Chapter 16

40 4 0
                                    

  Sempat ia berfikir jika semua lelaki itu sama hanya mempermainkan sebuah perasaan yang singgah sekedar ingin tahu bukan menetap. Yang berujung pergi saat dirinya sudah menghancurkan segalanya.

Seperti yang dialaminya sendiri rasanya di tinggal pergi saat dirinya benar-benar sudah menaruh harapan penuh.

  Flashback on

  "Kau ingin makan apa?" tanya seorang lelaki.
  "Eh... Aku ingin makan seafood yang ada di sini. Apa boleh?" pintanya yang di balas anggukan oleh pria di hadapannya.

Bagai anak kecil yang sangat senang karena di beri hadiah permen, dirinya tampak sangat bahagia. Lelaki yang berstatus sebagai kekasihnya Austin menatap dengan penuh kasih sayang serta tangan yang membelai pipinya. Sekitar 3 bulan mereka menjalin hubungan dan Austin menerima kekurangannya yang tak bisa berjalan dan selama 3 bulan tersebut mereka tampak sangat bahagia.

Seperti saat ini mereka sedang makan malam di salah satu restauran di London. Sembari menunggu pesanan datang canda tawa terus terdengar dari meja mereka. Pengunjung yang melihat hal itu hanya tersenyum riang dan berpikir mereka adalah pasangan yang sangat romantis.

  "Terima kasih sudah mengajak ku untuk makan malam di sini. Aku sangat bosan dirumah," ujar Gabriella.
  "Tak masalah. Asal kau senang saja,"

Malam itu hanya di penuhi senyuman dan kebahagiaan dari mereka. Bisa di bilang mereka menerima kekurangan satu sama lain. Saat selesai mengisi perut, mereka berencana pergi dari sana dan masalah dimulai saat ingin membayar semua makanan yang mereka pesan.

   "Gabriella maaf. Aku lupa membawa dompetku. Apakah bisa uangmu yang membayar makanan kita? Aku akan menggantinya janji,"

Sejenak dirinya terdiam dan memperhatikan lelaki yang ada di hadapannya. Masalahnya bukan sekali dua kali ia mengatakan hal tersebut. Sudah beribu kali dia mengatakannya dan tak satupun ucapannya benar. Ya dia tak pernah mengganti uang miliknya. Bahkan beberapa kali saat mereka makan di luar selalu dirinya yang membayar makanan.

  "Ta-tapi uangku..."
  "Tenanglah aku akan menggantinya kali ini," tegasnya.

Tanpa berpikir panjang lagi dan sudah menaruh rasa percaya yang begitu dalam pada kekasihnya, Gabriella dengan senang hati mengeluarkan uang dari sakunya dan membayar makanan yang mereka bayar. Urusan mereka telah selesai dari sana dan pergi meninggalkan restauran.

  "Terima kasih Gabriella. Kau sangat baik. Aku beruntung memilikimu," ujarnya sembari mendorong kursi roda Gabriella.
  "Tak masalah. Kau kan kekasihku," balas Gabriella dengan senyum di wajahnya.

Dirinya menikmati malam ini. Angin malam berhembus lembut menerpa dirinya dan suasana yang tak terlalu ramai. Dalam ketenangan tersebut dirinya tersadar harus segera pulang mengingat Charlotte berada sendiri di rumah.

  "Austin. Aku harus segara pulang adikku sudah menunggu dirumah sendiri," ujarnya.
  "Baiklah kalau begitu kau tunggu di sini sebentar aku ingin ke kamar kecil. Setelah selesai aku akan mengantarmu pulang,"

Dengan secepat kilat Austin berlari menuju toilet umum yang berada di sana meninggalkan Gabriella menunggu sendiri di tengah malam yang dingin.
Sekitar 30 menit Gabriella menunggu kekasihnya dan berharap segera kembali. Malam semakin larut dan dirinya mulai kedinginan. Tak ada tanda-tanda bahwa Austin akan kembali, karena terlalu lama Gabriella memutuskan untuk menyusul sang kekasih. Mendorong kursi rodanya seorang diri di tengah malam dan mencari toilet umum terdekat.
Sebenarnya ia tak di berhentikan tepat di depan toilet umum. Bahkan dirinya tak tahu dimana letak toilet umum di sekitar ia berada sekarang. Austin hanya berlari kencang meninggalkan dirinya.

Ijinkan Aku Mengulang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang