19| almost

350 59 17
                                    

Suasana antara sang perempuan reporter maupun lelaki penjebak tampak lumayan canggung, bahkan tak perlu menjadi sepintar Senku maupun Tsukasa untuk melihat situasi kedua manusia ini tak begitu bagus.

Dengan Minami yang mengalihkan pandangannya dan urat kesal (Name) yang mulai timbul, nyaris sebuah kepalan tinju terarah sempurna ke Minami. Sebelum Yuzuriha menginterupsi, memberikan kode mata untuk (Name) agar tak melakukan hal bodoh.

"(Name) (surename)... Aktor cilik yang pernah naik daun." gumaman Minami terdengar jelas ditelinga (Name) maupun Yuzuriha, memberikan sedikit perasaan lega untuk (Name) sendiri.

"Aktor cilik? Ah, itu ya. Kenangan lama sekali" Ungkap (Name) sambil mengulas senyum, rasanya plong banget untuk lelaki satu ini, ia kira gendernya ketahuan, ternyata malah mangkin meleber kemana mana salah pahamnya.

Tangan kanannya menepuk bahu Yuzuriha, memberi kode singkat untuk perempuan satu itu saja yang menghibur si reporter. Dengan Yuzuriha yang menurut (Name) berjalan mundur, hendak untuk kabur sebelum badannya merasa menabrak badan lain yang lebih atletis.

'benar kata Senku, aku ga berbakat jalan mundur ala ala nikel jeksen' batin (Name) bete 45 sebelum melirik ke serong bawah, kaki orang yang ia tabrak besar. Membiarkan waktu beberapa detik untuk (Name) menyiapkan mental Lakiknya sendiri dan melihat siapa yang ia tabrak dengan penuh manusiawi.

'asu.' satu lontaran terucap dalam batin, tampaknya kalo di visualisasikan maka sudah ada teriakan batin yang melengking. Shishio Tsukasa adalah orang yang tak sengaja tertabrak. Kondisi Yuzuriha sedang menenangkan Minami juga tak menguntungkan untuk (Name) mencoba mencari alasan alasan valid dengan kebohongan secuil micin Ajinomoto.

'ya Tuhan, ku berserah pada dirimu.' mustahil mau berbohong deh, pelaku saat ini sudah berserah diri kepada pencipta, berharap kematiannya dibuat semudah kematian Senku Abal Abal.

"(name) ada waktu?"

Eh

Eh

Eh?

Ehhh?

Lontaran kalimat dengan suara bariton yang khas, rambut panjang ala ala Tarzan ini mengucapkan tiga kata dengan satu tanda tanya sebagai penutup, membiarkan otak lelaki (Name) sendiri mencerna apa yang tengah dan akan dilakukan oleh Tarzan Abal Abal ini.

"Malam ini? Sore ini? Atau kapan?" tanya (Name) balik, mencoba menanyakan waktu sebagai bentuk clue yang harus ia cari terlebih dahulu. Yuzuriha dan Minami yang melihat percakapan kedua insan ini lantas memasang wajah datar tuk satu sama lain, satunya mengira ini kisah romansa, satunya lagi sudah pasrah saja dengan apa yang mau dilakukan temannya.

"Kau bisanya kapan?"

Pertanyaan (name) dilempar balik, membiarkan pemuda berstatus perempuan di kerajaan Tsukasa mulai menggaruk belakang lehernya sendiri, mencoba membayangkan kejadian memalukan di otaknya terlebih dahulu sebelum akhirnya muncullah Rona merah merona (hasil mengingat kejadian memalukan).

"Kapan pun bisa aja sih."
Ucap (Name) dengan ekspresi yang mampu membuat trio temannya muntah darah. Narator tak berbohong, muka Yuzuriha sudah pucat duluan melihat muka (Name) yang sok di imut imut kan.

".. baguslah." satu kata, benar bener cuma satu kata sebelum Tarzan kawe satu ini menarik tangan (Name) dan menyeretnya antah berantah, membuat Yuzuriha maupun (Name) mulai bertukar pikiran sejenak sebelum akhirnya melotot ke arah Tsukasa dengan pandangan kaget dalam dua sudut pandang yang berbeda.

'rencana ku jadi sosok Adeknya berhasil?'_badut kw a.k.a (Name)

'(name)... Good luck, Tsukasa suka kamu itu. Insting cewe ku ngomong gitu..'_Yuzuriha.

•••

Situasi? Tenang, damai, dan sunyi. Begitulah hal hal yang biasa ada di jam berapa pun, kota Tokyo yang sebelumnya ribut telah berubah menjadi hutan belantara dalam kurun waktu 3ribuan tahun lamanya. Pantai yang dahulu pernah menjadi tempat makan (Name), Senku, Taiju, maupun Tsukasa, kini didatangi kembali oleh dua dari empat orang tersebut.

(Name) bersandar di satu batu besar, memandang lurus ke langit langit yang mulai merubah warna secara perlahan menjadi oranye, menandakan sebentar lagi hari akan menjadi sore. Entah sudah berapa lama kedua insan ini berdiam saja, walau sebelumnya (Name) sudah beberapa kali mencoba mengajak Tsukasa berbicara walau diabaikan oleh si Tarzan kawe.

Kepiting kepiting kecil mulai berjalan lalu menghilang di dalam pasir, hembusan angin laut menerpa rambut panjang kedua lelaki itu. (Walau satu nya masih dikira cewe).

"Tsukasa, mulai dari menanyakan waktu sampai menyeret ku ke sini, mau mu apaan coba?"
(name) ga kapok dikacangi, pemuda itu kembali bertanya sambil menunggu beberapa menit, mencoba positif tingking ini bukanlah hal yang menyeramkan.

"Entahlah, mau menebak?" tawar Tsukasa sembari mengalungkan sebuah kalung kerang ke leher (Name) membiarkan lelaki itu mencerna sebentar apa yang terjadi sebelum melihat langsung mata Tsukasa.

"Aku bukan mentalist, udah gelap ini, bagusan kita balik." tawar (Name) sambil memotong moment pertemuan matanya dengan Tsukasa, feeling lelaki nya ga enak, bukan ga enak banget, tapi ga enak pake banget banget banget.

"Santai saja."

'mata mu santai.'

Respon Tsukasa yang tenang, dan batin (Name) yang sudah panik ga karuan, pemuda ini mau saja berlari kabur kembali ke kerajaan Tsukasa, andai dia sudah lupa kalau Tsukasa mampu mengejar dirinya, Senku, dan Taiju yang pergi ke hokane saat itu.

'MANA BISA TENANG ANJING, ITU MATA MATA COWOK BARU JATUH CINTA. AKU CINTA PERTAMA? GA BANGET ANJIR, INI BUKAN GENRE BL!'

batin (Name) panik sejadi jadinya, bahkan keringat dingin mulai bercucuran di kening nya sebelum tangan kiri Tsukasa mulai menggenggam kedua tangannya. Ah bangsat sekali dilahirkan dengan wujud nyaris kayak perempuan ya (Name)?

Tangan kanan Tarzan yang tak sadar dirinya mau mengubah genre pun mulai memegang dagu (Name) memaksa secara halus untuk 'perempuan' dengan tanda kutip itu agar melihat ke arahnya.

Langit oranye yang indah, angin laut menerpa keduanya, dengan suasana romantis yang tercipta sendirinya. Disaat satu orang terhanyut dalam perasaan cinta pertama, satu orang lagi sudah keringat dingin menangisi rencananya sendiri yang akan hancur berantakan bukan main.

"Aku menyukai mu (Name)."

mati dah, jiwa lelaki (Name) meronta ronta mau keluar, bahkan suara bariton yang ia tahan tahan selama ini hendak keluar untuk membentak primata terkuat saat ini.

"Sebagai adik?" tanya (Name) berusaha menahan diri, bisa di geprek dia kalau mahkluk didepannya ini tau dia lelaki.

"Secara romantis"
Jawaban Tsukasa mulai membuat muka (Name) melotot, walau sudah menebak tapi kayaknya shock tetap tak akan lari dari list perasaan nya saat ini.

Apalagi kondisi kayak gini, harusnya di kasih ending ciuman sih.

'dear Senku. GUA NYESAL ANJING. BAWA AKU BARENG ELU SENKUUUUUUUU'


TBC...

Shankara (Dr. STONE x Male! Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang