Mobil sedan warna putih milik Januar berlalu membelah jalan raya ibu kota yang kini semakin ramai. Cuaca juga terasa lebih panas dari sebelumnya.
Di kursi belakang, tidak lagi terdengar perdebatan sengit tanpa esensi antara Kiara dan Sena. Kedua manusia itu saling diam melengos dan menatap ke arah luar jendela. Januar melirik Calya yang kini diam dengan wajah datar, menghadap ke depan tanpa acuh.
"Kemana dulu, nih? Kiara dulu apa Sena?"
Januar berusaha memecah keheningan. Calya yang di sebelahnya hanya melirik sekilas. Mendengarkan Kiara yang kini berbicara dengan mengomel.
"Jelas aku dulu lah, Kak. Kan aku duluan yang naik."
Sena menatapnya dengan mata menyipit dan alis berkerut. "Apartemen gue lebih deket, btw. Orang normalnya pasti milih yang deket dulu baru yang jauh."
"Tapi lo kan nggak normal," Kiara membalas. "Nggak apa-apa dong, Kak Januar nganter gue dulu."
"Terus lo mau gue jadi obat nyamuk di mobilnya Janu cuma buat nganter lo duluan?" Sena bertanya tidak percaya. "Udahlah, Jan, anterin gue dulu. Nggak usah lo dengerin nih cewek nggak jelas."
Kiara mendelik mendengar ucapan terakhir Sena.
"Eh seumur-umur ya, baru lo doang manggil gue cewek nggak jelas."
"Soalnya gue istimewa," Sena tersenyum miring. "Udah mending lo duduk manis, nurut aja sama gue. Oke, Kiara Solastika?"
"Bener apa kata Sena, Ki. Lagian daripada bolak-balik bawa Sena semobil sama gue, mending gue turunin duluan aja nih bocah."
Kiara hampir protes. Januar tidak mengindahkan Sena yang tersenyum penuh kemenangan. Di sebelah cowok seperti bule itu, Kiara bersedekap dada dengan wajah kesal yang tidak sungkan ia tutupi.
"Yaudah, oke. Karena Kak Janu yang minta," Kiara menatap Sena sinis. "Lagian nggak mau juga gue semobil sama makhluk astral."
"Siapa tuh makhluk astral?" Sena bertanya dengan alis terangkat.
"Yang merasa aja. Yang pasti sih bukan gue, apalagi Kak Calya." Kiara menyahut.
Sena mengangguk, "oooohh berarti Januar. Oke, oke."
Mendengar itu, Januar dan Kiara mendelik. Calya hanya menggelengkan kepala dengan lemah. Merasa bahwa mendengar perdebatan Kiara dan Sena yang seperti kucing dan anjing itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya lelah.
"Diem nggak lu berdua? Lama-lama gue turunin di sini juga lu pada."
Ancaman Januar sukses membuat Kiara dan Sena menutup mulut, meski ekspresi kesal di wajah Kiara masih tampak jelas. Sena? Cowok itu berkedip saja sudah bagus.
•••
Kini hanya tersisa dirinya dan Januar yang duduk dibalik kemudi. Mereka sudah mengantar Sena dan Kiara ke rumah masing-masing.
Kembali berdua dengan Januar, Calya seperti punya waktu lebih luang untuk tenggelam dalam pikirannya sendiri. Percakapannya dengan Januar di taman kota beberapa saat lalu sukses memenuhi kepala.
Dirinya sesekali melirik lelaki itu dari ujung mata, sebelum kembali memfokuskan pandangannya keluar jendela. Januar benar-benar attractive, jika Calya boleh jujur.
Fisiknya tidak setinggi Kevin atau Sena, apalagi Cakra. Calya bisa tahu dari tiga sosok itu yang biasa duduk di salah satu spot VIP di kelab milik Sena. Ia bisa memastikan bahwa Januar adalah yang terpendek di antara empat serangkai.
Meskipun hal itu tidak mengurangi daya tarik Januar sama sekali. Sosoknya bisa saja hanya duduk diam, dengan lengan kemeja yang digulung hingga memperlihatkan bawah siku, Januar sudah lebih dari menarik. Ia seperti memiliki aura yang membuat siapapun disana agar memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐨𝐬𝐞𝐬 & 𝐖𝐢𝐧𝐞
General Fiction[he fell first, he fell helplessly harder] Ini tentang dia, perempuan berusia 22 tahun yang dipaksa oleh dunia untuk menjadi kuat. Bahwa ia tidak boleh kalah dan jatuh terlalu lama. Menuntutnya mengerti bahwa dunia ini tidak akan berpihak meski ia t...