24. Am I Alone?

28 1 0
                                    

Seokjin duduk terengah di lantai, diantara tumpukan baju milik Seoho. Ia mencengkeram sebuah hoodie dan celana pendek yang seingatnya Seoho pakai di hari pemotretan itu.

Giginya gemeretak lalu ia berteriak putus asa. Kedua lembar pakaian itu tidak bernoda. Entah apa karena sudah pernah dicuci, ataukah karena dugaan pelecehan itu memang tidak pernah terjadi.

Dengan napas menderu Seokjin meninggalkan kamarnya, menuju ruang tengah. Ia celingukan, mencoba mencari petunjuk apapun yang mungkin Seoho tinggalkan.

Tangannya gemetar saat ia meraih frame kliping hasil pemotretan Seoho di meja kerjanya. Belum pernah ia sekecewa ini pada dirinya.

Padahal segalanya terpampang nyata di depan matanya. Timeline yang begitu jelas, tidak berputar-putar seperti cerita.opera sabun.

Kenapa ia bisa tidak melihat bahwa semuanya dimulai dari tanggal photoshoot majalah itu. Bagaimana Seoho berubah menjadi tidak ceria setelah keluar dari rumah sakit. Bagaimana hubungan seks mereka perlahan memburuk. Bagaimana Seoho menjadi begitu ketakutan membuka pakaiannya atau disentuh.

Seokjin menjambak rambutnya, dan sambil menjerit frustasi frame itu melayang menghantam dinding, pecah berkeping-keping.

Ditutupnya wajahnya dengan kedua tangannya, menggigit bibirnya hingga mati rasa. Ia jauh lebih tua dari Seoho. Seharusnya ia menjaga Seoho, memperhatikan tingkahnya, membimbing langkahnya.

Tapi ia gagal melakukan semuanya. Ia tidak mampu menjaganya dari predator yang memanfaatkan status rookie Seoho, ia luput memperhatikan detail penyakit Seoho, dan ia justru makin menjauh lalu menyerah saat ia seharusnya bertahan.

Ia merangsek ke rak buku. Ditariknya beberapa copy majalah sialan itu, dibuka-bukanya dengan cemas.

Jantungnya berdebam kencang saat dilihatnya semua spread sheet fashion editorial Seoho tampak dirobek serampangan. Satu majalah malah tampak seperti habis ditusuk-tusuk dengan benda tajam.

Seokjin menelan air liurnya dengan gamang. Ia bisa merasakan kemarahan yang luar biasa dari bekas robekan itu. Tapi sayangnya, majalah ini tidak bisa dijadikan bukti tindakan kriminal.

Dengan loyo dilemparkannya majalah itu ke lantai. Dan ia berdiri diam, memeluk dirinya sendiri.

Apakah sungguh tidak ada petunjuk? Apakah Seoho tidak pernah diam-diam meminta pertolongan? Atau jangan-jangan kejadian yang diimplikasikan Taehyung hanyalah imajinasi liarnya, pembenaran dari kegagalannya menjaga hubungan mereka.

Tiba-tiba ia kembali berlari masuk kamar, membuka nakas di sebelah tempat risur bagian Seoho dengan begitu kencang sampai nyaris terguling.

Ponsel yang dipegangi Seoho waktu ia mengurung diri di kamar mandi masih ada. Seokjin memutuskan untuk tetap menyimpannya walaupun Seoho sudah membeli ponsel dan nomer baru.

Tangannya gemetar saat ia menancapkan kabel charger ke ponsel itu. Persentase baterai naik begitu lambat, dan Seokjin merasakan perutnya bergejolak saat ia akhirnya menyalakan ponsel itu.

Lalu ia termangu memandangi ponsel di tangannya. Ia tahu bahwa semua data di dalam ponsel itu terpaksa dihapus saat reparasi. Dan kalaupun ada backup data, seokjin tidak nyaman harus melangkahi privacy Seoho sebegitu jauh.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Lagi dan lagi. Satu persatu notifikasi bermunculan. Memberitahukan pesan dan telepon yang datang saat telepon itu tidak dipakai lagi.

Satu nama muncul sesekali. Dan Seokjin langsung merasa panas dingin melihatnya.

Buat apa fotografer itu menghubungi Seoho langsung? Bukankah semua pekerjaan modelling Seoho harus melalui agencynya?

Takeaway Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang