•••
Melihat Jaka yang menghembuskan asap rokok keluar dari mulutnya seakan mengeluarkan semua beban pikiran yang sedang berkeliaran di kepalanya sekarang, membuat Milan mau tak mau ikut meraih sebungkus rokok yang Jaka letakkan di tengah meja.
Keduanya sama-sama banyak pikiran, sama-sama tidak bisa tidur dan akhirnya jam 2 malam keduanya sepakat bertemu di rumah Jamal.
Kebetulan sekali malam itu Jamal tengah lembur ketika pesan teks dari Milan masuk dan mengatakan bahwa ia dan Jaka sudah di jalan menuju rumah Jamal.
Jamal terkejut tentu saja, orang waras mana yang bertamu jam 2 malam, tapi menilik dari gaya penulisan pesan teks dari Milan, Jamal tahu kalau dua--bukan sahabat tapi karena istri-istri mereka berteman baik, Jamal jadi menganggap Jaka dan Milan sahabatnya--manusia itu tengah sakit kepala.
Jadi Jamal menyambut keduanya, dan disinilah mereka bertiga--duduk di pekarangan rumah--tengah malam sunyi duduk berkeliling.
Jamal posisinya masih memakai piyama, Milan pakai celana pendek kaus putih begitu pula dengan Jaka hanya saja ia memakai kaus berwarna hitam.
Jamal hanya melirik keduanya membakar rokok tanpa ikut mencicipi batang bernikotin tersebut, Naya menyuruhnya untuk berhenti merokok sejenak sebab Jamal terlalu sering batuk akhir-akhir ini.
"Lo berdua kesini, bertamu kerumah gue malem-malem tuh udah minta izin?"
Jaka tidak menjawab, tangannya malah terulur untuk menjatuhkan cerutu rokok ke dalam asbak. "Kopi ada gak?"
"Gak usah ngelunjak!" seru Jamal. "Udah untung gue mau membukakan pintu untuk lo berdua disini."
Milan menghela nafas. "Karena lo suaminya Naya, Mal, makanya gue sama Jaka malah milih rumah lo."
Mata Jamal menyipit, wajahnya memperlihatkan raut tidak percaya. "Rumah Kai avaible noh."
"Ini malem jumat, Mal. Gak akan mau si Jean di ganggu-"
"LO PIKIR GUE-" Jamal me-rem mulutnya yang hendak berteriak, ia ingat bahwa mereka ada di pekarangan rumah dan sekarang tengah malam, suaranya dapat mengganggu manusia lain yang sedang istirahat, jadi Jamal menurunkam volume suaranya.
"Gue juga gak mau di ganggu sama lo berdua!" urat nadi Jamal seakan ingin keluar dari lehernya. Ia kemudian menghela nafas, meredakan emosi walau hanya sedikit. "Sebaiknya lo berdua punya alasan serius."
"Lo mau dengar cerita yang mana dulu?" tanya Jaka.
"Gue atau Jaka?" ujar Milan selanjutnya.
Jamal menghela nafas. "Jaka first."
Jaka menghembuskan asap rokok lagi. "Gue kesini karena lo lebih senior soal ini di banding gue-"
"To the point, please!" kata Jamal.
"Gimana perasaan lo waktu anak lo bilang kalau dia mau masuk Islam?"
Alis Jamal terangkat tinggi mendengar pertanyaan Jaka, sama halnya dengan Milan yang ikut terkejut dengan pertanyaan Jaka.
"Anak lo yang mana yang mau murtad?"
"Anak lo yang mana yang mau login?"
Jamal dan Milan sama-sama mengeluarkan pertanyaan, namun akhirannya justru berbeda.
Jaka kembali mengetukkan batang ujung rokoknya ke pinggiran asbak. "Yang tengah."
"Si Jake?" Jamal makin terkejut. Dari ketiga anak Jaka, Jamal lebih percaya kalau Jeno yang akan murtad sebab anak itu jarang sekali pergi ke gereja. Bayangkan saja, tiap minggu bukannya ke gereja Jeno malah kerumah Jamal untuk menemui Delia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Keluarga Bahagia
FanficMenurut google, keluarga adalah sekelompok orang yang disatukan dengan ikatan perkawinan, darah atau adopsi dalam lingkup rumah tangga yang saling berinteraksi dengan posisi sosial yang jelas. kalau menurut kamu, keluarga itu apa? #picbypinterest #...