Chapter 7

69 21 12
                                    

  'Tidakkah menyedihkan ketika kamu tersakiti, namun hanya bisa berkata, aku sudah terbiasa,'

(Said Gabriella)

***

  "Charlotte dengarkan kakak. Charlotte...,"

Memasuki rumah dengan langkah yang tergesa-gesa. Baju yang kotor dan rambut yang acak-acakan. Scarlett yang berdiam diri sedari tadi hanya memperhatikan kedatangan temannya. Dan sang kakak temannya dengan wajah cemas dengan keadaan yang sama, kacau tak menentu. Ia berdiri menghampiri Charlotte. Berdiri di hadapannya menatap setiap inci temannya.

  "Charlotte kau baik-baik saja kan?" tanya Scarlett cemas.
  "Minggir jangan menghalangi jalanku. Dan kenapa kau ada di sini? Untuk menertawakan ku silakan saja!"

Membanting dirinya ke sofa dengan kedua tangan terlipat ke dada. Hanya amarah yang menyelimuti dirinya. Mengingat kembali kejadian yang tak bisa di pungkiri.

Ingin sekali Charlotte menangis sekeras mungkin melempar semua benda yang bisa ia gapai meluapkan semua amarahnya. Namun, semua itu tak bisa ia lampiaskan. Hanya memendam semuanya dalam. Mata yang berair siap menumpahkan semua kesedihannya.

  "Charlotte apa yang sebenarnya terjadi? Dan keadaanmu sangat kacau,"
  "DIAM. AKU MINTA KAU DIAM. Katakan saja kau ke sini ingin menertawakanku kan? Silakan tertawaan diriku yang bodoh ini!!!"

Hanya bisa diam memandang satu sama lain dengan wajah cemas. Gabriella yang hanya bisa melihat keadaan sang adik yang menyedihkan diam terpaku. Rasanya begitu hancur berkeping-keping tak berdaya dan gagal. Gagal menjaga Charlotte.

  "Charlotte dengarkan aku. Sekarang lupakan semua ya.....,"
  "Kau bilang apa? Lupakan semuanya begitu! Kau tahu semua ini gara gara dirimu dan kaki cacat mu. AKU MEMBENCI DIRIMU SANGAT. Kau adalah pembawa sial bagi diriku," bentaknya. Berdiri pergi dengan tangis yang jatuh ke wajahnya.

Ingin sekali memeluk erat melepaskan semua kesedihan yang ada di diri sang adik. Tak membiarkan seorangpun melukainya. Dan mengatakan bahwa ini semua sangat menyakiti hatinya. Namun, hal itu tercegah oleh dinding ke egoisan yang mana Charlotte terlalu buta untuk melihat hal itu.

Suasana yang tak tepat untuk membahas semuanya. Hanya akan menambah rumitnya masalah diantara mereka. Untuk saat ini adalah diam dan menunggu hari esok. Berharap dengan berjalannya waktu bisa membuat keadaan membaik. Walau waktu itu akan berputar beribu kali untuk menyelesaikan masalah yang ada.

  "Scarlett terima kasih kau telah datang dan menunggu kami. Dan maaf soal Charlotte tadi,"
  "Tidak masalah asalkan kalian baik-baik saja. Soal Charlotte tadi tidak perlu minta maaf aku sudah terbiasa dengan sikapnya," ujar Scarlett.

Tersenyum tipis Menatap senang orang di hadapannya. Setidaknya Gabriella merasa senang ada orang yang akan menjaga adiknya di luar sana.

  "Baiklah kalau begitu saya pamit dulu permisi," membungkuk badan sedikit melangkah pergi.

Hanya ada keheningan melanda. Rasa sakit yang luar biasa di dirinya. Merasa gagal dalam segala hal. Menggigit bibirnya kuat menahan air mata yang hendak keluar.

  "Maafkan aku Charlotte. Maafkan aku, aku kakak yang buruk,"  bisiknya.

Menghela napas panjang pergi menuju kamarnya. Di sana ia bisa melihat dengan jelas begitu banyak foto terpajang di kamarnya. Sebuah senyum indah yang tak bisa ia dapati lagi. Kenangan kebersamaan nya dengan Charlotte begitu indah terlihat.

Ingin sekali pergi kemasa lalu mengulang kembali kebahagiaan yang telah hilang. Merasakan genggam sang adik yang tak ingin ia pergi dan senyum manis terukir di wajahnya. Semuanya telah berubah hanya tinggal butiran kebahagiaan kecil yang sebentar lagi hilang terbawa angin.

  "Ma, pa, maafkan aku. Maaf aku gagal menjaga Charlotte maaf aku tak bisa menepati janji kalian,"

Tanpa sadar air mata jatuh ke pipinya yang masih setia menatap kenangan yang berlalu. Menyesali setiap perbuatan dan kegagalannya.

   ***

  "Aku membencinya sangat aku sangat membencinya hiks,"

Menyembunyikan wajahnya di balik bantal. Ingin rasanya pergi sejauh mungkin meninggalkan rasa sakit di belakang sana. Yakin dirinya akan menjadi bahan bullyan di sekolah besok. Hal itu hanya menambah rasa sakit dan benci yang mendalam pada sang kakak.

  "Aku ingin mama dan papa aku ingin bersama mereka," ujarnya pelan.

Cukup merasa tersiksa kali ini. Hidupnya tak seindah dulu bisa merasakan semuanya dalam hidup ini. Di dunia ini tak ada yang bisa bertahan selamanya. Semuanya akan pergi menghilang satu persatu. Seperti kebahagiaan pada dirinya. Menghilang pergi satu persatu dan meninggalkan bekas luka yang mendalam.

  "Charlotte...,"

Terdengar lirih seseorang memanggilnya namanya. Mengangkat kepalanya berpaling ke arah belakang. Charlotte bisa menduga itu siapa. Dari nada suara sangat mudah di kenali.

  "Kenapa kau datang ke sini?"
  "Kakak hanya memastikan kalau keadaan mu baik-baik saja," balas Gabriella.
  "Untuk apa kau peduli padaku. Cukup kau mempermalukan diriku di pesta itu. Lihat saja esok hari akan datang sebuah bencana g karena dirimu," tegas Charlotte.

Hanya diam memandang Charlotte lirih. Begitu lelah untuk membalas. Ingin sekali menutup telinga rapat-rapat sehingga tak terdengar apapun lagi.

  "Maafkan aku. Aku telah gagal menjagamu,"
  "Kau sadar juga apa yang telah kau lakukan. Kau bukan hanya gagal tapi telah menghancurkan semuanya. Sebaiknya kau pergi atau aku yang memaksamu pergi,"

Tak punya pilihan lain kecuali pergi. Meninggalkan kamar tersebut pergi menuju kamarnya. Menuruni anak tangga dengan kursi roda yang sudah di buat khusus untuk situasi seperti saat ini.

Tak ingin menambah perdebatan lebih lama. Dirinya tahu kalau Charlotte memerlukan ruang untuk saat ini. Sama seperti dirinya memerlukan ruang untuk mengasingkan diri dari semuanya.

  "Bisakah semuanya segera berakhir? Aku ingin segera pergi dari sini meninggalkan dunia keji ini selamanya. Sungguh rasanya begitu sakit seakan diri ini telah mati, tapi jiwa masih berada di dunia," batin Gabriella.

Semakin hari rasa sakit itu semakin terasa. Setiap detik dan langkah yang ia buat. Lukanya begitu berbekas ingin sekali pergi meninggalkan semuanya. Janji yang seharusnya tak pernah ia buat. Yang membuatnya dirinya hancur hingga tak terbentuk.

  "Aku tak bisa mengulang waktu dan memperbaiki masa lalu, tapi aku bisa memperbaiki masa yang akan datang nanti. Dan saat itu datang aku harap kau merasa bahagia dan menjalani hidupmu. Tak perlu mengkhawatirkan diriku karna diriku telah bahagia dengan hanya melihatmu tersenyum tulus padaku," lirihnya. Menatap bingkai foto sang adik. Berharap semuanya segera berakhir.

***

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh kak semua

Semoga suka sama ceritanya jangan lupa vote dan komen

Typo bertebaran!!!

Ijinkan Aku Mengulang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang