II. Chapter 34 : Tanpa Bulan, Wajah Guruku Tetap Secerah Itu

20 4 0
                                    


Beberapa menit Rong Mei mencapai puncak tebing yang temaram, ia melihat Bai Lianhua sedang membaca sesuatu dari atas api unggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa menit Rong Mei mencapai puncak tebing yang temaram, ia melihat Bai Lianhua sedang membaca sesuatu dari atas api unggung. Wajahnya yang tanpa ekspresi terkena berkas sinar dari api unggun yang sesekali memecahkan kayu-kayu bakar.

"Guru!" seru Rong Mei menendang ujung rok hanfunya yang berwarna merah sambil berlari ke arah wanita itu.

Sudah hampir seminggu Bai Lianhua belum turun tebing. Ia sudah berkultivasi tertutup—tidak terganggu apapun hampir sebulan penuh. Selama sebulan itu juga Rong Mei hanya sesekali mendapat pesan-pesan dari Denghou yang selalu memberi kabar pada Bai Lianhua terhadap kemajuan informasi yang mereka cari soal Sekte Tengkorak. Kabar-kabar pendek tentang Sekte Rajawali juga pernah disebutnya. Namun Rong Mei menyimpan seluruh surat itu di kendi kecil.

"Guru, apa kau sedang memb—" kata-kata Rong Mei terhenti. Ia melongok ke samping Bai Lianhua yang mengernyit.

Itu bukan surat yang Rong Mei kumpulkan selama ini. Itu surat baru lagi.

"Ibumu...?" gumam Rong Mei pelan. Bai Lianhua langsung meremas kertas itu dan melemparkannya ke api tanpa ekspresi.

"Hanya menanyakan kabar."

"Apa kau akan mengunjunginya lagi?"

"Nanti," jawab Bai Lianhua duduk di atas bongkah kayu dan meratapi api yang unggun yang menjilat-jilat ke udara. Malam itu langit nampak berawan. Bai Lianhua sudah berbalut pakaian serba hitam dengan topi jerami yang selalu ia pakai jika ingin memantau para pejabat.

"Guru, apa kau benar akan turun tebing untuk melihat pesta ulang tahun Putri Mahkota?"

Bai Lianhua tidak menjawab beberapa saat. "Aku baru selesai kultivasi. Bisakah kau bawakan aku makanan dulu setidaknya?"

Rong Mei langsung tersenyum sumringah. Ia paling senang disuruh-suruh. Selama satu bulan ini ia sangat bosan. Melakukan kegiatan dan latihannya sendirian. Untungnya sore tadi ia sudah membeli bebek bakar di pasar. Ia pun menyerahkan bebek itu pada Bai Lianhua.

Karena Rong Mei hanya membeli satu potong, Bai Lianhua memotong kecil bagian paha atasnya, dan menyerahkan sisanya pada Rong Mei.

"Makanlah," ujar Bai Lianhua sudah keburu menggigit bagiannya sendiri sebelum Rong Mei berusaha menolak. Ia sengaja memberikan bebek bakar itu seluruhnya untuk sang guru, dan tidak berniat makan lagi. Tapi karena tahu Gurunya akan menolak juga, jadi ia menyimpan sisa bebek itu lagi ke saku baju.

Sementara itu, Rong Mei pergi ke dalam gubuk lalu mengeluarkan kendi berisi surat dari Denghou yang selama ini ia simpan.

"Guru, ini beberapa surat yang kukumpulkan dari Denghou."

Sambil mengunyah, Bai Lianhua membuka mulut, "kau ceritakan padaku."

"Ah. Pertama, Sekte Bai habis merekrut murid baru. Katanya dia murid yang hebat. Suatu hari Tetua Zhou Peng ingin anak muridnya itu berduel denganku. Lalu ada surat dari tetua Denghou yang mengatakan kalau anak muridnya juga ingin berduel," Rong Mei tertawa-tawa membayangkan kedua teman gurunya itu saling bersedekap memandangi pertarungan antar murid mereka masing-masing.

Tapi melihat keseriusan di wajah Bai Lianhua, Rong Mei kembali melanjutkan, "ehem, lalu ada pesan sedikit serius dari Sekte Macan Salju yang mengabarkan kalau Sekte Rajawali habis terkena serangan serius dari Organisasi Pendekar. Tapi tenang saja, Guru! Tetua Denghou sudah menolong Nona Chen dan merawatnya sementara di Sekte Macan Salju. Sementara itu..."

Rong Mei mengeluarkan lukisan wajah Hei Lianhua dengan tulisan merah DICARI dari sakunya. "Nampaknya para Organisasi Pendekar masih dan akan terus mencarimu."

Bai Lianhua selesai makan. Ia melempar tulang bebek ke api lalu dengan santai membersihkan gigi dengan jari kelingkingnya. "Mereka akan terus mencariku. Dan tidak akan pernah berhenti. Kau tahu sendiri kalau Bai Naxing yang menyuruh mereka."

"Guru, tapi aku bingung, kenapa kekaisaran tidak pernah mau mengatakan kebenaran dari Legenda Tiga Langit yang sebenarnya dan tidak mau menyerahkan pusaka dewa. Padahal itu semua milik kita. Apalagi Kaisar Li Minglao yang sekarang seperti yang kau bilang selama ini. Ia tidak kejam seperti Kaisar Li Gongyi waktu seribu tahun yang lalu. Tapi kenapa Kaisar Li Minglao tidak bisa diajak kerja sama langsung saja untuk meretas kesalahpahaman ini? Dengan begitu, dendammu selesai dan dendam para pendekar berakhir."

Bai Lianhua memandang Rong Mei yang bicara seolah ia paham kalau semua masalah itu bisa selesai semudah rencananya barusan.

"Kau mirip sekali sepertiku waktu dulu."

Sejenak, Rong Mei tediam. Ia duduk di sebelah Bai Lianhua yang tidak mengucapkan apa-apa.

"Kaisar Li Minglao memang tidak sekejam Kaisar Li Gongyi. Tapi sekarang semua rakyat sedang mencintai Permaisuri kita. Banyak dukungan yang diungkapkan secara langsung oleh masyarakat. Para pejabat diam-diam mengendalikan permaisuri sementara kaisar sibuk membenahinya. Ada banyak hal yang terjadi di istana..."

Walaupun Bai Lianhua jarang turun tebing, tapi baginya, Kekaisaran sudah seperti hidupnya. Rong Mei tahu seberapa sering Gurunya itu mengintai Istan Li Ming, seberapa paham dirinya terhadap seluk beluk bangunan istana. Bertahun-tahun, demi mengintai adik tirinya dan membalas dendam, Rong Mei tahu sebesar apa usaha itu...

"Terima kasih, Rong Mei," sahut Bai Lianhua tiba-tiba. Membuat Rong Mei menatap bingung.

"Eh..? Untuk apa, Guru?"

Bai Lianhua bangkit sambil memasang topi jeraminya. Rong Mei ikutan bangkit karena firasatnya mulai tidak enak.

"Aku sudah bilang padamu, bukan? Dulu, ketika aku merawatmu dan mempersilakanmu tinggal bersama? Sekarang, sudah saatnya kita berpisah."

Jantung Rong Mei seketika serasa membeku. Ia memperhatikan Bai Lianhua yang mulai melangkah menjauhi api unggun. Menjauhi dirinya.

"Guru! Tunggu! Apa maksudmu—ini belum saatnya! Kau—kau baru saja selesai kultivasi! Lalu... lalu... bagaimana dengan teknik-teknik dan jurus yang belum selesai kau ajarkan itu?"

Rong Mei berlari mengejar dengan putus asa. Ia berhenti di belakang punggung wanita itu. Gurunya berbalik dengan senyum samar.

"Ini," Bai Lianhua menyerahkan giok lotus putih yang selama ini menggantung di ikat pinggangnya. Rong Mei makin panik dan kebingungan.

"Belum juga aku bercerita padamu banyak hal! Kau... kau tidak bisa pergi begitu saja. Setidaknya... setidaknya beritahu aku, kau hendak ke mana?" karena terlalu kalut dengan kepergian Bai Lianhua, Rong Mei jadi sedikit mengabaikan giok lotus putih yang kini sudah ada di tangannya.

"Kau jelas tahu ini apa. Dan sekarang, tugas ini, bukan lagi milikku. Namun kupercayakan padamu. Pergilah ke Sekte Macan Salju. Sampaikan permintaan maafku pada Denghou dan Zhou Peng. Juga pada Sekte Lotus. Pendekar Naga... pasti akan ketemu. Aku percaya padamu."

"Guru!" Rong Mei memekik. Sedikit mengejutkan Bai Lianhua di tempat. Wanita itu menatapnya sedikit membulatkan mata.

"Aku... aku tidak mau... aku tidak mau berpisah denganmu..."

"Kau sudah janji padaku waktu lima tahun yang lalu ketika umurmu masih sebelas tahun. Ingat?"

Dada Rong Mei terasa sesak. Ia tidak sanggup berjanji lagi kalau perpisahan terasa sesakit ini.

"Kau... kau sungguh akan melakukannya sekarang?'

Bai Lianhua mendongak. Setengah wajahnya yang lembut dengan bentuk mata kecil dan ujung yang lancip menatap ke atas awan. Meski tidak sinar bulan, Rong Mei bisa melihat cahaya sendu itu sendiri dari wajah dingin gurunya.

"Ini sudah lima tahun. Aku harus menguji ini. Sekarang, tolong tepati janjimu. Dan jangan menjadi seperti aku yang hanya bisa mengemban dendam dan rasa sakit hati. Ingatlah, kau ditunggu Denghou dan Zhou Peng untuk berduel dengan murid mereka."

***

Pendekar Lotus PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang