21. The Truth Untold

35 2 3
                                    

WEEK 3

Seokjin terbangun dengan sakit kepala yang luar biasa. Ia langsung memejamkan lagi matanya, memijat kepalanya dengan kedua tangan.

Ditegakkannya punggungnya, dan dengan helaan napas panjang di pandanginya sinar matahari yang masuk melalui jendela yang tidak tertutup.

Sayup terdengar suara suara burung di luar. Ia memijat lagi dahinya lalu menggigit bibirnya kencang-kencang.

Di hadapannya dua piring steak wagyu, sebotol red wine, beberapa kaleng bir, bruschetta dan potato salad. Cake mungil berwarna kuning, warna favorit Seoho, membeku di tengah meja makan.

Seokjin menghabiskan beberapa jam kemaren malam menyiapkan semuanya. Tapi lalu Seoho tidak pulang, tidak menjawab teleponnya, tidak juga membalas pesannya.

Ia menghela napas panjang lagi. Ponselnya mati, tapi ia tidak merasa ada gunanya buat mencharge nya sekarang. Tidak ada bedanya.

Jauh dalam hati Seokjin, ia tahu segalanya sudah berakhir.

Maka ia bangkit menuju kamar mandi. Ia harus bekerja.

〰️〰️〰️🔸🥡🔸〰️〰️〰️

"Seokjin."

"Seokjin, hey."

"SEOKJIN!" Tepukan di punggung dan teriakan itu membuat Seokjin terlonjak. Kopi panas di sebelahnya jatuh tersapu tangannya, dan saat ia melompat berdiri karena berusaha menghindari cipratannya kursinya jatuh terguling.

"Ah, ma-maaf. Maaf." Dengan gugup ia membetulkan posisi kursi. Lalu tergopoh membersihkan tumpahan kopi dan vas bunga kecil yang terguling di meja coffee shop tempatnya bekerja.

"Sorry." Felix dengan sigap membantunya.

"Nggak apa-apa."

"Kamu kenapa?"

"Cuma kurang tidur aja." Seokjin menggumam.

Felix melirik kantung mata di wajah Seokjin. Ia mengerutkan keningnya, tapi lalu memalingkan wajahnya kembali.

"Aku cariin kamu kemana-mana. Taunya kerja sendirian di rooftop." Ia menekan setumpuk tisu sekaligus untuk mengeringkan meja yang basah.

"Ah iya. Kalau bikin laporan evaluasi proyek aku lebih suka sendirian." Seokjin memeriksa laptopnya lalu melenguh lega karena tidak tersiram air dari vas. "Kalau di kantor pusat aku dibolehin bawa kerjaannya pulang. Tapi disini nggak boleh."

"Aku bukan mau ngomongin evaluasi event fanmeeting. Ada masalah lagi di launching game minggu depan."

"Masalah apa?"

"Masalahnya nggak berat. Tadi mereka udah kontak ke aku dan udah aku kasih solusi sementara."

"Thank you."

"Tapi aku pikir akan lebih baik kalau kamu kontak juga ke mereka buat mastiin sebelum kita brief tim desainer. Karena request klien bikin desain berubah semua."

"Kenapa sih selalu klien punya ide indah waktu udah mepet banget."

Felix tertawa kecil. "Coba ditelpon sekarang aja. Biar bareng ada aku."

"Oke. Oke." Seokjin meraba sakunya, wajahnya langsung pucat. Dibukanya semua kantung di tasnya, lalu ia mengerang. "Shit. Kayaknya telpon aku ketinggalan di rumah."

"Pantesan si klien telepon aku. Kayaknya dia nelpon kamu duluan nggak diangkat deh."

"Aku pulang dulu ya, ambil telpon."

"Seokjin, aku ikut ya, nemenin aja."

"Nggak usah."

"Kamu pucat gitu, takut ada apa-apa."

Takeaway Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang