31. GO

1.1K 101 19
                                    

YOYOYO

ABSEN DULU SEBELUM BACA!
PEMBACA LAMA ATAU PEMBACA BARU?

SPAM YELLOW LOVE YANG NUNGGUIN CERITA INI💛

50 vote 50 komen baru lanjut.

Suara sirine ambulan membelah jalanan kota Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara sirine ambulan membelah jalanan kota Jakarta. Begitu nyaring memekak telinga. Para pengendara spontan bergeser kala mobil putih dengan lampu merah biru di atasnya itu melintas. Seakan ikut mengharapan seseorang di dalamnya dapat terselamatkan. 

Suasana menegangkan tak dapat dihindari di dalam mobil putih dengan sirene yang terus berbunyi. Gadis dengan wajah pucat dan baju basah penuh darah itu menatap pemuda di sampingnya pasrah. Kiara. Tidak ada yang mampu gadis itu lakukan kecuali mengalirkan genangan air di pelupuk mata. Tubuhnya bergetar kedinginan diiringi rasa sakit yang tak tertahan.

"Lo denger gue?" Suara itu menyadarkan alam bawah sadar Kiara.

Atlantik. Lelaki itu duduk di samping brankarnya. Dengan sisa-sisa tenaga yang ia punya, Kiara menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Atlantik. Jari-jari lentiknya menggenggam erat jari besar milik Atlantik.

"Sakit," lirihnya dengan mata sayu bahkan saat ini air matanya terasa kering. Hanya tersisa rasa sakit dan ketakutan yang merayap. Menggerogoti harapan yang Kiara pegang.

"Tahan sebentar lagi," ucap Atlantik sambil mengelus pelan jari-jari Kiara yang menggenggamnya.

Perempuan itu tersenyum tipis. Dalam keadaan yang sulit ini ada satu hal yang dia sadari. Atlantik ada di sisinya. Setidaknya lelaki itu tidak mematahkan harapan Kiara untuk bersamanya sampai akhir usia. Ya. Kiara tak yakin lagi bisa melihat matahari di esok pagi. Ketakutan benar-benar membunuh kepercayaan dirinya.

Ambulan itu berhenti tepat di depan gedung UGD. Dua perawat sudah berdiri siap di luar mobil. Atlantik turun lebih dulu lalu disusul brankar Kiara yang didorong dua perawat menuju salah satu ruangan yang sudah disiapkan. Genggaman tangan yang sejak tadi bertaut terpaksa Atlantik lepas kala Kiara memasuki ruangan itu yang disusul seorang Dokter dan beberapa perawat.

Tidak ada yang bisa Atlantik lakukan kecuali menunggu di luar. Cowok itu mengacak rambutnya kasar. Napasnya kembali tersengal dengan dada yang kian sakit. Atlantik memukul kepalanya sendiri kala ingatan tentang masalalu kembali hadir. Tidak, Atlantik tidak siap kehilangan lagi.

Tidak bisa. Semua orang boleh mengatakan ia egois dan tidak tahu diri. Tapi tidak semua orang betapa beratnya Atlantik harus kehilangan orang-orang yang dia sayangi. Atlantik menarik rambutnya kuat. Ia mulai memikirkan bagaimana sikapnya akhir-akhir ini yang cukup baik pada Kiara. Atlantik bahkan memenuhi keinginana gadis itu. Beberapa kali ia melindunginya. Selalu begitu, seseorang yang bersama Atlantik, selalu pergi.

"Tuan, Tuan muda!" Sentakan kuat di bahunya membuat Atlantik melepaskan tangannya yang sejak tadi menarik rambut hitamnya sendiri sedari tadi.

Atlantik menatap Grandy dengan wajah berantakan. Guratan raut khawatir tercetak jelas pada lelaki 30 tahun itu. Jantungnya berpacu saat melihat gps Atlantik yang berada di rumah sakit setelah tidak bisa dihubungi seharian ini.

Cold AtlantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang