Cukup lama Gabriella dan Adaline berada di kantin. Berbincang soal perasaan yang Gabriella rasakan. Perasaan yang sudah lama di pendam kini muncul kembali.
"Bagaimana kalau kita temui pria yang dirimu maksud," saran Adaline.
"Tidak. Aku takut dia tidak menyukai ku. Aku hanya ingin memendam ini semua," ujar Gabriella.
"Baiklah kalau itu yang dirimu maksud. Kita kembali saja ke kelas. Jam istirahat hampir berakhir," ujar Adaline. Yang di balas anggukkan oleh Gabriella.Hari ini bisa di bilang hari yang tenang bagi Gabriella. Belum ada orang yang menganggu nya hari ini. Ya semua orang tentu sedang sibuk menyambut kedatangan murid baru. Di tambah murid itu sangat tampan. Siapa yang tidak tergila-gila dengannya. Dia juga berasal dari universitas ternama di Singapura. Bagai dewa yang turun dari langit menyapa semua orang, dia lebih di katakan sempurna.
"Ouh ya Gabriella siapa nama laki-laki yang kau suka itu?"
"Hmmm Revano. Namanya Revano Aditra Mahaputra," balas Gabriella dengan senyum kecil terukir di wajahnya.
"Apa? Revano kau katakan,"
"Iya emang ada ada apa? Kau mengenal nya?"Sejenak Adaline terdiam. Reaksi saat Gabriella memberi tahu nama laki-laki itu cukup terbilang aneh. Terkejut seakan nama itu tak asing di telinganya. Namun, Gabriella tak mengambil pusing hal itu. Adaline hanya melanjutkan mendorong kursi rodanya hingga tiba di depan kelas. Suasana bising dalam kelas masih terdengar jelas di pendengaran mereka. Tidak terlalu jelas apa yang mereka debatkan di sana. Yang pasti berhubungan dengan murid baru itu.
"Kelasmu sudah berubah menjadi pasar malam," ujar Adaline
"Biarkan saja. Kalau begitu aku masuk ke dalam dulu,"Saat Gabriella hendak mendorong kursi rodanya memasuki kelas satu langkah kaki keluar dari sana. Dengan kedua tangan yang memasuki kantung celana dan langkah kaki yang begitu santai, sudah bisa di tebak siapa orang itu. Orang yang menjadi incaran para perempuan satu kelas. Ah termasuk dirinya.
"Re-revano,"
"Ouh kau. Orang yang kutemui di lorong tadi kan?" tanyanya.
"I-iy-iya,"Tatapan mata dengan kondisi badan kaku seluruhnya. Sepertinya dia terkena serangan. Ya serangan jatuh cinta. Hanya melihatnya dari jarak dekat sudah membuat Gabriella diam seribu bahasa. Bahkan ia bisa merasakan suaranya hilang entah kemana.
"Revano kau berada di kelas Gabriella ternyata," seru Adaline.
"Apa dia teman mu Adaline?" tanya Revano yang balas anggukan oleh Adaline.Apa mereka saling mengenal satu sama lain? Mereka terlihat begitu akrab. Entah bagaimana cerita nya yang pasti itu bukan sebuah masalah besar bagi Gabriella. Dia hanya ingin menatap Revano lebih lama. Begitu lama hingga sang pemilik mata menyadarinya.
"Hei Gabriella. Kau melamun?"
Seakan tersambar petir di singa hari, Gabriella tersadar dari lamunannya dan ya... Sedikit malu karna dirinya ketahuan memperhatikan Revano cukup lama. Sangat memalukan jika sudah ketahuan menyukai seseorang. Apalagi jika sudah berhadapan langsung dengan orangnya maka segala tingkah akan keluar tanpa di sadari.
"Ouh jadi laki-laki ini yang kau maksud Gabriella? Dia cukup tampan dan baik loh," goda Adaline.
Sebenarnya Gabriella sudah cukup malu dengan semua keadaan ini. Di tambah Adaline yang terus menggoda dirinya. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya menahan rasa malu.
"A-apa kalian saling mengenal?"
"Tentu, Revano ini sepupu jauhku yang berkuliah di universitas ternama di Singapura," jelas Adeline.
"Tapi kau, tidak mengatakannya saat aku menceritakan nya. Eh..."Secara reflek Gabriella menutup mulutnya rapat. Astaga sekarang dia ketahuan sedang menceritakan Revano. Dan hal itu di dengar jelas oleh pemilik nama. Tingkahnya benar-benar diluar kendali.
"Kau menceritakan ku tadi pada Adaline?" tanya Revano sembari menatap bingung Gabriella.
"Ya tentu. Dia menceritakan banyak sekali tentangmu. Dan Gabriella, kau menceritakan Revano tanpa menyebutkan namanya. Mana aku tahu kalau yang kau ceritakan itu Revano," sambar Adeline dengan senyum konyol di wajahnya.Sangat terlihat jika Adeline sedang mempermainkan dirinya. Mungkin wajah Gabriella sudah terlihat seperti kepiting rebus menahan malu sedari tadi. Dan Revano? Jangan di tanya dirinya hanya tertawa kecil melihat tingkah Gabriella dan Adaline.
"Oke kalau begitu aku kembali ke kelas dulu. Dan kau Revano jaga sahabatku dengan baik kau mengerti? Aku kembali dulu ke kelas bye,"
"Eh Adaline tung,"Belum sempat Gabriella menyelesaikan kalimatnya Revano sudah berada di belakang dirinya dan bersiap mendorong kursi rodanya. Pemandangan yang sangat langkah bukan?
"Eh. Tu-tunggu dulu. Ak-aku bi-bisa sendiri," ujarnya kaku.
"Tidak masalah. Aku ingin membantumu,"Dengan hati-hati Revano mendorong kursi Gabriella memasuki kelas. Bel berbunyi dengan begitu kencang bertepatan saat mereka berdua memasuki kelas. Suasana yang riuh kini berubah menjadi hening dengan sorot mata tajam menuju ke arahan mereka. Tentu saja, siapa yang tak iri melihat Revano mendorong kursi roda Gabriella untuk memasuki kelas. Semuanya hanya diam memperhatikan mereka. Rasa iri dan marah bersatu dalam satu tatapan tajam.
Revano hanya diam tanpa memikirkan tatapan mereka. Lain hal nya dengan Gabriella yang hanya menundukkan kepalanya dengan rasa takut menyelimuti tubuhnya. Dia tak bermaksud menimbulkan masalah baru. Apalagi berhubungan dengan cowok populer kali ini. Kini satu hal yang ia tahu pasti dirinya akan kembali di bully karena hal ini.
"Te-terima kasih," ujarnya pelan.
"Tak masalah," balas Revano dan kembali duduk di kursinya.Sorot mata itu masih tak lepas dari dirinya dan sekarang akan timbul masalah baru dari hidupnya. Masalah asmara. Masalah yang paling ia benci seumur hidup. Dimana hal ini yang membuat dirinya hilang arah yang menimbulkan trauma. Sempat ia berfikir jika semua lelaki itu sama hanya mempermainkan sebuah perasaan yang singgah sekedar ingin tahu bukan menetap. Yang berujung pergi saat dirinya sudah menghancurkan segalanya.
~~~~°°°~~~~
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh semuanya...
Kelamaan ya up nya..
Maaf ya... HeeeDi chapter ini cuma mau bilang semoga suka 😁
Kalau up nya kelamaan maaf dan di maklumi aja ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ijinkan Aku Mengulang Waktu
Fiksi RemajaBagaimana rasanya dibenci oleh orang yang kita sayangi? Berjuang membesarkannya seorang diri. Namun, pada akhirnya pergi meninggalkan dengan rasa benci yang mendalam. Bahkan tak ada cinta di dalam hidupnya. Bahkan orang yang selama ini ada di hidup...