Bab 8

82 13 6
                                    

~TOBY~

Aku memperhatikan Flora yang kini tengah duduk di sebelahku. Dia terlihat seperti sedang melamun.

"Kenapa kau diam saja?", aku pun bertanya padanya.

Lalu, Flora menatapku.

"Karena tidak hal yang dapat kita lakukan selain duduk diam di tempat ini."

"Maksudku, kenapa kau hanya diam dan tidak mengomel padaku?", aku bertanya lagi.

"Apakah aku harus?"

"Jika aku jadi kau, aku pasti akan sangat marah padamu. Aku tidak akan berhenti mengomel dan memarahimu karena kau yang telah membuat kita tersesat seperti ini."

Flora tersenyum tipis setelah mendengar penjelasanku.

"Aku memang sempat kesal. Tapi, aku tidak marah. Anda tidak melakukannya dengan sengaja. Lagipula, bukan hanya aku yang tersesat di sini. Tapi, Anda juga. Kupikir, daripada aku membuang energi untuk marah, akan lebih baik bila energiku itu kugunakan untuk memikirkan bagaimana cara kita keluar dari sini.", lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah langit. "Untung saja malam ini bulan purnama. Meski tersesat di tengah hutan seperti ini, suasananya jadi tidak terlalu gelap.", dia berbicara lagi sambil tersenyum menatap bulan.

Tadinya, aku merasa kesal setiap kali mengingat seluruh kejadian hari ini. Mulai dari tidak adanya sinyal GPS, kami yang tersesat, aku yang terjatuh hingga sekarang kami berdua yang terjebak di lembah tengah hutan tanpa alat komunikasi apapun. Tapi, setelah melihat bagaimana cara Flora bersikap tenang dan tetap mencoba berpikir positif atas hal-hal yang terjadi pada kami hari ini, aku jadi ikut merasa lebih baik.

"Apakah sekarang kau masih merasa takut?", aku bertanya lagi.

Flora mengalihkan tatapannya dari bulan jadi menatapku kembali.

"Aku akan berbohong jika menjawab tidak takut. Tapi, karena ada Anda di sini, aku jadi tidak terlalu takut sekarang."

Aku tersenyum tipis.

"Memangnya, apa yang kau harapkan dari kehadiranku? Kau tahu sendiri bahwa kakiku sedang dalam kondisi terluka. Jika ada hewan buas di sekitar sini, aku tidak akan mampu melindungimu dengan kondisiku yang seperti ini.", aku menanggapi dengan bergurau.

"Tetap saja. Setidaknya, aku tidak sendirian di lembah ini.", Flora menanggapi dengan santai.

Setelah kuperhatikan, ternyata Flora tidaklah selemah yang kukira. Padahal, saat di kantor, setiap kali aku memarahinya, ekspresinya langsung terlihat ciut. Kupikir, dia adalah wanita yang lemah dan cengeng. Ternyata, dia lebih baik daripada itu.

Flora kembali menatap bulan yang bersinar di langit malam. Lalu, aku pun mengikuti. Selama beberapa saat, tidak ada di antara kami berdua yang berbicara. Aku mencoba menikmati keheningan yang tercipta di antara kami. Rasanya sudah lama sekali aku tidak berada di tempat yang sangat tenang dan sepi seperti ini. Karena sejak kecil, aku tinggal di New York. Meski dalam kondisi sepi pun, suasana di kota akan tetap terlihat ramai karena suara lalu lalang kendaraan. Selain hening, semilir angin malam di sekelilingku saat ini juga terasa menenangkan. Untung saja, saat ini sedang musim panas. Jadi, angin yang berhembus terasa lebih hangat namun menyejukkan.

"Sir, lihatlah di sana...", tiba-tiba Flora berseru sambil jari telunjuknya mengarah ke sisi kanan bawah lembah.

Aku langsung mengikuti arah tunjukannya.

"Ada apa di sana?", aku bertanya tidak mengerti.

"Di sekitar sana terlihat beberapa pantulan cahaya seperti lampu. Sepertinya, itu adalah daerah perumahan penduduk."

Steal His HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang