"Nggak! Gue nggak mau!!!"
"Gimana sih, kak?! Aku udah susah payah ngusahain apartemen buat berdua, nyariin list kerja sambilan, ngumpulin dokumen biar Kak Seokjin bisa ajuin visa kerja disana..."
"Gue nggak minta!"
"Ya emang nggak ada yang minta. Tapi hargain donk usaha aku mengakomodasi biar kita bisa nyaman pindah kesana."
"Tapi, Ho, gue nggak mau pindah."
"Aku udah korbanin tawaran Eomma buat kuliah di USA dan Eropa lho kak. Padahal Australia itu nggak begitu prestise." Seoho berusaha tenang. "Aku mikirin Kak Seokjin. Australia itu nyaman buat cari kerja, dan banyak orang Korea disana."
"Lalu kerjaan gue disini?"
"Disana banyak agency design juga kak."
"Lalu ibu gue gimana?"
Seoho terdiam.
"Lu nggak mikirin ibu gue sama sekali." Seokjin mendengus. "Lagian, dimana harga diri gue harus hidup dengan uang orang tua lu?"
"Gimana kalau gue nggak dapet kerja? Gimana kalau kerjaan sambilan disana ternyata nggak cukup buat hidup."
"Mereka nggak keberatan. Aku udah omongin sama mereka."
"Gue yang keberatan. Gue bukan lintah."
"Siapa sih yang bilang Kak Seokjin kayak begitu?" Seoho menghela napas. "Can you take it like... ng... maybe like a stay at home wife?"
"Stay at home wife itu suaminya yang bawa duit. Bukan emak bapaknya."
"Aku bakal tetep kerja sambilan sambil kuliah kok, Kak."
"Cih. Disini aja penghasilan lu masih kurang buat sendiri. Apalagi disana." Seokjin mendecih meremehkan.
Mendadak mereka berdua terdiam. Seoho melipat bibirnya. "Paling nggak aku mau usaha lho, Kak. Buat kita."
Seokjin pun melipat-lipat ujung kemejanya dengan gelisah. Tapi ia menolak minta maaf. Toh, itu kenyataan. "Beneran udah nggak bisa diubah ya rencana lu?"
"Nggak bisa, kak. Kuliahnya bakal mulai sebulan lagi..." Seoho mendekat, bermaksud memeluk Seokjin.
Tapi Seokjin mendorongnya keras-keras. "Nah, itu maksud gue!"
"Apa lagi, kak?"
"Setengah tahun, you left me in the dark. Lu nggak pernah cerita mau kuliah lagi, gue nggak pernah tau lu ambil segala tes dan ngurus dokumen."
"Ya soalnya..."
"Tau-tau... jeng jeng... 'kak, aku mau lanjut kuliah di Australia. Kak Seokjin ikut ya. Dua minggu lagi kita berangkat.'" Seokjin menggerak-gerakkan kepalanya mengikuti polah tingkah Seoho.
Seoho menunduk, mengusap wajahnya. "Kak, kok balik lagi kesana sih?" Ia merasa sangat lelah dengan pertengkaran yang terus berputar-putar tanpa kesepakatan. "Aku udah jelasin ini semua kejutan."
"Kejutan harusnya menyenangkan!"
"Yeah, I thought you will be happy. Disana, kita nggak perlu sembunyi-sembunyi kayak disini. Kak Seokjin mau kita gandengan tangan, pelukan, ciuman di jalan dimana-mana bebas!"
"Malah, kalau mau, kita bisa usahakan to get married disana." Seoho mulai putus asa. "You always want that, right?"
Kali ini Seokjin tidak membalas lagi. Malah ia terlihat pasrah.
"Mau kan Kak?"
Mendadak raut Seokjin kembali tegang. "Gue kasih jawaban setelah gue dapet kepastian dari kantor, dari rumah perawatan nyokap, dan juga dari pemilik gedung apartemen ini." Ia berbalik menuju kamar tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway Days [COMPLETED]
Fanfiction⚠️ 21+ Underage jangan baca ⚠️ Sequel Dinner Days, bagian terakhir dari Days saga. Tinggal bersama tidaklah semudah yang dibayangkan. Dan saat kenyataan hidup menghantam begitu kencang, Seokjin dan Seoho hanya bisa berharap realita akan sejalan deng...