Chapter 19

32 2 0
                                    

Hujan yang damai saja terkadang tidak luput dari kilatan petir. Lantas apakah aku harus percaya pada jiwa yang terlihat damai?

(Gabriel said)

~~~~°°°~~~~

Malam hari adalah malam yang dimana semua orang merasakan ketenangan dalam nya. Mengistirahatkan seluruh tubuh dengan kegiatan yang telah di jalani sepanjang hari. Namun, tidak dengan satu rumah yang hanya berisikan kakak beradik ini. Keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Rumah yang di anggap tempat kehidupan ternyaman kini hanya sebatas bangunan saja.

Dari balik jendela luar, dengan sinar bulan yang menerangi jalanan. Bintang yang bertaburan di langit malam. Suasana jalanan yang begitu padat dengan pulangnya semua orang dari pekerjaan mereka. Tampak sangat damai bukan apa yang ada di luar di sana, tetapi tidak dengan pandangan Charlotte. Dunia yang ada di Pandangan nya begitu sangat berbeda. Jahu dari kata indah yang ia lihat saat ini.

  "Sekarang aku tahu kenapa banyak orang memilih untuk bunuh diri. Rasa lelah yang tidak bisa di ungkapkan membuat kepala rasanya ingin pecah, ingin berteriak tapi tidak bisa, mental yang sudah rusak, jiwa yang mati dan raga yang di paksa untuk bertahan. Betapa kejamnya kehidupan ini. Entah apa yang terjadi sehingga semua orang terlahir di dunia ini dan menjalaninya dengan pahit,"

Dalam setiap mata yang melihat mempunyai pandangan yang berbeda. Dalam setiap mata yang di ucapkan mempunyai pemikiran yang berbeda. Begitu juga dunia. Saat setiap mata takjub akan indahnya luar di balik itu ada kejutan yang tak terduga.

~~~~°°°~~~~

  "Charlotte hari ini kau pergi sendiri saja ke sekolah tidak apa-apakan?" tanya Gabriella.
  "Siapa juga yang ingin pergi bersamamu. Hanya menyusahkan ku saja,"

Tak ada ada pembicaraan setelah itu. Charlotte pergi mengambil tasnya dan keluar meninggalkan Gabriella. Bahkan tak ada kata selamat tinggal yang ia ucapkan untuknya.

  "Baiklah aku sudah terbiasa, tetapi tetap saja rasanya sakit,"

Satu senyuman tulus terukir untuk sekian kalinya. Kali ini tak ada tetes mata yang keluar. Namun, bekasnya tentu akan tercipta.

Pagi ini seseorang yang ia nantikan tiba di hadapannya. Berdiri di depan pintu rumahnya dengan senyum manis dan tatapan tulus dari matanya. Sekian lama tak pernah lagi ia dapatkan tatapan dan senyuman itu untuk nya dan hari ini ia mendapatkan semuanya.

  "Selamat pagi Gabriella,"
  "Pa-pagi vano," balasnya gugup.

Entah mengapa seakan angin membawa suaranya pergi menghilang. Rasa senang dengan degup jantung yang tak terarah seakan membawa pergi menuju dunia impian.

  "Ayo kita pergi,"

Tangan nya lembut menyentuh kursi rodanya, mendorong menuju pergi menjahu dari tempat mereka semula. Hanya terdengar kendaraan orang-orang yang berlalu lalang. Sedangkan Gabriella begitu sibuk menenangkan detak jantungnya yang terus berdetak kencang.

  "Dimana adikmu Gabriella. Aku dengar kau mempunyai seorang adik dari Charlotte," seru Revano.
  "Anu... Itu... Dia sudah lebih dulu pergi,"

Jawaban Gabriella hanya mendapat anggukan dari Revano. Memilih pergi meninggalkan rumah yang hanya sebatas bangunan di matanya.

Sepasang mata memandang sekeliling dengan sudut pandang yang biasa. Namun, berbeda dengan pandangan yang ia rasakan saat ini. Seseorang seperti memperhatikan dirinya begitu dekat bahkan seruan napas terdengar jelas di telinganya.

  "Kenapa kau memandangiku seperti itu?"
  "Kau cantik."

