Bab 23

72 8 4
                                    

~FLORA~

"Toby, apa yang kau lakukan di sini?", aku bertanya karena terkejut atas kehadirannya.

"Bagaimana kabarmu, Flora?", bukannya menjawab, dia malah balik bertanya.

"Aku baik.", jawabku tidak sabar. "Apa yang kau lakukan di sini, Toby? Bagaimana bisa kau datang ke Colorado?", aku mengulangi pertanyaanku tadi.

Dia tersenyum padaku.

"Jangan heran begitu, Flora. Bukan hal yang aneh jika aku datang ke Colorado. Apa kau lupa bahwa kakek dan nenekku tinggal di sini?", dia menjawab dengan santai.

Oh ya, benar juga. Toby punya kerabat di sini.

Tadinya, aku sempat berharap alasan Toby datang ke sini adalah karena dia ingin bertemu denganku. Aku lupa bahwa kakek dan neneknya juga tinggal di sini. Jadi, alasannya datang ke sini pasti untuk mengunjungi mereka. Bukan aku.

"Sekarang kau berjualan?", pertanyaan Toby membuyarkan lamunanku.

Aku mengangguk.

"Ya. Seperti yang kau lihat. Aku sedang memulai usaha dengan berjualan tanaman hias.", aku pura-pura tersenyum untuk menutupi rasa kecewaku.

"Bagaimana penjualan hari ini?"

"Hari ini tanaman hiasku terjual banyak. Dan sekarang, aku bersiap untuk pulang.", aku bermaksud menyudahi basa basi ini dan mulai bergerak memindahkan beberapa pot kecil yang tersisa ke dalam gerobak.

"Aku akan membantumu."

"Tidak perlu, Toby..."

"Apa kau lupa bahwa aku tidak suka menerima penolakan? Aku akan tetap membantumu, Flora."

Aku pun berdecak.

"Dasar keras kepala.", cibirku pelan. Tapi, aku yakin bahwa dia pasti mendengarnya.

"Sekarang kau sudah berani mengataiku?"

"Kenapa tidak? Kau bukan lagi atasanku.", aku menanggapi dengan ketus.

"Aku tidak menyangka bahwa Flora-ku yang dulunya manis dan lemah lembut, sekarang sudah berubah jadi ketus seperti ini.", dia berbicara dengan ekspresi sakit hati yang dibuat-buat.

Flora-ku? Toby baru saja menyebutku sebagai 'Flora-ku'?

Aku berdehem pelan. Tidak ingin terlalu berbesar kepala atas ucapannya yang seakan menyatakan bahwa aku ini 'miliknya'.

Aku tidak lagi menanggapi ucapannya dan ganti fokus melanjutkan pekerjaanku menata pot ke dalam gerobak, yang mana kini dibantu oleh Toby. Kami mengerjakannya dalam diam. Hingga sekarang, semuanya sudah selesai dan meja kedaiku juga sudah rapi.

"Sekarang, ayo kita pulang.", ajakku.

Tadinya, aku meraih pegangan gerobak bermaksud ingin mendorongnya sendiri. Tapi, Toby mengambil alih lebih dulu.

"Biar aku saja.", ucapnya.

Aku tidak lagi menolak bantuannya.

Dan kami pun berjalan bersisihan pulang menuju ke rumahku. Jarak antara pasar dengan rumahku cukup dekat. Sekitar sepuluh menit kemudian, kami sudah sampai. Aku meminta Toby agar memarkirkan gerobak berisi pot tanaman tadi di halaman rumah. Lalu, aku mengajaknya masuk ke dalam.

"Jadi, ini rumahmu?", komentarnya saat kami masuk ke ruang tamu.

"Benar. Rumah ini memang tidak sebesar dan semewah rumah keluargamu. Tapi, buatlah nyaman dirimu selama berada di sini. Sementara, aku akan menyiapkan minuman untuk kita berdua."

Aku meninggalkan Toby sendirian di ruang tamu untuk ke dapur. Sekitar lima menit kemudian, aku sudah kembali lagi dengan membawa dua gelas jus jeruk.

"Karena cuaca di luar cukup panas, kupikir jus jeruk dingin bisa menyegarkan kita berdua. Ini, minumlah...", aku menawarkan.

Steal His HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang