Bab 20

106 11 3
                                    

~TOBY~

Aku membuka notifikasi email masuk yang muncul pada layar laptopku. Email itu dari Flora, yang mana berisi scan dari dokumen yang kuminta padanya lima belas menit yang lalu. Tadinya, aku ingin langsung membuka file dokumen dalam email tersebut, tapi kemudian tidak jadi. Entah kenapa tiba-tiba aku tidak berminat melanjutkan pekerjaanku.

Justru, pikiranku kini tertuju pada si pengirim email, yaitu Flora. Ngomong-ngomong soal Flora, aku jadi merindukannya. Aku rindu saat dia sering datang ke ruanganku, entah itu untuk mengantar dokumen, meminta tanda tangan atau sekedar menginformasikan sesuatu. Aku rindu saat kami sering berbincang dan makan siang bersama. Dan aku juga rindu saat dia menemaniku lembur lalu kami akan pulang bersama dengan aku yang mengantarnya pulang ke rumah orang tuaku.

Sekarang, aku jadi bertanya-tanya, apakah yang kulakukan ini benar? Karena sejak beberapa minggu yang lalu, atau lebih tepatnya sejak kami pulang dari taman wisata, aku sengaja menghindar darinya. Sebenarnya, saat itu aku hanya bermaksud ingin menjaga jarak darinya untuk sementara waktu, atau setidaknya sampai aku berhasil menemukan penjelasan yang masuk akal atas reaksi tubuhku yang aneh setelah tidak sengaja mencium bibirnya beberapa waktu yang lalu.

Tapi, bukannya menemukan jawaban, yang ada aku malah semakin terbayang-bayang akan ciuman kami waktu itu. Bahkan, belakangan ini, aku justru bertanya-tanya tentang bagaimana rasa bibirnya jika aku menciumnya sedikit lebih lama? Karena saat itu bibir kami hanya menempel. Apalagi, itu terjadi hanya dalam waktu yang singkat. Aku tidak sempat mengenali atau merasakan bagaimana tekstur bibirnya yang entah kenapa dalam pandanganku kini terlihat menggoda setiap kali aku menatapnya. Aku jadi penasaran bagaimana jika saat itu kami benar-benar berciuman dalam arti yang sesungguhnya dan saling melumat? Apakah bibirnya akan semanis permen kapas yang kami makan bersama saat itu?

Sungguh, itu adalah pemikiran yang sangat gila, bukan?

Ini bukan kali pertama aku berciumam dengan wanita. Bahkan, aku juga sudah pernah melakukan hal yang lebih jauh daripada sekedar berciuman. Tapi, entah kenapa ketika aku punya pemikiran yang tidak senonoh seperti itu terhadap Flora, aku jadi merasa malu. Masalahnya, dia adalah Flora, asistenku. Jika dia adalah kekasihku, aku pasti sudah menyerangnya lalu membawanya ke kamar hotel untuk menuntaskan rasa penasaranku terhadap dirinya. Sekali lagi, dia adalah Flora. Tidak seharusnya aku memiliki pemikiran yang tidak sopan seperti itu terhadap dirinya, bukan?

Sepertinya, aku sudah mulai gila.

Dan di saat aku sedang mempertanyakan kewarasanku sendiri, di sisi lain Flora tampak biasa saja. Bahkan, saat berhadapan denganku pun, dia tetap bersikap sopan, tenang dan profesional seperti biasa. Dia sepertinya tidak terpengaruh oleh ciuman tidak sengaja kami waktu itu. Di situlah aku jadi merasa bodoh sekaligus malu karena terlalu berlebihan dalam menyikapi efek ciuman kami waktu itu.

Karena itulah dalam beberapa minggu belakangan ini, sebisa mungkin aku mengurangi intensitas pertemuan kami. Sekarang, aku jadi tidak pernah lagi mengajak Flora keluar bersama denganku. Bahkan, untuk semua laporan pun, aku hanya memintanya mengirimkan via email. Bukan tanpa alasan aku melakukan itu. Menurutku, itu adalah usaha terbaik yang bisa kulakukan untuk menetralisir segala macam perasaan aneh yang muncul di dalam hatiku setiap kali berhadapan dengannya. Tidak lucu jika tiba-tiba aku mendekat lalu menciumnya lagi hanya untuk menuntaskan pikiran-pikiran aneh yang memenuhi pikiranku selama ini, bukan?

Namun, di sisi lain aku juga merasa tersiksa. Rasanya sungguh tidak nyaman bekerja karena kini intensitasku bertemu dengan Flora berkurang sangat drastis jika dibandingkan biasanya. Padahal, dulu kami cukup dekat. Aku suka mengobrol dengannya, entah itu hanya sekedar untuk melepas stress atau mengobrol tentang urusan pekerjaan. Jika aku sendiri merasa tidak nyaman dengan renggangnya hubungan kami saat ini, apakah keputusanku yang menghindarinya ini benar? Atau justru aku hanya sedang menyiksa diriku sendiri?

Steal His HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang