His Scar

69 11 0
                                    

"Hari ini sepertinya akan turun salju," celetuk Vernon.

Ben menoleh ke luar kedai dan keningnya mengerut. "Ini masih musim gugur, lagipula di luar matahari bersinar terang."

"Aku hanya menyindirmu, Bodoh! Karena kau sudah lama tidak datang."

Vernon menggelengkan kepalanya, kehabisan kata-kata melihat tingkah Ben. Pria itu sudah beberapa hari tidak datang ke kedai. Ia sudah tidak serajin dulu mengunjungi Vernon. Konon, Ben sedang menikmati masa-masa penuh bahagia dengan kekasih barunya.

"Kau sudah mendapatkannya. Lalu apa rencanamu selanjutnya?" Vernon menuang vodka ke gelas Ben. "Aku dengar desas-desus dari pelanggan, kalau pernikahan dua keluarga itu akan diadakan bulan depan. Benarkah itu?"

Ben mengangguk.

"Kurasa, Ella hanya butuh adrenalin dan bersenang-senang sebelum terkurung di rumah Loshen. Kau jangan senang dulu, Ben. Bisa saja yang kukatakan benar, 'kan?"

Ya, apa yang diucapkan Vernon bisa jadi benar. Bisa saja Ella juga bermain-main dengan ucapannya, bahwa ia tidak benar-benar jatuh cinta pada Ben. Namun, Ben tidak kehilangan akal. Jika memang benar itu kenyataannya, maka Ben akan melakukan rencana paling bodoh dan beresiko di hari pernikahan Ella nanti.

"Kenapa kau harus merusak suasana hatiku," kekeh Ben, lalu menghabiskan sesloki vodkanya.

"Tidak makan siang?"

Ben menggeleng. "Aku harus ke penatu, lalu setelah itu ada ada janji kencan," lanjutnya sambil melihat keadaan kedai Vernon siang siang itu.

Lumayan ramai. Bahkan tiga pelayan Vernon sedikit kewalahan melayani permintaan pelanggan yang terkadang banyak menuntut. Namun, kening Ben mendadak mengerut saat kedua matanya menangkap dua sosok asing sedang duduk di salah satu sudut kedai. Mereka terlihat terlalu formal untuk sekedar makan siang di kedai—bukan restoran—yang bisa dikatakan hanya menyajikan kudapan. Ya, mungkin mereka sedang mencari suasana baru, karena sudah bosan makan di restoran mewah.

"Aku pergi," pamit Ben, lalu segera keluar menuju mobilnya dan melaju ke penatu.

Setelah memercayakan seragam dan jas kerjanya pada seorang pria yang mengklaim dirinya ahli dalam mencuci dan menyetrika, Ben kembali melaju menuju kampus Ella. Siang ini, setelah selesai kuliah, mereka berencana untuk makan siang bersama, sekaligus menghabiskan waktu bersama—selain untuk bercinta. Sekitar sepuluh menit menunggu di parkiran, Ella muncul bersama Grace menuju mobil. Ben menyapa singkat Grace, yang hanya dibalas gadis itu dengan anggukan kecil, senyum tipis, dan kerlingan mata. Ben mengerti isyarat itu! Apa lagi artinya, selain Grace sudah mengetahui bahwa dirinya dan Ella kini memiliki hubungan khusus. Padahal Ben masih ingat jelas, bagaimana Ella merengek dan membuat Ben berjanji tidak akan mengatakan pada siapa pun tentang hubungan mereka ini. Namun, tentu saja baik Ben maupun Ella sama-sama tidak bisa mengunci mulut mereka. Ben memberitahu Vernon kemarin lusa, sedangkan Grace baru mendapat kabar pagi tadi!

"Jadi, sekarang kalian resmi berkencan?"

"Grace!" Ella melotot pada Grace. "Apa kau ingin seluruh kampus tahu?"

Grace hanya menghela napas, mengibaskan tangannya agar Ella tidak perlu mengkhawatirkan rahasianya. Kemudian ia beralih pada Ben yang turun dari mobil dan memberi salam pada Ella.

"Kau sungguh pria aneh."

"Jika ini tentang hubunganku dan Nona Ella..." Ben menjeda kalimatnya dengan satu tarikan napas yang membuat dadanya membusung. "Aku lebih suka disebut sebagai pemberani," lanjutnya dengan tegas.

"Aku sudah kehabisan kata-kata melihat kalian berdua. Meski begitu, aku tetap mendukung apa pun keputusan Ella. Dia bukan lagi anak kecil, 'kan? Tentu saja kalian berdua sadar bahwa ada nama Softucker yang dipertaruhkan."

Pengawal Nona MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang