~FLORA~
Sejak kejadian di mana Toby tidak sengaja mencium bibirku tadi, aku tidak berhenti merasa gugup. Padahal, aku tahu bahwa dia tidak bermaksud melakukan itu. Hanya saja, pengaruh sentuhan bibirnya itu memberikan efek yang luar biasa padaku.
Jika aku diam karena merasa gugup dan larut dalam pikiranku sendiri, aku tidak tahu apa penyebab diamnya Toby. Padahal, saat kami berangkat menuju ke taman wisata tadi, dia banyak bicara. Tapi, sejak kami keluar dari sana hingga sekarang kami sudah sampai di rumah, dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Apakah dia juga merasa gugup sama sepertiku? Atau justru dia merasa menyesal karena tadi tidak sengaja menyentuh bibirku? Aku benar-benar tidak dapat mengartikan sikap diamnya kali ini.
Sekarang, kami sudah sampai. Aku melepas sabuk pengaman juga masih dalam diam. Namun, sebelum keluar, aku menoleh ke arah Toby. Kini, dia hanya diam sambil kedua tangannya masih setia memegang roda kemudi. Dia tidak tampak terlihat ingin ikut turun dari mobil.
"Anda tidak ikut turun, Sir?", aku pun bertanya lebih dulu.
"Tidak. Aku akan langsung pulang ke rumahku saja malam ini.", bahkan saat menjawab pertanyaanku, Toby tidak menatapku.
"Baiklah. Aku akan turun sekarang. Terimakasih atas hari ini.", ucapku tidak lupa.
Entah kenapa melihat perubahan reaksi Toby yang banyak diam seperti tadi, aku merasa sedikit tidak senang.
Apakah menurutnya buruk ketika dia tidak sengaja mencium bibirku? Kenapa dia berubah seolah tidak senang dengan ketidaksengajaan tadi?
***
"Anda tidak bersiap untuk pulang, Sir?", aku bertanya pada Toby ketika dia masih terlihat sibuk dengan setumpuk dokumen di atas meja kerjanya. Padahal, sekitar lima menit lagi adalah jam pulang kantor.
"Masih ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan malam ini. Sepertinya, aku akan lembur."
"Kalau begitu, aku akan menemani Anda. Mungkin, ada beberapa tugas yang bisa Anda limpahkan padaku?"
"Tidak perlu, Flora. Aku akan mengerjakannya sendiri. Kau bisa langsung pulang setelah ini.", tolaknya.
Aku tersenyum kecut atas penolakannya.
"Baiklah. Kalau begitu, aku permisi. Selamat malam, Sir."
"Ya. Selamat malam.", balasnya tanpa menoleh ke arahku.
Aku pun keluar dari ruangan Toby. Dan begitu sudah berada di luar, mataku langsung berkaca-kaca. Ini bukan kali pertama Toby bersikap seperti ini padaku. Sejak seminggu yang lalu, atau lebih tepatnya sejak kami pulang dari taman wisata, Toby berubah seperti menjaga jarak denganku.
Biasanya, dia akan mengajakku makan siang di luar bersama. Atau sekedar menawariku menu makan siang yang sama, lalu kami akan makan siang bersama di dalam ruangannya. Tapi, dalam seminggu ini, saat istirahat makan siang, Toby sama sekali tidak keluar. Dia hanya meminta office boy untuk mengantarkan makanan pesanannya lalu dia akan makan sendiri di dalam ruangannya. Kemudian, setiap kali aku masuk ke dalam ruangannya, entah itu untuk mengantarkan dokumen atau sesuatu yang dia minta, dia mengajakku berbicara praktis hanya tentang urusan pekerjaan. Padahal, dulu dia cukup sering bergurau atau mengajakku berbincang membahas hal lain di luar urusan pekerjaan dengan alasan untuk menyegarkan pikirannya. Lalu, untuk urusan lembur, malam ini dia juga lebih memilih untuk lembur seorang diri. Padahal, sebelumnya dia selalu mengajakku lembur untuk membantu pekerjaannya.
Sekarang, aku jadi semakin yakin bahwa perubahan sikap Toby ini pasti karena kejadian di taman wisata itu. Tidak salah lagi.
Sebenarnya, aku mulai merasa tidak nyaman atas perubahan sikapnya kini. Tapi, aku terlalu malu untuk membahas ulang dan meluruskan semuanya. Meski sampai sekarang ciuman itu masih menimbulkan getaran dalam dadaku setiap kali mengingatnya, tapi aku sadar diri bahwa apa yang kurasakan ini berbeda dengan Toby. Dia mungkin merasa kesal, marah atau jijik? Entahlah, aku tidak tahu. Yang jelas, dia tidak senang dengan fakta bahwa bibirnya pernah secara tidak sengaja menyentuh bibirku. Dan kenyataan itu membuatku sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Steal His Heart
RomanceKisah tentang usaha Flora Grant dalam mencuri hati Toby Coleman.