"Kenapa harus orang sebaik dia Tuhan?"
-Varo.Varo sampai di rumah sakit terdekat, ia langsung membawa Sagara yang masih tak sadarkan diri. Raut wajahnya khawatir saat melihat temannya yang tak sadarkan diri, dan wajahnya sangat pucat.
Rasa menyesal terbesit dalam hatinya. Menurut Varo Sagara itu baik, bahkan sangat baik. Walaupun sikapnya sedikit dingin dan datar, ia percaya Sagara itu baik. Sagara selau membantunya saat ia tak punya uang, Varo adalah anak dari keluarga yangs sederhana. Ia selalu mengikuti balapan untuk mendapatkan uang, seharusnya ia sekolah seperti anak lainnya. Tapi, karena keadaan ekonominya ia harus menjadi tulang punggung keluarga. Semenjak Varo mengenal Sagara, Sagara selalu memberinya uang untuk keluarganya. Varo sempat menolak, tapi Sagara memaksanya. Sejak Sagara mengikuti balapan, Sagara tidak mengambil uang hasil balapannya, ia malah memberikannya padanya. Mungkin Sagara adalah teman yang cukup dingin, tapi menurut Varo Sagara adalah teman terbaiknya.
Tubuh Sagara di baringkan di brankar pasien. Suster dan Dokter di sana mulai mendorong brankar itu menuju ruang gawat darurat. Varo terus menatap wajah temannya yang sudah pucat, area hidungnya di penuhi darah entah kenapa. Sagara mulai memasuki ruangan gawat darurat di bantu oleh suster dan Dokter yang menanganinya.
"Dok tolong teman saya ya," pinta Varo khawatir sambil menatap Dokter di depannya. Dokter itu mengangguk pelan, dan kian menghilang membawa Sagara untuk di tangani.
Di tempat lain, Vanilla yang terduduk di dekat jendela sambil menatap bintang yang terang di langit malam. Entah apa yang di pikirannya. Suara langkah kaki terdengar dari luar, pintu kamar Vanilla terbuka. Vanilla menoleh untuk melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya.
Ia menatap malas pada seseorang di depannya, "Mau apa lo?" tanya Vanila dengan ketus sambil menatap Aurora.
"Apa sih. Nih paket lo." Aurora memberikan sebuah paket pada Vanilla.
"Boros banget lo," lanjutnya.
"Paket? Gue gak pesan paket," ketus Vanilla.
Aurora memutar bola matanya malas, "Ck. Udah terima aja deh. Gak tau terima kasih banget lu," omel Aurora malas."Dan satu lagi, jangan kira gue mau anggap lo Kakak gue ya. Gue gak akan biarin lo bahagia, ingat itu."
Vanilla memutar bola matanya malas, "Terserah," singkatnya.
"Yaudah sana," suruhnya sambil menatap Aurora. Aurora langsung melangkah pergi dari hadapan Vanilla dengan kesal.
Vanilla melirik paket yang berbentuk kotak di tangannya. Ia mengangkat sebelah alisnya heran. Vanilla berjalan menuju tempat tidurnya. Vanilla duduk, tangannya mulai membuka isi paket itu. Sorot matanya menegang saat melihat isi sebuah kotak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Kita Kala Itu
Teen FictionAsa yang di jadikan nirwala kini menjadi lara yang amerta. Ketika pemilik nayanika meminta bahagia tapi takdir berkata tidak. Ketika yang di harapkan adalah sebuah kebahagian tapi yang datang malah sebuah luka yang membekas dalam jiwa. _____________...