Bertahan atau menyerah

48 7 1
                                    

"Seira harus bertahan atau menyerah Kak?" -Seira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seira harus bertahan atau menyerah Kak?"
-Seira.

Sagara menghela napas panjang saat kemoterapinya selesai di jalani. Sagara sedikit merasakan pening di kepalanya. Sagara beranjak dari tidurnya. Ia menatap sekeliling ruangan yang bernuansa cat warna putih itu.

“Apa perlu saya bantu?” tanya Suster Lola.

“Gapapa Sus. Saya bisa sendiri terimakasih.” Sagara melangkah pergi keluar ruangan.

Sorot mata Sagara tertuju pada seseorang yang masih terduduk di kursi tunggu. Varo berdiri dari duduknya, ia langsung menatap Sagara dengan khawatir.

“Lo gapapa kan Gar?” tanya Varo.

“Gapapa. Makasih udah nganter gue, padahal gue bisa sendiri,” ujar Sagara.

“Santai aja Gar. Lo juga sering bantu gue, yang terpenting lo harus sembuh,” balas Varo. Di balas dengan anggukan pelan dari sang empu.

“Ayo gue anterin lo pulang,” ajak Varo.
“Gak usah repot-repot. Gue bisa sendiri,” balas Sagara.

“Ck. Lo abis kemoterapi, badan lo juga masih lemes,” kata Varo.

Sagara menghela napas pelan, “Yaudah iya,” balas Sagara. Sebenarnya ia tak ingin merepotkan Varo terus menerus.

Motor Sagara yang di kendarai oleh Varo itu mebelah jalanan yang sedikit ramai. Sagara hanya terdiam sedari tadi, begitupun Varo. Hembusan angin menerpa wajah Sagara yang pucat itu.
Setelah beberapa menit, Varo sampai di rumah Sagara yang dulu. Varo memasukan motor Sagara ke bagasi. Sagara berdiri di dekat gerbang rumahnya. Varo melangkah mendekati Sagara.

“Lo beneran gapapa?” tanya Varo.

“Ck. Gapapa,” balas Sagara seraya berdecak.

“Yaudah kalo gitu gue pulang ya. Kalo ada apa-apa bilang ke gue.” Varo menatap Sagara serata menepuk bahu Sagara pelan.

“Ya. Makasih,” balas Sagara.

Sagara menatap belakang punggung Varo yang mulai menghilang dari gerbang rumahnya. Sagara mendongakkan kepalanya seraya menarik napas pelan.

Sagara melangkah ke pintu rumahnya, ia sedikit menyusuri keadaan rumah ini. Saat Sagara datang ke rumah ini, Sagara selalu ingat dengan kenangannya semasa kecil. Tapi, bayang-bayangnya itu tidak akan mungkin terulang kembali.

Sagara melangkah masuk ke dalam rumah. Gelap, seisi rumah itu gelap tak ada penerangan. Sagara melangkah perlahan, mata sendunya selalu menyusuri seisi rumah ini. Sagara menghela napas panjang saat semua kenangan melintas di pikirannya. Rasa sesak sedikit menjalar di hatinya.

Sagara menaiki anak tangga dengan pelan. Langkahnya tertuju pada kamar yang sering ia tempati. Sagara membuka pintu kamarnya. Semua barang di dalam kamar Sagara masih tertata rapih. Sagara berjalan menuju meja belajarnya. Ia duduk di meja belajar miliknya.

Luka Kita Kala Itu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang