04| Contact

55 18 9
                                    


    Willows  menjatuhkan tubuhnya di sofa, dia mengacak-acak rambutnya frustasi, baru membuka handphone-nya saja dia sudah disuguhi notifikasi beberapa panggilan tak terjawab dari sang mama. Walau diiringi dengan beberapa notifikasi telfon tak terjawab juga dari Samuel.

Mama
| Kuliah kamu gimana?
| Besok Mama susul kamu ke Indo.
| Yang baik belajarnya ya sayang.
9.34 PM

Willows memutar bola matanya malas, belajar terus, setidaknya itu saja yang keluarganya tekankan padanya. Sekalipun tak pernah menanyakan soal kondisi Willows. Setidaknya bertanya sudah makan apa belum, pola tidurnya gimana, hari ini harinya baik atau tidak, tak pernah. Selalu pelajaran saja yang dipedulikan sampai otaknya mau pecah mendengar itu.

Padahal setiap malam dia selalu belajar, sampai rela merelakan waktu tidurnya hanya untuk mengerjakan soal-soal tes latihan uji pemahaman atau semacamnya. Mati-matian mengejar nilai IP.

Willows bukanlah tipe lelaki yang menganggap enteng dirinya. Dia di didik dengan keras oleh keluarga besarnya. Terlebih lagi sang Kakek, yang merupakan salah satu kolongmerat di Kanada.

Kakeknya itu memang sangat keras dalam mendidik. Kakeknya memegang teguh prinsip kemandirian, mereka semua harus bisa melakukan semuanya sendiri. Baginya, perhatian itu tidak perlu dalam kekeluargaan, karena itu akan membentuk karakter manja dan bergantung pada orang lain.

Itu memang benar, tetapi tidak yang sampai tidak mempedulikan kondisi kesehatan fisik dan mental sang anak juga.

"Apa belum kurang kerja keras gue selama ini? Mereka selalu menuntut buat dapat yang lebih setelah satu ekspetasi mereka terpenuhi," Willows bergumam mandiri.

"Karena semua orang, nggak akan pernah puas dengan apa yang dimiliki sekarang dan akan terus mau yang lebih sampai mereka mati."

Pemuda itu melempar ponselnya kasar, tubuhnya lelah setiap hari, hari ini dia bolak-balik seperti biasanya. Nanti malam, dia harus belajar lagi.

Apalagi yang bisa di lakukan pemuda itu selain belajar atau merenung sembari menatap rembulan. Itu kebiasaannya, dia penggemar berat sang dewi malam. Baginya tak ada yang lebih cantik dari cahya pelita penerang petang di gemerlap malam.

Lagian, dia tak bisa tidur, dia terlalu bergantung pada pil putih penghantar rasa ngantuk itu. Dia tidak bisa tidur jika tidak menggunakan obat tidur. Itu efek dari kebiasaan begadang belajar tengah malam setiap hari, otaknya jadi selalu aktif berpikir walau jam istirahat sekalipun.

Sebenernya dia bisa tertidur otomatis jika terlalu kelelahan. Diperjelas lagi, jika terlalu lelah.

Willows membuang napasnya kasar, terdengar notifikasi lagi dari dering handphone-nya. Dengan pergerakan malas, dia mengambil ponselnya. Dia pikir itu notif dari sang Mama yang akan menanyakan kenapa chat-nya hanya ia baca.

Nyatanya notif itu berasal dari nomer yang tidak tertera di kontaknya. Dia mengklik notif itu karena penasaran.

Unknow member
| Selamat malem, ganteng.
| Ganggu gak?
| Udah tidur?
| Damera ini, maaf ya tadi manggil lo Lolos.
9.52 PM

| Di read doang, kah?
| Minimal bales, maximal telfon.
9.59 PM

| Tapi besok pagi telfonnya.
| Sekarang gak boleh, udah malem.
10.00 PM

NIGHTLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang