"Kau cukup berani juga. Aku akui. Kalau begitu mari kita lakukan,"
Senyum kemenangan terpampang di wajah Charlotte. Ia sebenarnya tak menduga bahwa Revano akan menyetujui ajakan dirinya. Namun, hal tak terduga terjadi. Sepertinya alam mendukung rencana liciknya. Dengan senyum semeringai ia segera mengikuti langkah Revano dengan gandengan tangan sepanjang jalan.
"Lihatlah Gabriella. Aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Selanjutnya bersiaplah untuk hidup sengsaramu akan di mulai,"
Tangan kecilnya yang terus menggandeng lengan Revano membawanya jahu dalam dunia yang ia buat. Jika sang pemilik tangan sudah setuju bukannya akan lebih mudah untuk meneruskan semua tujuannya? Katakan Charlotte adalah saudari yang gila. Namun, kenyataan nya memang begitu.
"Kenapa kau tidak menolak ku?"
Sedikit ada kejanggalan hari ini. Revano yang dengan senang hati menerima tawarannya tanpa ada perdebatan. Dan jangan lupa jika Revano sudah memiliki kekasih.
"Kenapa aku harus menolakmu? Bukannya kau juga ingin aku hanya menuruti keinginanmu," balas Revano.
"Kalau begitu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"
"Lakukan apa yang menjadi kata hatimu. Dan aku tinggal mewujudkannya saja,"Tanpa berpikir panjang, Charlotte langsung mengiyakan. Melanjutkan perjalanan paginya dengan seseorang yang berhasil ia rebut dalam waktu yang sangat singkat. Entah dirinya atau Revano yang menang sudah kehilangan akal. Namun, di balik itu semua akan ada dunia yang hancur jika salah satu mata melihatnya.
~~~~°°°~~~~
Matahari yang telah menampakkan diri sedari tadi. Cahayanya yang terang menembus jendela kaca menyinari sebagain wajah yang damai oleh mimpi. Mentari yang membangunkan insan yang terlelap oleh singgasana mereka. Dua mata yang sadar, sekarang membuka menatap dunia pagi. Tak ada suara yang menganggu. Semuanya di sambut oleh keheningan.
"Sudah jam berapa ini,"
Tangannya mulai meraba di sekeliling mencari apa yang ia butuhkan. Tepat tangannya menyentuh ponsel miliknya. Matanya seketika membulat dengan apa yang tertera di sana.
Jam yang menunjukkan pukul 8 pagi dan ada pesan Revano yang belum terjawab. Katakan pagi ini ia tertimpa sial. Dengan cepat jarinya membuka pesan dari orang tercinta. Ada pesan dan 5 panggilan tak terjawab sejak tadi. Rasa panik di selingi bersalah segera ia membalas pean itu.Revano...
/Maaf. Maaf aku baru
membalas pesanmu//Aku baru bangun sungguh/
Nomor yang tertera di sana tak aktif. Entah ada apa dengannya hingga tak sadar sudah melewati batas tidur. Dengan perlahan ia membawa tubuhnya pergi keluar kamar. Gak ada teriakan, juga tak ada suara alat yang memekakkan telinga. Rumah ini sangat damai. Biasanya saat ia terlambat bangun akan ada satu orang yang membangunkan dirinya. Mulai dari teriakan hingga menjatuhkan barang-barang. Namun, kali ini tak ada sama sekali."Beneran nih rumah? Tumben gak ada keributan,"
Matanya sibuk mencari sekeliling. Rumah masih dalam keadaan rapi sama seperti tadi malam dan satu hal yang aneh, tak ada suara sang adik di rumah itu.
"CHARLOTTE... CHARLOTTE APA KAU MASIH TIDUR?"
Tak ada suara balasan. Gabriella berpikir mungkin sangat adik masih tertidur lelap menelusuri alam mimpi. Tanpa berpikir panjang ia segera menuju dapur dan mulai memasak sebelum teriakan yang tak ingin ia dengar keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ijinkan Aku Mengulang Waktu
Teen FictionBagaimana rasanya dibenci oleh orang yang kita sayangi? Berjuang membesarkannya seorang diri. Namun, pada akhirnya pergi meninggalkan dengan rasa benci yang mendalam. Bahkan tak ada cinta di dalam hidupnya. Bahkan orang yang selama ini ada di hidup...