~FLORA~
Aku tidak tahu kenapa semakin dekat dengan habisnya masa kerjaku dengan Toby, hatiku malah terasa berat. Padahal, sebelumnya aku sangat yakin dengan keputusanku yang ingin mengundurkan diri dan menjauh darinya. Atau mungkin itu karena sikap Toby padaku yang belakangan ini juga berubah?
Jika beberapa minggu yang lalu, dia terkesan menghindar, menjaga jarak dan sebisa mungkin mengurangi intensitas pertemuan denganku. Tapi, dalam waktu lebih dari seminggu ini, atau lebih tepatnya sejak dia berangkat ke Jerman, dia selalu menelponku. Entah itu untuk alasan dia membutuhkan data, atau hanya sekedar dia mengeluh lelah dan bosan atas banyaknya agenda kegiatan, yang menurutnya tidak penting, yang dia lakukan bersama dengan Mr. Roberto dan beberapa orang di Jerman sana. Selain itu, di setiap kesempatan, dia juga tidak lupa kembali membujukku agar membatalkan rencana pengunduran diriku.
Sejujurnya, aku sempat terlena atas usahanya yang berulang kali menahanku di sini. Tapi, aku ingat bahwa tujuan Toby menahanku hanya karena dia membutuhkanku. Tidak lebih. Sebenarnya, jika saat itu Toby mengatakan bahwa alasannya menahanku adalah karena dia menginginkanku, dalam artian perasaan yang tulus tentunya, aku pasti akan membatalkan rencanaku. Namun, alasan yang dia berikan malah tidak sesuai seperti yang aku harapkan. Maka dari itu, aku tetap teguh pada pendirianku.
Lagipula, sejak awal aku sudah tahu bahwa Toby tidak memiliki perasaan apapun padaku. Jadi, apa lagi yang bisa kuharapkan darinya? Jika semakin lama berada di sini, yang ada aku hanya akan menyiksa diriku sendiri.
Aku tersenyum sedih saat melihat meja kerjaku yang kini sudah bersih dan rapi. Karena barang-barang pribadiku sudah kubawa pulang. Kini, di atas meja hanya ada seperangkat komputer, alat tulis dan buku jurnal milikku yang memang sengaja kutinggalkan di sini untuk asisten pribadi Toby yang baru nanti.
Rasanya, baru kemarin aku menyerahkan surat pengunduran diriku pada Toby. Tapi, ternyata itu sudah hampir dua minggu berlalu. Dan masa kerjaku di sini hanya tersisa dua hari lagi.
Sementara, Toby yang beberapa waktu yang lalu berangkat ke Jerman, kini juga belum kembali. Aku khawatir jika sampai besok aku pulang ke Colorado, Toby belum juga kembali ke New York. Setidaknya, aku harus bertemu dengannya sebelum pulang ke Colorado, bukan? Aku ingin menyimpan kenangan sebanyak mungkin tentang dirinya selama aku berada di sini. Karena aku yakin bahwa sesampainya di Colorado nanti, aku pasti akan merindukannya.
***
"Flora, apa kau benar-benar tidak ingin menunggu Toby lebih dulu sebelum pulang ke Colorado? Toby sudah dalam perjalanan pulang ke New York dari Jerman.", Mrs. Coleman bertanya padaku saat kami sudah sampai di bandara dan aku sedang menunggu antrean untuk check in.
"Sebenarnya, aku sangat ingin menyapanya lebih dulu sebelum aku pulang ke Colorado, Aunty. Tapi, pesawatku akan terbang sebentar lagi. Sementara, Toby mungkin baru akan sampai di sini sekitar dua jam lagi."
"Kalau kau mau, kami tidak keberatan untuk membelikanmu tiket penerbangan yang baru. Kau bisa melewatkan penerbangan ini lalu naik pesawat berikutnya. Jadi, kau bisa menunggu Toby.", Mr. Coleman menawarkan.
"Terimakasih, Uncle. Tapi, tidak perlu. Tiket penerbangan ke Colorado tidaklah murah. Selama ini, kalian sudah sangat baik padaku. Dan aku tidak ingin merepotkan kalian lebih banyak lagi.", balasku seraya tersenyum. Meski dalam hati aku tahu bahwa mereka tulus. Jangankan untuk membeli satu tiket pesawat, jika aku meminta mereka membelikanku tiket penerbangan dari New York ke Colorado bolak-balik sebanyak sepuluh kali pun mereka juga tidak akan keberatan. Karena mereka sangat kaya. Uang bukanlah masalah bagi mereka.
"Jangan pikirkan soal itu. Kau hanya perlu mengatakan ya, dan kami akan mengatur ulang penerbanganmu, Flora."
Aku kembali tersenyum pada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Steal His Heart
RomanceKisah tentang usaha Flora Grant dalam mencuri hati Toby Coleman.