Chapter 31

4 0 0
                                    

  Suasana saat ini begitu mendukung akan rencana mereka. Jalan yang tak terlalu ramai dan cuaca yang cerah. Menang hari ini alam sangat baik pada mereka sehingga menyediakan satu hari tanpa adanya masalah.

Tepat di sebuah gedung besar bercetak kan poster dan informasi berbagai film. Mereka memasuki tempat itu yang tak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang di sana. Gabriella pikir mereka akan kehabisan tiket untuk menonton kala malam adalah waktu semua orang bersantai, salah satunya pergi ke bioskop. Namun, dugaan nya salah Bahkan manusia yang datang malam ini bisa terhitung dengan jari.

  "Aku mengira kalau bioskop ini akan sangat ramai," tuturnya.
  "Bukannya itu bagus kita bisa berdua di sini tanpa ada yang mengganggu. Lagi pula aku tak ingin cantik ku di lihat banyak orang. Cukup aku saja yang melihat cantik mu,"

Sontak perkataan itu langsung membuat pipi Gabriella merah seperti kepiting rebus. Ya Revano menang selalu bisa membuatnya tak berdaya.

  "Berhenti menggodaku dan cepat beli tiketnya,"
  "Baiklah uang mulia," Membungkuk dan pergi menuju kasir.

Gabriella menunggu tak jahu dari Revano berada yang sibuk membeli tiket dan makanan untuk mereka. Sejujurnya Gabriella tak tau mereka akan menonton apa dan Revano pon tak memberitahu dirinya.

  "Film apa yang akan di tonton. Revano tak memberitahuku. Jahat sekali,"

Sekitar 3 menit Gabriella menunggu, akhirnya Revano datang dengan 2 popcorn di tangan kirinya dan 2 minuman yang jepit di antara lengannya. Gak lupa tiket yang berada di mulutnya.

  "Kalau tak bisa membawa semuanya minta bantu padaku," mengambil satu popcorn dan jus dari Revano.
  "Aku bisa lihat buktinya bisa kan," balas Revano setelah mengambil tiket dari mulutnya.

Tanpa menunggu lama mereka segera pergi ke salah satu ruangan untuk menonton sebuah film yang telah di nanti. Di sana tak ada orang sama sekali. Hanya ada mereka berdua dengan cahaya terang dari layar bertanda film akan segera di mulai. Revano membawa Gabriella ke paling sudut dan ujung bangku penonton.

  "Kenapa hanya ada kita?" tanya Gabriella panik.
  "Tenanglah tak ada apa-apa. Nikmati film nya. Aku sengaja memesan nya khusus untuk hari ini agara kita bisa menikmati malam dengan menonton film hanya kita berdua,"

Perkataan itu sontak membuat Gabriella tersentuh. Tak pernah ia dapati cowok sebaik Revano. Dan semua ini ia lakukan demi dirinya? Sungguh sangat manis dan menyentuh hati.
 
  "Terima kasih," ujar Gabriella pelan.

Setelah tak ada lagi suara. Saat film siap di putarkan kedua mulai asik menatap ke layar. Revano yang menggenggam tangan Gabriella erat dan ia menyandarkan kepalanya pada pundak Revano. Sungguh posisi yang perlu di abadikan. Tak pernah ia merasa senyaman ini Dnegan orang lain. Dan Revano memperlakukan dirinya dengan sangat lembut.

  "Aku mencintaimu Revano. Sangat mencintaimu,"

3 menit film telah berlangsung dengan dua insan yang setia menatap layar. Namun, ada sesuatu hal yang membuat hati dari dua insan ini merasa gelisah. Sejak film di mulai hingga saat ini hati Gabrielle merasa gundah dan tak henti memikirkan hal lain. Seperti ada sesuatu yang tertinggal.

  "Aku merasa ada yang tinggal. Tapi tak tau apa itu. Ha semua tak begitu penting,"

~~~~°°°~~~~

Di depan sebuah rumah lumayan besar dengan nuansa putih sekelilingnya ada sepasang kaki yang berdiri sedari tadi menunggu sang pemilik rumah keluar. Entah sudah berapa kali ia menekan bel berharap seseorang mendengarnya. Namun, sudah 3 menit yang menunggu tak ada satupun ia keluar dari pintu itu.

  "Kemana Gabriella apa sudah pergi? Tidak mungkin dia meninggalkanku,"

Dengan kaki yang gelisah dan lelah terlah berdiri sedari tadi kini ia menekan bel rumah itu untuk sekian kalinya. Dan kali ini ia mendengar suara pintu yang terbuka. Telat di hadapannya seseorang dengan baju piyama dan suarai rambut sedikit berantakan menatap tajam dirinya Dnegan sorot mata tak senang.
Tak perlu terlalu lama Adelina bisa langsung menebak itu adalah adik sahabatnya.

  "Hai maaf apa kakak mu ada di rumah?" tanyanya ramah.

Sebisa mungkin Adeline tersenyum Rahmat pada Charlotte dan berkata Dnegan nada yang lembut. Dari sorot mata nya Adeline bisa merasakan rasa kebencian yang mendalam. Terlebih hubungan Charlotte dan Gabriella tak pernah membaik.

  "Siapa kau dan untuk apa ke sini?"

Dengan tangan yang terlipat di dada mengapa wanita dengan dress hijau tosca dan tas berada di bahunya dari ujung kaki hingga ke atas. Tak adaoenglihatan yang terlewati sedikitpun. Pasalnya orang yang ada di hadapannya saat ini tak pernah ia lihat sebelumnya.

  "Aku temannya kakakmu. Aku ingin menemuinya," balas Adeline.
  "Dia sudah pergi dengan pacarnya,"

Tanoa berpikir lama Adeline sudah tau orang yang dimaksudkan Charlotte Revano. Ia hanya sedikit tak menyangka mereka berdua meninggkan sendiri. Padahal Adeline lah yang merancang semuanya dan ia pula yang tertinggal sungguh kejam.

  "Baiklah kalau begitu aku pergi saja sampai jumpa,"

Tanpa berlama lama lagi ia segera melangkah kan kaki dari rumah itu. Jujur saja di luar rumah saja aura yang ia rasakan sudah sangat tidak enak. Tak ada sedikit rasa hangat di sana. Hanya dingin dan dingin.

3 langkah yang berjalan pergi suara khas itu memanggil dirinya. Suara penuh penekanan.

  "Hei Adeline, kau Adeline bukan sahabatnya kakak ku? Tolong katanya katanya jika aku adiknya tak akan pernah membuatnya bahagia. Dan satu lagi aku akan merebut apa yang telah ia dapatkan," ujar Charlotte serasa menutup pintu kasar.

Perkataan itu sontak membuat Adeline terdiam sesaat. Mencerna setiap katanya yang Charlotte ucapkan. Ada makna tersirat dari kalimat itu dan yang pasti itu bukanlah suatu yang baik. Ia ingin menanyakan lebih detail lada Charlotte, tapi sang pemilik nama sudah memilih menutup pintu. Dengan napas berat Adeline kembali berjalan pergi menuju tempat yang ia ingin kunjungi.

~~~~°°°~~~~

Dalam ruangan yang cukup dingin ada dua insan yang masih setia dengan posisi mereka. Revano yang mencium pucuk kepala Gabriella dan mengelus punggung tangannya membuat sang pemilik nya tak bisa berkata-kata lagi. Gabriella hanya menerima semua perlakuan membuat Revano dengan mata yang masih fokus pada film. Kedua nya tak ingin lepas dari itu dan setia dengan apa yang mereka lakukan. Rasanya terlalu nyaman jika harus mengakhiri. Hingga pada akhirnya

BRAKKKK

~~~~°°°~~~~


Ijinkan Aku Mengulang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang