34. New Life

31 3 2
                                    

5 tahun kemudian:

Sebuah tangan mungil menepuk-nepuk pintu kaca lemari di rumah abu.

"Sonya, that's grandma." Seoho menunjuk foto di dalam rak itu.

"Grandma?" Gadis kecil itu mengulangi kata terakhir yang didengarnya.

"Yes. Daddy's mother."

"Daddy's mother? Pretty!" Ia menepuk-nepuk wajahnya.

Seoho tertawa gemas. "Yes, she is. That's why your Daddy is very handsome."

Seokjin menyenggol Seoho sambil cemberut malu. "Apaan sih?"

"Kenyataan. Udah deh."

Ia terdiam, memandangi Seoho yang berjuang mempertahankan agar anak perempuan kecil yang aktif di gendongannya tidak terjatuh.

Tiba-tiba ia menghela napas panjang, dan setetes air mata bergulir ke pipinya.

Seoho langsung menyeka air mata Seokjin dengan jemarinya. "Need time alone sama Eomma, kak?"

Seokjin mengangguk. Seoho langsung menurunkan Sonya ke lantai. "Kalau begitu aku nunggu di luar ya."

"Sini Sonny kuajak keluar juga aja." Ia meraih gendongan bayi di perut Seokjin. "Sekalian biar kena matahari."

Keduanya langsung sibuk melepaskan sabuk-sabuk gendongan itu. Terdengar tawa cekikikan riang, Seoho langsung memekik. "Sonya, tunggu Papa!"

Cepat-cepat ia memasang gendongan itu di tubuhnya. Bayi tembam yang tertidur di dalamnya tampak tetap pulas biarpun terguncang hebat.

"Sonya?" Detik itu gendongan terpasang, detik itu juga Seoho berlari ke arah pintu keluar sambil celingukan panik. "SONYA, WHERE ARE YOU?"

"Uuuu..."

"Eeh, Sonny bobok lagi yuk!" Kini kepanikannya ditambah dengan bayi di gendongannya yang mulai terbangun. "Maaf Papa berisik. Kakak kamu ilang. SONYA!!!"

"OH OH ITU... Sonya jangan lari-lari ntar jatuh!"

"SONYA AWAS TANGGA!!!"

Seokjin menyeka matanya yang masih terasa basah dengan punggung tangannya, tapi ia juga tidak bisa menahan tawa melihat keributan yang terjadi.

Seoho boleh saja menjabat sebagai wakil CEO di agency design dengan ratusan pegawai dan klien kelas dunia, tapi dimata Seokjin apapun yang dilakukan Seoho tetap tampak menggemaskan seperti mahasiswa magang yang ditemuinya lebih dari satu dekade lalu.

Akhirnya hening. Seokjin meremas-remas tangannya sendiri yang mendadak terasa dingin. Ia baru menyadari betapa mencekam suasana disini apabila sendirian. Padahal ini masih pagi hari.

Perlahan disentuhnya pintu kaca yang berbercak bekas tangan Sonya. "Halo Eomma. Ini Seokjin. Maaf aku lama sekali baru bisa menjenguk Eomma. Mmm... Aku juga ke Appa tadi. Aku tinggalin soju kesukaan Appa yang banyak."

"Maaf aku nggak bisa datang waktu hari ulang tahun kalian. Atau waktu tanggal kalian pergi." Ia mendongak, menahan air matanya kembali mengalir. "Maaf aku juga nggak bisa datang waktu tahun baru. Soalnya kerjaan Seoho padat banget, susah ditinggal."

"Iya tau. Kedengeran kayak alasan kan. Hmm... Aku juga kadang kesal kalau dia lembur terus, kayak Eomma dulu kalau Appa keasyikan ngobrol sama para nelayan." Ia tersenyum. "Tapi Eomma bener. Dia baik. Keluarganya juga baik. Eomma nggak perlu khawatir. Seokjin bahagia kok bareng sama dia."

Suaranya kini gemetar, dan air mata kembali mengalir deras. "Eomma juga bener, dia bakal kasih cucu yang lucu. Haha. Eomma udah ketemu kan tadi. Sonya udah tiga tahun, sudah mau masuk pre-kindergarten. Sonny baru empat bulan. He have your eyes, by the way."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Takeaway Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang