2 - Cafe Latte

105 4 3
                                    

"Yoongiii!!!" Seokjin melompat memeluk Yoongi dari belakang.

Yang dipeluknya langsung mendorongnya dengan sengit, pura-pura menendangnya. "Jauh-jauh! Gue ga mau dikira pacaran sama lu."

"Yaelah, kalo gue mau ama lu, udah gue sosor dari bertahun-tahun lalu!"

Yoongi mengibaskan tangannya. "Sorry dude, rumour has it, you're not a good kisser."

"Bullshit. Laki gue nggak komplain." Seokjin duduk di hadapan Yoongi, di sebuah cafe yang ramai oleh pekerja kantoran yang baru pulang kerja.

Ia sangat bersemangat karena akhirnya datang lagi kesempatan untuk bisa bekerja bareng sama Yoongi.

Yoongi terbahak. "Apa kabar my bro?"

"Capek." Seokjin memutar-mutar gelas kopinya. "Bosen. Kangen ngobrol sama lu."

"Segitunya?"

"Agak gimana gitu rasanya mau ngobrol aja harus nunggu kerja beres dulu kayak gini."

Yoongi ikutan tersenyum. "Technically, kita ini meeting sih. Bukan temu kangen."

"I know, right?" Seokjin merajuk.

"Ya lu juga sih, hobi amat sih nongkrong di rooftop garden gedung. Udah tau gue males kesana. Entar gue item."

"Hehe...seneng aja gue disana. Inget waktu baru jadian dulu."

"Hih, dasar bucin."

"Biarin."

Yoongi tertawa kecil. Ia juga sesungguhnya rindu menghabiskan waktu bersama Seokjin.

Semenjak Seokjin naik pangkat, ia pindah ke ruang divisi manajemen, jadwal mereka juga hampir selalu tidak pas.

Ditambah, sekarang mereka sama-sama memiliki pasangan, yang menjadi prioritas untuk menghabiskan waktu bersama.

Seokjin menghela napas panjang. "Ternyata dapet promosi nggak seasyik yang gue bayangin."

"Humble brag nih? Gue denger katanya kinerja para AE kita meningkat jauh di bawah bimbingan lu." Yoongi mencibir.

"Kinerja bagus bukan berarti gue enjoy kan?"

"Nggak paham. Buat gue sih, gimana kerjaan mau bagus kalau ngerjainnya nggak enjoy?"

"Ternyataaa, setelah beberapa bulan gue jalanin, gue kayaknya lebih senang bisa ketemuan langsung sama klien, liat progress proyek..." Jemari Seokjin menderap di meja.

"Padahal dulu gue ngerasa capek banget sama kerja long hour, bujuk-bujukkin klien, jadwal serba dadakan." Lagi-lagi ia menghela napas panjang. "Tapi ternyata ngecekin statistik kinerja para AE terus nyusun strategi buat mereka naikin performa itu sangat ngebosenin."

"Jadi lu mau turun pangkat jadi AE biasa lagi?"

"Nggak mungkin kan, Gi?"

"Ya jelas nggak lah. Lagian, dulu lu harus ketemu klien beda-beda, dicemburuin melulu. Inget nggak lu?"

"Seoho udah berubah, lho." Seokjin langsung berbinar waktu topik berbelok. "Semenjak dia mulai kerja, nggak begitu posesif lagi. Mungkin nyadar kalau kerja ya emang harus ketemu banyak orang."

"Baguslah kalo gitu." Yoongi nyengir.

Seokjin menonjok tangan Yoongi. "Lu sendiri katanya baru beres pindahan? Jadi tinggal bareng sekarang?"

"Gue sih nggak pindah, kan gue emang keep apartemen gue. Tapi Geonhak sementara emang tinggal di tempat gue dulu sampai ketemu apartemen lain yang pas."

"Ya itu namanya living together juga donk."

"Nggak. Sementara. Kami belum mau tinggal bareng. Belum siap."

"Yaelah, tinggal bareng doank apa yang harus disiapin sih? Toh kalian juga ketemuan tiap hari."

"Ya tetep aja beda nggak sih kalau udah bener barengan. Nggak ada lagi personal space, urusan duit juga nyampur, belum lagi kebiasaan-kebiasaan yang bikin konflik." Yoongi mencibir. "Pokoknya nggak dalam waktu dekat lah. Gue nggak mau buru-buru malah berujung putus."

Seokjin terdiam. Buru-buru?

Seoho dan Geonhak seumur. Kalau Geonhak saja belum siap, jangan-jangan Seoho juga sebetulnya belum siap untuk berkomitmen sejauh ini. Apakah ia terlalu buru-buru?

Seokjin cepat-cepat membelokkan topik. "Bukannya Geonhak udah lulus?"

"Udah. Tapi ternyata jurusan psikologi kayak dia tuh nggak bisa lulus langsung beres terus kerja gitu lho." Yoongi menyisiri rambutnya yang mulai panjang dengan jarinya. "Masih ada pendaftaran sertifikasi apalah, magang dimanalah, praktek praktek apapun itu gue nggak paham."

Mata Yoongi kini begitu lembut sewaktu membicarakan kekasihnya. "Untung dia part-time jadi personal trainer duitnya lumayan, jadi nggak terlalu beban di gue buat bantuin keuangannya."

Seokjin membuka mulutnya hendak berkomentar. Tapi lalu ditutupnya lagi. Toh, kondisinya sendiri juga tidak berbeda jauh.

"Seoho juga belum dapat kerja tetap. Padahal udah ngelamar sana-sini." Seokjin meneguk kopinya buat menghilangkan perasaan tidak enak yang tiba-tiba muncul. "Apa status ayahnya jadi penghalang... entahlah..."

"Jadi dia ngapain?"

"Dia mau jadi model aja katanya. Sambil bangun follower sosmed, siapa tau bisa jadi influencer."

"Model foto? Catwalk?"

"Entahlah, kurang jelas juga rencana dia gimana sebenarnya. Kebanyakan job-nya dia sih foto buat katalog toko online."

"Capek kan tuh kerjanya."

"Kayaknya nggak terlalu sih. Dia juga part-time di minimarket dan di cafe. Kadang-kadang terima job freelance bikin animasi."

"Gila. Nggak ancur apa tuh badan."

"Ya gimana lagi. Lu tau lah egonya dia setinggi apa. Dia sendiri yang bilang nggak mau terima uang orang tuanya setelah kita tinggal bareng. So..."

Yoongi melirik cincin yang melingkari jari manis tangan kiri Seokjin. Dan ia bertanya hati-hati. "Jadi gimana rasanya jadi breadwinner di rumah tangga?"

Seokjin terbahak. "Berat Gi. Not recommended." Tapi ia lalu mengedipkan sebelah matanya mencoba bercanda. "At least, cari pasangan yang masaknya menu yang normal-normal aja. Bakal jauuuh lebih mudah deh hidup lu gue jamin."

Yoongi tertawa kencang. Tapi tawanya hanya sekejap. "Tapi, lu happy kan, Seokjin?"

"Kenapa? Lu khawatir karena dulu-dulu kami berantem terus?"

"Yeah..."

"It's better now." Seokjin kembali sumringah. "Dia berkomitmen kok, pekerja keras pula. Dan gue... hm... gue seneng aja kalau pulang ada yang nungguin."

Yoongi pun tersenyum lega. "Oke." Ia menggebrak meja. "Bisa kita mulai omongin proyek baru yang tadi siang?"

"Bisa donk. Bentar gue tunjukkin brief dari klien biar lu bisa baca sendiri." Seokjin mengeluarkan laptop dari tasnya.

Untuk sementara Seoho dan Geonhak terlupakan. Seokjin dan Yoongi terlalu sibuk mengenang masa-masa mereka dulu bekerja bersama dalam satu tim.

Dan sekarang, mereka sama-sama tidak sabar mengulang kembali masa itu.

〰️〰️💠💠💠〰️〰️

Author's Note:

Aku baru kepikiran kalau bagian ketiga ini bakalan kayak marriage fiction. Mudah-mudahan kalian suka genre ini ya. Not my cup of tea sebenarnya tapi ya gimana lagi, soalnya main couple nya udah tinggal bareng juga, mau nggak mau gaya hidupnya ngikut kan.

BTW, kalian sudah follow sosmed aku belum? Aku ada di Twitter dan Instagram namanya sama dengan akun ini @ zeedoori

Kayaknya, aku bakal agak aktif disana karena kantor aku sedang nge-push sosmed juga nih, biar sekalian posting-postingnya. Hehehe

Kalau kalian follow aku, DM aja kalau ingin follbek ya. Ditunggu juga vote dan komennya di chapter ini.

💜 Thank you for reading 💜

Takeaway Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang