Bab 24 (END)

84 6 6
                                    

~TOBY~

"Bangun, Mr. Coleman...", terdengar suara Flora membangunkanku. Kemudian, disusul dengan selimut yang tadinya membungkus tubuhku, kini ditarik turun.

Aku yang masih mengantuk, hanya melenguh protes karena dia mengganggu tidurku.

"Aku masih sangat mengantuk, Sayang.", rengekku sambil menarik kembali selimut hingga ke atas tubuhku.

"Bangun sekarang atau kau tidak akan mendapatkan jatahmu malam ini!"

Ancaman tersebut seketika membuat mataku terbuka lebar. Hingga aku buru-buru bangun dan duduk di ranjang.

"Ya... ya... Aku bangun.", ucapku terpaksa. "Kau ini kejam sekali, Mrs. Coleman. Kenapa harus membawa-bawa jatahku untuk mengancamku?", gerutuku.

Benar. Mrs. Coleman. Sekarang, Flora memang sudah menjadi istriku. Sejak aku menyusulnya ke Colorado tiga bulan yang lalu, kami memutuskan untuk berkencan. Serta, Flora juga bersedia kembali ke New York dan bekerja lagi sebagai asisten pribadiku. Lalu, dua bulan berikutnya kami langsung menikah.

Tidak butuh waktu yang lama bagiku untuk memutuskan ingin menikahinya. Karena kami berdua, terutama aku, sudah sangat yakin terhadap diri dan perasaan masing-masing. Kami saling mencintai. Dan pernikahan adalah tujuan kami. Itu terbukti. Sejak menikah dengannya satu bulan yang lalu, hidupku kini terasa jauh lebih bahagia. Karena aku sudah menemukan wanita yang menjadi pelabuhan hatiku. Setiap kali memikirkan betapa besar rasa cintaku padanya, setiap kali itu pula hatiku jadi terasa penuh dan hangat.

Setelah beberapa saat mencoba menghalau rasa kantuk, aku fokus memperhatikan Flora. Kini, dia tengah berdiri di samping ranjang sambil menatapku jengah karena kesal saat aku sulit dibangunkan. Sekarang, dia sudah berpakaian rapi bersiap ingin berangkat ke kantor. Sedangkan, aku masih dalam kondisi berantakan dan setengah telanjang karena baru bangun tidur.

Tiba-tiba, terbitlah ide untuk menggodanya. Aku meraih tangan Flora lalu menarik tubuhnya agar duduk di atas pangkuanku. Kemudian, aku memeluk tubuhnya dan mulai menciumi lekuk lehernya.

"Toby, berhenti bermain-main. Ini sudah siang. Kau harus segera mandi lalu kita berangkat ke kantor.", dia mengomel tapi tidak berusaha menjauhkan dirinya dariku.

"Berangkat ke kantornya nanti saja.", balasku acuh sambil tetap sibuk dengan pekerjaanku menggodanya.

Dia melenguh halus setiap kali bibirku menyentuh kulit lehernya. Dan lenguhannya itu seketika membangkitkan sesuatu dalam diriku.

"Jika kau tidak mandi sekarang, kita akan terlambat."

"Biarkan saja terlambat.", aku tidak mempedulikan peringatannya. Kemudian, aku mendongak sambil menatapnya membujuk. "Aku menginginkanmu sekarang, Sayang."

"Kita tidak bisa melakukan itu sekarang, Toby.", tolaknya.

"Kenapa tidak bisa?", tanyaku cemberut.

"Karena satu jam lagi kau ada jadwal meeting dengan para direksi yang lain. Kita akan benar-benar terlambat jika kau terus bermain-main seperti ini."

"Biarkan saja para direksi itu menunggu. Lagipula, itu hanya meeting internal. Terlebih, perusahaan itu milik ayahku. Kali ini, aku akan memanfaatkan keistimewaanku sebagai putra pemilik perusahaan. Dan ayah pasti juga akan memaklumi kenapa kita datang terlambat pagi ini. Karena kita sedang berusaha membuatkan cucu untuknya.", aku tidak menyerah membujuknya. Kali ini, aku tidak hanya mencium, melainkan juga menjilat serta menggigit kecil kulit lehernya. Aku sengaja melakukan itu agar dia semakin tergoda.

Dan akhirnya, setelah beberapa saat, Flora pun menyerah.

"Baiklah. Kau menang. Tapi, lakukan itu dengan cepat. Dan jangan merusak riasanku. Oke?"

Steal His HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang