Chapter 23: Dua Garis Merah

152 4 4
                                    

Happy Reading Guys!
Jangan lupa tinggalkan jejak❤❤❤

_____

Intan mencelupkan satu persatu test pack yang tadi ia beli ke dalam wadah yang sudah diisi dengan urine miliknya. Kemudian dia pun memejamkan matanya kuat-kuat. Menunggu dengan cemas hasil seperti apa yang akan dirinya dapatkan.

“Negatif ... negatif ... kumohon negatif,” gumam Intan penuh harap. Ia terus merapalkan kalimat yang bagaikan mantra itu berulang kali.

Beberapa menit kemudian, Intan kembali membuka matanya pelan-pelan. Dengan perasaan berdebar dan tangan yang bergetar, ia pun segera melihat hasilnya. Dua garis merah terpampang dengan jelas di sana, semua test pack yang Intan pakai menunjukkan hal yang sama.

Hamil, satu kata yang mampu membuat dunianya seolah runtuh seketika. Menghancurkan mimpi dan cita-cita yang sudah ia rancang sebelumnya, merusak masa depan cerah yang sangat diimpikannya. Tubuh Intan ambruk begitu saja di atas lantai kamar mandi. Bulir bening berdesakkan dipelupuk mata, seolah berlomba untuk turun membasahi wajah cantiknya.

“Ti-tidak mungkin! Tidak mungkin!” bibir pucatnya bergetar sedang kepalanya menggeleng cepat. “Alat-alat ini pasti keliru! Semuanya test pack ini pasti rusak dan tidak menunjukkan hasil yang akurat!” ucap Intan tidak mau menerima kenyataan.

Apa yang harus Intan lakukan sekarang? Rasa kalut sekaligus takut menyelimuti hati dan pikiran, banyangan buruk menguasai kepalanya. Intan benar-bernar frustasi sekarang, memikirkan masa depannya yang sudah hancur lebur menjadi abu. Belum lagi reaksi keluarga yang pastinya akan sangat marah dan kecewa.

Selama ini, Intan selalu menjadi harapan dan kebanggaan keluarga, selalu memberikan yang terbaik pada ayah dan bunda dengan beragam piagam dan prestasi yang diraihnya. Kini ia justru malah menorehkan aib yang sangat besar bagi keluarga. Hamil diluar nikah menjadi mimpi buruk yang akan terus menghantuinya mulai sekarang.

Intan menatap nanar kearah perutnya, tanggannya yang gemetar tergerak untuk menyentuh dan menyusapnya perlahan.

"Kenapa kamu harus tinggal dirahimku? Orang yang sudah jelas tidak mengharapkan kedatanganmu, padahal di luaran sana ada banyak pasangan yang menantikan kehadiranmu,” lirih Intan bertanya dengan bibir yang bergetar pada janin di perutnya.

Sungguh, Intan belum siap dan mungkin tidak akan pernah siap untuk menanggung semua konsekuensinya. Sesuatu yang orang lain anggap sebagai anugrah adalah musibah bagi wanita yang belum menikah sepertinya.

Setelah cukup lama menangis, Intan mulai bangkit dari posisinya. Dengan langkah gontai, wanita itu berjalan lunglai kembali menuju ke arah tempat tidur.

Intan langsung saja menghempaskan tubuhnya di atas kasur, ia menenggelamkan wajahnya di atas bantal. Air matanya kembali mengucur deras, isak tangisnya teredam oleh bantal yang kini tengah menutupi wajah.

Kenyataan bahwa dirinya sedang mengandung sungguh membuat Intan resah dan gelisah. Bagaimana cara ia untuk menjelaskan semua ini pada keluarganya nanti? Apalagi mengingat sifat ayahnya yang keras dan tegas dalam mendidik anak-anaknya, beliau pasti akan marah besar. Lalu Bunda dan Kakaknya pun pasti akan kecewa bukan?

Sungguh Intan takut, ia benar-benar takut pada apa yang akan terjadi padanya di masa depan. Bagaimana dengan mimpi, cita-cita dan juga masa depannya? Semuanya sudah hancur sekarang, bagaikan debu yang tertiup angin. Benar-benar hilang tanpa sisa.

I'm PregnantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang