Sialan!
Entah sudah berapa kali Ella memaki sampai saat ini. Sudah setengah jam berlalu dan belum ada tanda-tanda jika Max akan segera keluar dari pintu itu. Juga Ella sudah lupa, berapa kali dirinya melirik spion, memastikan bahwa gerombolan di belakang sana semakin mendekatinya. Sebut Ella terlalu besar kepala, mengira gerombolan itu mengincarnya, tapi bagaimana jika itu adalah yang sebenarnya? Kalau gerombolan itu tiba-tiba saja mengepung mobil, Ella tidak tahu bagaimana cara untuk melindungi dirinya. Bisa saja dia berteriak, tapi butuh waktu berapa lama untuk Max mendengar dan segera berlari menyelamatkannya. Bahkan Ella yakin, Max hanya akan berdiri di teras rumah bobrok itu dengan senyum menyebalkannya.
Namun, semua pikiran buruk itu, ternyata tidak mampu membuat panas dan rona merah di pipi Ella menghilang. Sejak dirinya membuka mata pagi tadi dan menemukan dirinya dalam pelukan Max, membuat degup jantungnya berantakan. Mengingat bagaimana Max menyentuhnya, membuatnya nikmat berkali-kali, dan ekspresi tampan pria itu saat meledak panas di dalamnya, sungguh suatu pengalaman hidup dan pertama bagi Ella yang tidak akan pernah dia lupakan.
Ella bersyukur, efek apa pun yang terjadi akibat minuman racikan Prince, tidak lagi memengaruhinya kemarin malam—tepat saat Max mendesakkan dua jari ke dalam inti Ella yang panas dan rapat. Namun, harga diri yang semalam sudah dia buang jauh-jauh, kembali saat pagi tiba. Membuat Ella memilih untuk kembali menutup mata dan melanjutkan lelapnya. Hingga dia terbangun lagi, tidak menemukan Max, dan lebih buruknya tidak tahu harus bagaimana bersikap.
"Bodoh!" makinya sambil memukul kepalanya sendiri. "Kenapa kau sendiri membuatnya semakin rumit? Seharusnya tadi kau tidak usah marah! Katakan kalau kau memang menyukainya!" marah Ella pada pantulan wajahnya di spion.
Di tengah marahnya pada diri sendiri, Ella menyadari bahwa gerombolan orang-orang bertubuh besar itu semakin dekat. Ella menoleh ke belakang, dan benar saja, tiga orang hanya berjarak satu meter! Ella melepas sabuk pengaman dan hendak menekan klakson mobil, tapi wajah beringas tiba-tiba saja muncul di balik kaca jendela. Ella spontan mundur, merapatkan tubuhnya di pintu.
"Hai, Nona!" sapa pria bertubuh besar, berkulit hitam, dengan tato kalajengking merah di wajah kanannya. "Kau tersesat? Aku bisa menunjukanmu jalan keluar dari sini."
"Pergi kalian!" teriak Ella sambil berusaha kembali menekan klakson, tapi lagi-lagi dirinya gagal, karena dikagetkan dengan kaca di sebelahnya yang pecah. Sepasang tangan besar dan berbulu membuka kunci pintu mobil, dan langsung menarik Ella keluar.
"Max!"
Hanya satu teriakan itu yang berhasil keluar dari mulut Ella, karena mulutnya dibungkam.
"Mengapa seorang Softucker berani datang kemari?"
Ella terus meronta, berteriak meski mulutnya dibungkam.
"Mobilmu, rambut merahmu, terlalu mencolok untuk berada di sini, Nona," bisik pria itu di telinga Ella. "Apa kau pikir, setelah bertahun-tahun, kami yang ada di sini akan lupa dengan perbuatan keluargamu?"
Jika hari ini Ella mati di tangan orang-orang bodoh ini, maka ini semua salah Max! Ella akan kembali menghantuinya dan menuntut balas! Ella terus memberontak, kakinya menendang, dan tangannya mencakar. Namun, sepertinya semuanya sia-sia, karena itu hanya membuat orang-orang ini tertawa.
Ella pasrah ...
"James akan membayar mahal untuk anaknya!"
Seseorang menangkap kakinya dan seorang lagi memerangkap tangannya. Tubuhnya digendong paksa menuju sebuah mobil jeep hitam yang terparkir tak jauh. Sedangkan Ella tidak tahu harus bagaimana lagi, tubuhnya dikekang, mulutnya pun dibekap. Ella hanya bisa menangis dan berharap siapa pun datang menolongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengawal Nona Muda
RomanceBenedict baru saja memulai hidup barunya setelah keluar dari penjara. Mencoba hidup seperti orang-orang pada umumnya, tapi takdir membawanya bertemu dengan seorang gadis dari keluarga kaya yang memaksanya untuk menjadi bodyguard. ...