibersamai oleh Rikza. Lalu di susul oleh Rayyan dan Haris yang turun berikutnya.

Sesuai rencana, penyelaman dilakukan pada kedalaman 25-30 meter di bawah laut. Di mana mereka yang ikut rata-rata adalah orang yang sudah berpengalaman dan sering melakukan diving. Termasuk juga Intan.

Meski wanita itu tergolong memiliki daya tahan tubuh yang lebih lemah dari orang lain, mudah sakit dan tergolong ke dalam kelompok anak yang diikat oleh aturan ketat dari orang tuanya. Namun, keaktifannya di dunia pecinta alam tidak kalah oleh mereka yang lebih sehat dan berasal dari keluarga yang longgar aturan.

Meski orang tua Intan memiliki aturan yang ketat dan cukup over protective. Tetapi mereka tidak pernah melarang putra putrinya untuk menjalanlan hobi dan minat masing-masing, selama itu tidak melanggar norma dan aturan. Hanya saja dengan beragam catatan, syarat dan juga larangan yang harus mereka ikuti dan patuhi.

Begitu mencapai di titik kedalaman yang diinginkan, Intan pun langsung saja menikmati dan mengamati berbagai jenis pemandangan indah dari beragam jenis terumbu karang dan makhluk laut yang bermacam-macam.

Rasa antusias menaikan semangatnya secara tiba-tiba, membuatnya sejenak melupakan kefrustrasian dan kegundahan yang tengah menyelimuti hatinya bagaikan awan gelap.

Namun, setelah cukup lama menghabiskan waktu di bawah kedalaman. Rasa antusiasmenya menghilang begitu saja saat tiba-tiba saja merasakan perutnya mulai kram dan terasa tidak nyaman.

Tidak mau ambil resiko, Intan pun akhirnya memutuskan untuk segera naik kembali ke permukaan. Lantas mengistirahatkan tubuhnya di atas perahu sembari menunggu teman-temannya yang lain selesai.

_

Intan terus melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya, wajahnya yang gelisah tampak semakin pucat karena menahan sakit.

Sekitar dua jam lagi waktu yang tersisa sampai jadwal yang direncakan untuk pulang. Tetapi rasanya Intan sudah benar-benar merasa tidak tahan karena terus menahan sakit di bagian perutnya.

Tak ingin kondisinya terlihat oleh teman-temannya, Intan berniat untuk menjauh dengan beralasan hendak pergi ke kamar mandi.

"Guys, aku ke toilet dulu bentar, ya," pamit Intan dengan senyum yang sangat dipaksakan.

"Mau aku anter, In?" Mala menawarkan diri.

Intan menggeleng pelan. "Enggak usah, mau sendiri aja biar santai," tolak Intan menjawab.

Setelahnya Intan pun langsung pergi meninggalkan teman-temannya, ia benar-benar berjalan menuju ke arah di mana toilet berada.


-


8 Dec 2023


I'm PregnantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang