Hal pertama yang Bai Lianhua lihat ketika ia masuk ke kamar Bai Junhui adalah lukisan hitam. Dari seminggu yang lalu, entah kenapa tinta hitam yang menempel saling menumpuk itu terlihat lebih tebal dari biasanya. Ia segera menghampiri ayahnya yang berbaring di atas kasur.
"Ayah?" bisik Bai Lianhua pelan.
Bai Junhui membuka mata perlahan. Wajahnya sedikit pucat dan lebih putih dari biasanya. Ini aneh sekali. Kenapa tiba-tiba ayahnya terkena penyakit hati?
"Xiao Hua? Kau sudah pulang?"
"Hm. Ayah, ibu bilang kau sakit. Kenapa bisa sakit lagi?"
Bai Junhui bangun dan duduk di tepi kasur. Ia tersenyum samar menatap putrinya yang sudah tumbuh semakin dewasa itu.
"Xiao Hua, sebaiknya kau istirahat. Jangan khawatirkan ayah."
Selama hampir sepuluh tahun ini, Bai Lianhua sering bertanya arti dari lukisan hitam yang selalu ayahnya lukis setiap hari. Tapi Bai Junhui tidak pernah menjelaskan secara jelas dan hanya bilang kalau lukisan ini seperti sebuah cerita panjang yang tidak punya akhir. Dulu Bai Lianhua selalu berpikir kalau seniman seperti ayahnya selalu punya caranya sendiri untuk membuat karya. Tapi semakin ke sini, Bai Lianhua baru sadar kalau lukisan hitam itu muncul sejak ayahnya tinggal di Kediaman Du. Alias sejak Bai Junhui tinggal bersama Gao Renwei. Mungkinkah lukisan hitam itu tentangnya?
"Ayah, bisakah kau menjawab jujur pertanyaanku kali ini?"
Pria itu menatap Bai Lianhua tanpa menjawab.
"Apa penyakit hati itu sebenarnya karena kau masih memikirkan Gao Renwei?"
Dari luar suasana terasa hening. Sebelum masuk tadi ia melihat ibunya sudah sibuk lagi di meja makan mengurus dokumen toko. Jadi ia berasumsi kalau Yao Yupan tidak sedang menguping. Sudah hampir lima tahun lebih ia tidak pernah membicarakan Gao Renwei lagi di depan ibunya. Takut Yao Yupan bisa sedih lagi.
Bai Junhui bangkit dari kasur dan mendekat ke papan kertas kayu yang berdiri di atas kaki kanvas. Dalam kegelapan, Bai Junhui menyalakan satu lilin lalu meletakkannya di samping kanvas. Membiarkan cahaya api berpendar di atas permukaan kanvas yang seluruhnya berwarna hitam.
Bai Lianhua menunggu ayahnya bicara.
"Lukisan ini sebenarnya tentang sisi gelap cinta," ucap Bai Junhui. "Aku menceritakan bagaimana kisah cinta itu manis di awal. Cinta yang polos sekaligus licik, bisa menjadi satu tanpa memedulikan keadaan sekitar dan mengubah semuanya menjadi gelap. Yang polos berubah lupa, yang licik berubah kejam. Catatan tentang kisah Gao Renwei, semua ada di atas lukisan ini."
Bai Lianhua menatap lukisan itu lekat-lekat. Di atas cat yang sudah kering, ada beberapa cat timbul yang saling menumpuk. Ia menyentuh guratan yang membekas kering di atas kanvas. Merasakan ukiran kata itu membentuk kata 'penyesalan'. Ia mundur selangkah, menatap ayahnya yang sudah meratapi lukisan itu seolah melihat kejadian masa lalu sedang berputar di atasnya.
"Ketika aku memutuskan untuk pergi dari Kediaman Du bersamamu, sebenarnya jauh dari lubuk hatiku aku tahu aku masih mencintai wanita iblis itu. Aku pikir setelah bertemu ibumu aku bisa terlepas dari belenggu itu. Tapi nyatanya aku tidak bisa. Aku masih membutuhkan lukisan ini untuk menumpahkan semua penyesalan tiada akhir ini."