Dua kata yang membuat siapa saja diam terpatung dengan wajah semerah tomat. Di puji oleh orang yang kita sukai adalah anugerah yang tak semua orang bisa dapatkan dan berapa beruntungnya ia bisa mendapatkannya.

  "Lihatlah wajahmu memerah."

Gabriella yang hanya diam menundukkan kepalanya. Hal yang memalukan saat tertangkap basah jika dirinya menahan rasa senang. Bohong jika ia tidak senang mendengar hal itu.

  "Tenang Gabriella, dia hanya memujimu agar dirimu senang bukan karna dirimu cantik. Seharusnya jangan menaruh perasaan tentang hal itu."

Setiap perjalanan mereka hanya ada kesunyian di sana. Tanpa suara dan tanpa ada yang memulai percakapan. Kebersamaan kali ini tidak begitu istimewa. Gabriella yang membingungkan isi hatinya dan Revano mengharapkan sesuatu darinya. Dua insan manusia yang sedang menunggu takdir yang terjadi pada mereka.

  "Revano apa kau tidak malu pergi bersamaku?"
  "Buat apa aku malu?"
  "Ya karna aku cacat,"

Terlintas sejenak dalam benaknya sebuah pertanyaan yang bahkan semua orang tau jawabannya. Bahkan dirinya juga membenci hal itu.

  "Buat apa aku malu pergi sama bidadari?"

Antara panas yang menyambar dirinya dan angin yang menerpa seluruh wajahnya merah bagai kepiting rebus. Seumur hidupnya tak pernah ia dapati seseorang mengatakan hal manis seperti itu.

  "A-aku tidak secantik itu," ujarnya pelan.
  "Iyakah? Bagiku kau sangat cantik," balas Revano.

Keduanya kembali terdiam. Gabriella yang tak dapat berkata-kata dan Revano yang tersenyum sepanjang jalan. Satu hal yang perlu kalian tau ada seseorang yang sedang mengontrol detak jantung tak kunjung membaik. Hari dan keadaan yang mendukung. Kali ini dunia berpihak padanya. Biarkan hanya  dirinya dan Tuhan yang mengetahui isi hatinya. Berharap dan tidak berharap tak ada yang baik jika semuanya berlebihan. Biarkan semuanya berjalan sesuai waktu dan tunggu hasil akhirnya.

  "Aku tidak berharap banyak padamu Revano, tapi ijinkan kali ini kau yang dapat mengubah semuanya,"

~~~~°°°~~~~

Semuanya bersorak berkumpul di satu titik. Melempar bahkan mengucapkan cacian. Pagi yang buruk jika kalian di posisi Charlotte. Dirinya duduk di lantai tak berdaya dengan sekeliling iblis mengitarinya. Semuanya bersorak memaki bahkan melempar beberapa kertas padanya. Semuanya terjadi hanya karna dirinya tak sengaja menumpahkan ember berisi air dan membuat seluruh kelas basah dan beberapa orang yang lewat terjatuh karna itu.

  "Jika kau tak ingin seperti ini maka jangan membuat ulah. Mengerti?"
  "Lagian kau tidak kapok apa sudah di bully setiap hari malah membuat ulah pagi begini,"
  "Dasar pembuat onar. Jala**g,"

Semua perkataan tak dapat lagi ia saring dalam benaknya. Semuanya begitu berisik dan isi pikirannya saat ini tak dapat lagi mencerna apapun. Jika melawan pun dirinya tak akan sanggup melawan orang sebanyak itu. Seluruh badannya bergetar hebat menahan tangis yang hampir keluar. Beberapa orang yang melihat itu tak mampu berbuat apa-apa. Sekali ada perlawan maka aku akan mati saat itu juga. Scarlett yang melihat itupun tak mampu berbuat apa-apa. Matanya Pun tak sanggup lagi memandang dunia saat ini.

  "Tolong berhenti.... Aku... Tidak kuat... Mama, papa bawa aku pergi bersama kalian,"

~~~~°°°~~~~

Sudah lama ya heeeee 😁
Selamat membaca ...

Bentar mau marahin author nya dulu lama banget update 😁😁

Ijinkan Aku Mengulang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang