20. Lonely Fight

31 2 0
                                    

WEEK 1

Seokjin meletakkan ponselnya sambil mengeluh tidak jelas. Kuliah Seoho sudah menjelang akhir semester, dan ia begitu sibuk dengan segala tugas dan presentasi.

Kekhawatiran Seokjin meningkat mengingat bagaimana kondisi mental Seoho dulu waktu ia tugas akhir tingkat sarjana.

Tapi sepertinya, seperti juga Seokjin, Seoho tampak lebih menikmati kuliahnya disini. Dan ia juga memiliki banyak teman yang sering ia ceritakan, tidak seperti dulu dimana hidupnya hanya seputar Seokjin, Geonhak dan beberapa teman olahraganya.

Walaupun begitu entah kenapa Seokjin merasakan sesuatu yang mengganggu. Ia merasa Seoho menjadikan tugas kampus sebagai alasan untuk menjauhi Seokjin setelah hubungan seks terakhir mereka berakhir dengan kekecewaan dan rasa saling bersalah di keduanya.

Tapi lagi-lagi, Seokjin tidak mampu mengutarakannya.

"Seokjin!"

"HA? IYA!" Seokjin terlompat di kursinya waktu Felix membanting setumpuk dokumen di mejanya.

"Ini gimana?"

"Apanya?"

"Ini yang kata klien, panggung di showcase game online itu terlalu sempit. Girlgroup yang jadi BA nya 12 orang, nggak mungkin mereka perform di panggung sesempit ini."

"Kita nggak mungkin pindah venue ya?"

"Nggak mungkin."

"Ubah set list?"

"Nggak boleh. Mereka cuma mau perform lagu yang sedang dalam masa promosi. Lagu utama dan b-side nya sama-sama upbeat. Jadi mereka mau nari juga."

"Duh gimana donk ya." Seokjin mengusap denah di kertas, tidak sengaja tangan Felix tersentuh olehnya. "Ouh... Sorry." Cepat-cepat ditariknya tangannya.

"It's all right." Felix tampak tidak peduli, membuat Seokjin jadi malu karena panik sendirian. "Apa yang bisa diubah ya?"

Seokjin membuka-buka dokumen denah lokasi. "Venue ini ada opsi panggung yang lebih besar kan?"

"Ada. Tapi artinya motong area buat penonton."

"Ada batasan kepadatan audiens di satu bagian nggak sih?"

"Kayaknya nggak ada aturan resmi begitu ya."

Seokjin bangkit. "Kita ke venue yuk. Kita cek apa area penonton bisa kita ubah layoutnya. Sekalian aku harus listing ulang aset desain bakal ada perubahan atau nggak."

"Oke. Ayo." Felix langsung berlari ke mejanya dan menyambar tasnya, lalu mengikuti Seokjin ke lift.

〰️〰️〰️

Waktu mencapai jam 1 malam sewaktu Seokjin sampai di rumah. Keadaan masih gelap gulita. "Seoho?"

Tidak ada jawaban. Maka dinyalakannya lampu. Rumah sepi tanpa tanda kehidupan. Kamar tidur kosong, kamar mandi juga kering.

Seokjin mencek ponselnya. Tidak ada kabar dari Seoho. Maka coba ditelponnya. Lima kali percobaan, tidak ada jawaban. Seokjin menghela napas, ia mulai seperti pacar yang posesif, dan ia tidak suka bertingkah seperti itu.

Maka dikirimnya satu pesan. "Baby, kamu dimana?"

Perasaannya mencelos sewaktu pesan itu hanya masuk ke ponsel Seoho. Ia berjalan mondar-mandir, lalu mengganti pakaiannya, lalu mandi, dan saat ia mencek lagi ponselnya pesan itu tetap belum dibaca.

Kecemasan mulai mendera, Seoho tidak pernah seperti ini sebelumnya. Tapi bahkan segala pikiran buruk itu tidak bisa mengalahkan lelah di tubuhnya yang seharian mengukur dan merencanakan segala perubahan di venue. Dan Seokjin jatuh tertidur.

Ia terlonjak bangun waktu terdengar pintu dibuka dengan begitu berisik. Pelan-pelan ia mengintip, dan betapa kagetnya saat ia melihat Seoho sempoyongan masuk ke rumah, melemparkan tas dan jaketnya ke lantai, lalu melompat ke sofa.

"Lu habis darimana?" Seokjin langsung mengunci pintu.

Seoho cuma cengengesan dengan wajah merah padam.

"Lu abis party? Kenapa nggak kasih tau. Gue nungguin..."

"BERISIK!"

Seokjin terdiam kaget. Seoho tidak pernah mabuk seperti ini sebelumnya.

"IYA AKU PARTY! STRESS!!"

"Ya udah, cobain tidur aja."

"CEREWET AMAT SIH? INI JUGA MAU TIDUR!!!"

Seokjin melongo, tapi lalu melengos. Kembali masuk ke kamar tidur lalu berbaring di kasur. Tapi ia tidak bisa terlelap, berguling-guling gelisah dan terus-menerus terbangun.

Perasaannya tidak enak.

〰️〰️〰️🔸🥡🔸〰️〰️〰️

WEEK 2

"Babe, kamu ulang tahun minggu depan mau ada acara apa?" Seokjin sengaja memasang wajah imut di hadapan Seoho.

"Bikin tugas di perpus."

"Hah? Maksudnya acara buat kita. Udah lama juga kita nggak ngedate."

"Aku udah bilang tugas aku sedang banyak. Ini pagi-pagi gini aja kelompok aku udah ribut ngomongin buat presentasi yang belum beres."

Seokjin terdiam. Perutnya mendadak melilit karena tegang. Ia tidak suka kalau Seoho marah.

Tapi ia menolak menyerah. "Cuma satu malam aja masa' nggak bisa?"

"Kak Seokjin kok ngotot sih?"

"Bukannya ngotot. Gue tau tugas lu banyak, kerjaan gue juga banyak." Seokjin menurunkan nada suaranya agar terdengar lebih menenangkan. "Tapi, bisa kan sama-sama kasih satu malam aja buat kita. Our time. Lagian kan ini birthday lu..."

"Nggak bisa. Paling nggak aku nggak bisa. Dan lagian kak Seokjin sendiri yang sering bilang perayaan ulang tahun dan lain-lain itu nggak penting."

Seokjin menunduk, sambil menuangkan susu ke cerealnya. Mendadak matanya terasa basah, dan setetes air mata menetes ke mangkuknya. "Gue masak dinner aja ya buat kita."

"Nggak usah. Daripada nggak kemakan."

"Gue cari menu yang bisa dimakan buat sarapan juga aja."

"Kenapa sih kak ngotot banget? Kak Seokjin yang dulu pengertian banget kalau aku sibuk..."

"Please."

"Kak."

"Please. Sekali aja."

Kini Seoho menyadari perubahan di suara Seokjin, dan ia langsung sedikit lebih tenang. "Ya udah. Aku masukkin reminder ya, jangan sampe aku lupa ulang tahun aku sendiri."

"Makasih." Seokjin menggumam, lalu menyeka matanya.

Ia tidak ingat kapan terakhir ia menangis di hadapan Seoho, dan ia merasa begitu manipulatif melakukannya. Tapi sesuatu dalam dirinya mulai lelah, dan ia masih butuh pengyakinan bahwa mereka berdua baik-baik saja.

Atau paling tidak, ia harap begitu.

〰️〰️〰️🔸🥡🔸〰️〰️〰️

Author's Note

🎶 All this time we are pretending. So much for our happy ending. 🎶

💜 Thank you for reading 💜

Takeaway Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang