Ella hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar kabar bahwa Max memiliki kekasih. Berita itu, jauh lebih tidak lucu dari lawakan yang pernah dilontarkan Grace tentang salah satu dosen mereka. Namun, saat seorang wanita—oh, tidak, bagi Ella, dia lebih terlihat seperti pelacur murahan dari Red District—bergelayut dengan cara paling menjijikan yang pernah Ella lihat. Tentu saja, saat Max membawa pelacur itu diperkenalkan, Ella lebih memilih menjilat es krim murahan dari penjual di tengah taman.
"Kau baik-baik saja?" tanya Prince.
"Ya, kenapa memangnya?"
"Hari ini kau lebih pendiam dari biasanya. Kau juga mau datang ke taman untuk berkencan denganku."
"Kau jangan besar kepala, Prince. Aku datang ke sini, karena tidak ingin mendengar ocehan James yang terus menyuruhku untuk menemuimu," kesal Ella. "Hari ini, kita hanya perlu duduk dan menunggu wartawan mana pun untuk menangkap basah kita berdua, 'kan?"
"Sayang, kenapa masih bersikap seperti ini?" tanya Prince dengan wajah memelas, tapi sedetik kemudian langsung mengangkat kedua tangannya menyerah, saat Ella menatapnya tajam. "Ini tidak terlalu buruk, setidaknya kita bisa berduaan, meski pengawal besarmu ada di sana."
Ella menoleh ke arah anggukan Prince, dan kali ini dia benar-benar tersedak dengan es krim yang sedang melewati tenggorokannya. Matanya membola, melihat Max duduk tak jauh darinya, sedang berciuman dengan pelacurnya.
Sialan!
Makian demi makin seketika berkeliaran di dalam kepala Ella, berdesakan meminta untuk dimuntahkan sekarang juga. Seketika Ella merasa, taman ini mendadak begitu pengap dan penuh dengan sampah-sampah menjijikan. Semua ini membuat Ella sesak, sehingga dirinya beranjak, tapi Prince menahan tangannya.
"Kita pulang!"
"Pulang? Kau tidak enak badan?"
"Aku baik-baik saja, Prince!"
"Kalau begitu, duduklah. Kita habiskan es krim ini, lalu aku akan mengantarmu pulang. Bagaimana?"
Ella mendengus sebal. Mau tidak mau, dia mengiyakan tawaran Prince. Setidaknya, dia harus sedikit lebih tenang, kalau tidak mau membuat keributan saat perjalanan pulang.
"Oh, kau seperti anak kecil, El!" seru Prince, sembari mencondongkan tubuhnya mendekat. "Lihatlah sisa es krim di wajahmu ini," kekeh Prince yang langsung membersihkan cairan manis itu dengan lidahnya.
Ella tersentak sepersekian detik, sebelum benar-benar menyadari apa yang sedang dilakukan oleh Prince.
"Prince, kau—"
"Manis."
Dan tanpa seizin Ella, Prince dengan berani mempertemukan bibir mereka. Bermula dari satu kecupan tepat di belahannya, lalu semakin berani dengan melumat tepian atas, hingga akhirnya Prince merasakan Ella membalas ciumannya.
Tidak ada ruginya! Prince cukup ahli dalam berciuman, bahkan pria ini sangat lembut. Siapa pun wanitanya, pasti akan dengan senang hati membalas ciuman yang begitu penuh perasaan ini. Jadi, jangan salahkah Ella, jika akhirnya tangannya perlahan bergerak naik, merengkuh tengkuk Prince semakin dekat, lekat.
Namun, tiba-tiba saja tubuh Ella merinding dan dirinya tahu pasti bahwa itu semua tidak disebabkan oleh ciuman Prince. Tubuh kecilnya gemetar, ketika otak dan seluruh syaraf tubuhnya mengingat kembali setiap sentuhan dan helaan napas hangat Max yang menyapa permukaan kulitnya.
Ella membuka mata hanya untuk mendapati kesenangannya hilang seketika begitu melihat Max mencium pelacurnya. Tidak, hati Ella tidak akan sekecewa ini apabila Max hanya mengecup wanita sialan itu, menciumnya tidak sama menggebu dan bergairah, ketika Max menciumnya. Namun, apa yang dilihat Ella, berhasil memicu rasa tidak nyaman—seperti saat Max mengobrol dengan Lupita maupun Grace—yang selama ini sedikit berhasil diredamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengawal Nona Muda
RomanceBenedict baru saja memulai hidup barunya setelah keluar dari penjara. Mencoba hidup seperti orang-orang pada umumnya, tapi takdir membawanya bertemu dengan seorang gadis dari keluarga kaya yang memaksanya untuk menjadi bodyguard. ...