Tangan Bai Junhui terangkat. Ia menyentuh permukaan lukisan pelan-pelan. "Aku masih mencintainya..."
Hati Bai Lianhua terasa sesak. Entah kenapa ia melihat ayahnya seperti pria bodoh. Kenapa sih harus ada sesuatu yang bernama cinta? Kenapa manusia harus terikat hal-hal semacam itu? Jika cinta membuat seseorang lupa diri, buat apa cinta itu ada? Pikiran Bai Lianhua tentang kesedihannya terhadap Nenek Teratai kini saling menumpuk dalam hatinya. Membuat dadanya semakin sesak dan terasa berat. Ia merasa dunia semakin tidak adil.
"Selain Renwei, ada Bai Naxing juga."
"Berhenti sebut nama perempuan itu menggunakan margaku," tandas Bai Lianhua. Bai Junhui menoleh lemah. Ia menatap putrinya penuh penyesalan. Di matanya, tergambar jelas bentuk luka yang tidak bisa dideskripsikan. Dan entah kenapa, Bai Lianhua dapat merasakannya dan merenggutnya. Seolah ada dendam tak kasat yang mendadak muncul dan membelenggu dirinya.
Ini sudah hampir sepuluh tahun.
Tapi bayangan Gao Renwei masih menghantui keluarga ini?
"Xiao Hua, kau jangan marah dulu. Ini memang salah ayah. Jika kau mau menyalahkan seseorang, maka salahkan ayah. Ayah yang membuat semuanya rumit..." Bai Junhui sedikit tersedu. Matanya berkaca-kaca. Bai Lianhua tahu selama hidupnya ayahnya akan terus menyesal. Tapi Bai Lianhua tidak memedulikan hal itu. Ia lebih ingin melihat Gao Renwei setidaknya mendapat balasan.
"Aku tidak sudi punya adik tiri sepertinya," ucap Bai Lianhua dingin. Ia mengingat bagaimana Bai Naxing yang hampir menamparnya di belakang panggung setelah gadis itu selesai menghibur para pelanggan di toko arak.
"Maafkan ayah, Xiao Hua. Maafkan ayah..." Bai Junhui memegang tangan Bai Lianhua lalu bersujud di depannya. Cepat-cepat Bai Lianhua ikut bersujud di depannya.
"Ayah, kenapa sih kau malah meminta maaf? Sudahlah. Ayo bangun."
Masih sambil tersedu, Bai Junhui duduk ke tepi kasur. Ia menatap putrinya yang berdiri di depannya.
"Aku sudah menerima hukuman setimpal dari dewa. Sakit hati yang kualami ini tidak akan pernah ada obatnya. Mau diobatipun, tidak akan berguna."
"Mana mungkin. Kau jangan bicara begitu, ayah. Aku tidak akan membiarkan Gao Renwei merenggut nyawamu begitu saja."
"Sudah terlambat, Xiao Hua. Aku memang harus menanggung semua ini."
Bai Lianhua ingin sekali memaki kebodohan ayahnya tapi ia tidak tega. Setelah menangis beberapa saat, Bai Lianhua menyuruh ayahnya pergi tidur. Ia mematikan lilin dan langsung masuk ke kamar. Sebelum berbaring dan memejamkan mata, pikiran Bai Lianhua saling mengikat dalam hatinya.
Besok ia akan pergi ke Istana Kota.
Jika ini yang dinamakan dendam—seperti apa yang nenek teratai rasakan terhadap Sekte Tengkorak—maka selagi Bai Lianhua bisa membalaskannya, ia akan melakukannya.
Butuh waktu sebanyak apa lagi untuk membuat Gao Renwei berhenti mengusik kebahagiaan keluarga ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Lotus Putih
Fantasía(prequel Pendekar Naga dan Tuan Putri) Completed - Bai Lianhua, atau orang-orang mengenalnya sebagai Hei Lianhua; Wanita Lotus Hitam yang kejam dan dingin. Ia menebar teror dengan membunuh semua para pejabat dan petinggi negara yang bertindak semaun...