Pandangan yang kosong, batin yang mulai mencoba tenang, menghitung angka 1-10 membuat pemuda itu sendiri mulai merasa akan gila ditempat sekarang.
Bola mata pemuda itu menatap mata milik temannya yang saraf kranial nya sendiri sudah dihancurkan dengan sempurna. Nafas yang tersengal sengal dengan gemetaran tubuh yang hebat, liquid dari mata pun pada akhirnya keluar, terlihat sudah kini dirinya menangis dalam diam.
.
.
.
Beberapa puluh menit sebelumnya
"Secara pemikiran, setiap orang akan mengira ini letusan gunung sih. Jadi gimana? Mau tetap lanjut membuat sinyal asap? Atau mau menghilangkan asap itu sendiri?"
Ungkapan (Name) mulai membuat Senku sedikit berdecih sebal sekarang, pemuda berambut bawang tersebut lebih memilih memikirkan segalanya hingga akar akar permasalahan yang akan terjadi nantinya.
"Nyalakan! Tetap buat asap sebagai sinyal!"
Begitulah akhirnya jawaban final keluar dari mulut Senku sendiri.
Ketiga manusia tersebut mulai berpencar, ada yang mengambil kayu dan ada pula yang kembali membuat ledakkan dengan bubuk mesiu itu sendiri, walau sudah boros dengan mesiu keempat anak sekolahan ini sendiri pun sudah masa bodo dengan hal tersebut, kalo kurang tinggal buat lagi.
"Sinyal ini beresiko, kau berani juga sen."
"Yah, setidaknya ayo berfikir positif. Ada manusia paling beruntung di dunia batu ini, setidaknya kau harus membagi keberuntungan itu agar kita selamat kan." Ujar Senku ke arah (Name) yang kini tengah mengipas ngipas api supaya tetap menyala dan menghasilkan asap.
"Jika Tsukasa sampai duluan, dan ada yang dijadikan sandera. (Name) jangan sampai kau kehilangan kendali dan menendang sesuatu yang harusnya jangan di usik."
Tepat sasaran, belum juga seperkian detik Senku berbicara demikian, di belakangnya (Name) sudah melihat Yuzuriha yang tengah dijadikan sandera oleh Tsukasa sendiri.
Tombak itu sendiri lumayan tajam, pada dasarnya (Name) sudah mencoba segala jenis tombak yang dibuat oleh Senku sebelumnya, dan dengan dirinya sebagai orang yang terpaksa membuat sebuah senjata berburu untuk Tsukasa, instingnya otomatis membuat pemuda itu sendiri mulai sadar, tombak yang ada di tangan Tsukasa adalah tombak yang paling tajam yang sudah dibuat selama di dunia batu ini.
Melihat temannya yang biasanya mudah berceloteh mulai diam seketika, Senku langsung menoleh ke arah belakang dan melihat Tsukasa yang telah datang bersama dengan sandera yang akan menjadi kunci negosiasi saat ini.
"Kau tampak seperti bocah yang ingin ngerusuh, Tsukasa." Ujar Senku dengan tenang, mencoba mengabaikan fakta jikalau temannya saat ini dijadikan sandera.
Senku, Akh bangsat. Kaki ku lemes.
Diantara banyaknya percakapan yang tengah terjadi saat ini, kedua ah mungkin Keempat manusia itu mulai membuka negosiasi yang sedikit berat sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shankara (Dr. STONE x Male! Reader)
FanfictionBukan sihir bukan juga sebuah sains. INI CUMA HOKI HOKIAN AJA DUDE!_(Name) ..... Keknya salah sih w ngarep elu berguna._Senku not a bl or bxb. Just a normal stories with some cringe joke inside.