gue tau kalian dah lupa sama cerita ini awokwokwok (soalnya gue pun sama).
•••
Mobil Januar berhenti di pelataran rumah Calya. Tampak keadaan rumah yang begitu sepi seperti tidak berpenghuni. Gorden rumah tertutup rapat, membuat siapa saja yang datang bertamu mungkin akan berbalik pergi. Berpikir bahwa rumah ini kosong.
"Adik kamu nggak di rumah?" Januar bertanya, menatap penuh ingin tahu ke arah Calya yang kini mencoba melepas sabuk pengaman.
"Di rumah kok," Sahut gadis itu tidak fokus. Tangannya meraih tas yang ia lempar ke kursi belakang.
"Kok sepi gitu? Kayak nggak ada kehidupan?" Januar menimpali.
"Emang kamu maunya Naya ngapain? Nyetel lagu dangdut pake speaker kenceng-kenceng?" Calya bertanya judes. "Naya itu tipe orang yang bakal diem aja di rumah. Yang kalau ada tamu dateng, bukannya bukain pintu dianya malah ngumpet sampai tamunya pergi."
"Hm… spesifik banget." Januar mengangguk mengerti. "Kalau kamu gitu juga nggak, Ly?"
Calya menatap Januar datar, melihat sinis laki-laki di hadapannya yang masih menampilkan wajah sok polos. Calya mendengus, "kadang aja. Nggak terus."
"Nggak relate, aku anaknya ekstrovert."
"Itu kan kamu, beda lah." Calya menampik.
"Itu tandanya kita jodoh, Ly. Berbeda tapi saling melengkapi." Januar tersenyum konyol, dan Calya berusaha menahan diri untuk tidak menampol wajahnya. Kasian, wajah ganteng seperti Januar akan sangat disayangkan jika berakhir babak belur di tangannya.
"Buka mulut sekali lagi, beneran aku takol." Calya mengancam.
Tangannya hampir membuka pintu mobil kala Januar kembali menariknya. Calya bahkan tidak ada waktu untuk memberontak. Bibir Januar sudah lebih dulu mencium bibirnya, melumatnya sejenak sebelum melepas tautan itu.
Calya dibuat linglung selama beberapa saat. Kesadarannya kembali ketika Januar mencium salah satu pipinya.
"Ih main nyosor aja! Kalau ada yang liat gimana?" Calya mengusap bekas ciuman Januar di pipi, namun tidak dengan bibirnya.
Menyadari itu, Januar hanya terkekeh.
"Nggak apa-apa, lah. Sama calon istri ini."
"Ih!"
"Lagian kaca mobilku nggak akan keliatan dari luar kok, santai aja. Kamu bakal tetep keliatan kayak Calya yang polos dan anak baik."
"Aku nggak pernah bilang aku polos dan baik, ya!" Calya menangkis sedikit berteriak. Hal itu justru membuat tawa Januar pecah.
"Oh berarti kamu nakal dan udah nggak polos lagi? Asik dong."
"Asik, asik, pala lo pitak!"
Ucapan Calya tidak membuat Januar tersinggung sama sekali. Melihat ekspresi kesal dan alis Calya yang saling bertaut, Januar mencoba menahan diri untuk tidak menangkup wajah Calya dan menariknya mendekat untuk dia cium lagi.
"Januar diem nggak! Ketawamu jelek banget."
Merasa cukup, Januar akhirnya berhenti tertawa. Jarinya menyeka air mata yang kini muncul di sudut matanya. "Iya, iya. Maaf ya, Calya. Abisnya muka kamu lucu banget."
"Muka ku lucu, tanganku nggak bakal lucu kalau aku pake buat gebuk kepala kamu." Calya menyahut. "Sekarang diem!"
Januar hanya mengangguk, masih tersisa tawa kecil di bibir. "Yaudah iya. Tapi aku boleh nawarin nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐨𝐬𝐞𝐬 & 𝐖𝐢𝐧𝐞
General Fiction[he fell first, he fell helplessly harder] Ini tentang dia, perempuan berusia 22 tahun yang dipaksa oleh dunia untuk menjadi kuat. Bahwa ia tidak boleh kalah dan jatuh terlalu lama. Menuntutnya mengerti bahwa dunia ini tidak akan berpihak meski ia t...