"Ada yang lebih sakit dari kemoterapi. Yaitu, berbohong pada seseorang yang kita sayang hanya untuk menutupi sakit yang kita rasakan."
-Sagara Dirga Dewantara.Hembusan angin pagi menerpa wajah Sagara yang masih tertidur lelap di tempat tidurnya. Sagara membuka matanya perlahan saat sinar matahari membuat matanya silau. Sagara menatap langit-langit kamar, tak tahu kenapa seluruh tubuhnya terasa sakit.
Sagara beranjak dari tidurnya, ia menatap sekeliling kamarnya. Sagara berada di rumah Ayah tirinya, setelah mengantarkan Arunika untuk pulang malam itu. Sagara ingin pulang ke rumah Mamanya. Sagara tersenyum tipis saat mengingat momen malam itu bersama Arunika. Sama seperti dulu, rumah ini selalu sepi. Bahkan, saat Sagara pulang pun tidak ada siapa-siapa di rumah ini. Sagara berharap sekali saja kedua orang tuanya itu berada di rumah dan sedikit memberi kehangatan untuknya. Hanya itu yang Sagara inginkan, Sagara berharap jika Tuhan memanggilnya pulang. Ia ingin merasakan pelukan kedua orang tuanya.Sagara beranjak dari duduknya, ia melangkah menuju kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah. Hari ini Sagara sekolah, karena ia sebentar lagi ujian. Sagara ingin mengejar impiannya, sekaligus membuat bangga Mamanya karena dia lulus.
Tak lama, Sagara berdiri di depan cermin besar miliknya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin itu. Wajahnya sedikit tirus, matanya sendu, bibirnya sedikit pucat. Sagara menghela napas berat, saat melihat pantulan dirinya di cermin. Sagara sedikit membenarkan rambutnya menggunakan tangannya. Sagara melihat telapak tangannya yang di isi oleh helaian rambutnya. Sagara terus menatap sendu tangannya, secepat ini kanker itu merenggutnya?
“Ck. Orang sakit gue.” Sagara menatap cermin yang menampilkan pantulan dirinya seraya tersenyum kecut.
Sagara mengambil tasnya, ia tak lupa membawanya obat yang di berikan Dokter Steven. Mulai sekarang Sagara bergantung pada obat dan kemoterapi. Sagara melangkah keluar, ia berjalan menuruni tangga. Fokusnya membuyar saat mendengar suara percakapan seseorang di sana. Sagara sedikit mempercepat langkahnya untuk melihatnya.
Sagara menghela napas lega ketika kedua orang tuanya sudah berada di rumah. Sekarang mereka sedang asing berbincang di ruang tamu. Sagara berjalan ke arah mereka.
“Mah, Yah. Udah pulang,” kata Sagara sambil mencium tangan mereka.
Wiliam memutar bola matanya malas saat melihat kehadiran Sagara. Rasa senang yang semula muncul karena berbincang mesra dengan istrinya. Kini, hilang begitu saja di gantikan oleh rasa kesal yang menjalar di hatinya.
“Mau berangkat kamu?” tanya Mamanya.
“Iya Mah,” balas Sagara sambil mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Kita Kala Itu
Teen FictionAsa yang di jadikan nirwala kini menjadi lara yang amerta. Ketika pemilik nayanika meminta bahagia tapi takdir berkata tidak. Ketika yang di harapkan adalah sebuah kebahagian tapi yang datang malah sebuah luka yang membekas dalam jiwa. _____________...