9

42 1 0
                                    

Sentuhan kecil yang membuat geli membangunkan Seoho dari tidurnya. Jari Seokjin mengelus ujung hidungnya adalah yang pertama ia lihat.

"Morning..." Seoho menggumam.

"Sorry. Lu jadi bangun. Nggak maksud." Seokjin menarik selimut menutupi bahunya.

"Nggak apa-apa, kak. Jam berapa?"

"Masih empat jam sebelum taman bermainnya buka."

Seoho mengecup jemari kurus itu. "Nggak sabar mau main ya?"

Seokjin tidak langsung menjawab. Matanya terlihat mengawang. "You're so pretty..." Ia berbisik. "Love it. Your face. Your smile. Everything."

"Kak, kenapa sih? Pagi-pagi ngelantur." Seoho langsung memeluk Seokjin kencang-kencang.

Merengkuh tubuh kurus yang meringkuk di dadanya. Hangat. Tapi tidak sehangat dulu, waktu mereka biasa bangun tidur tanpa sehelai benang pun di tubuh mereka.

Saat segalanya terasa lengket dan lembab. Dan hanya sentuhan kulit ke kulit untuk melawan dinginnya udara pagi.

Sekarang, ada kain piyama yang menghalangi mereka. Seprai terasa licin seperti baru saja ditiduri. Dan udara pagi tidak sedingin yang pernah mereka ingat.

Seokjin turun dari tempat tidur dengan santai, memakai slipper, lalu mengucek matanya. "Breakfast kayaknya udah ready di resto hotel. Makan yuk. Gue cuci muka dulu tapi."

Ia lalu melangkah ke pintu kamar mandi, sementara Seoho memandangi punggungnya dengan mata nanar.

"Kangen liat lu telanjang..." Tiba-tiba suara manja Seokjin bergema dalam kepalanya.

Tanpa sadar Seoho mengelus dadanya, masih terasa elusan mesra Seokjin waktu itu. Mengirimkan sinyal keinginan untuk memadu kasih lebih intim lagi daripada sekedar tidur di pangkuan Seoho sambil menonton film.

Mendadak dadanya terasa sakit sampai Seoho meringis. Semenjak hari jahanam itu, ia tidak sanggup membuka pakaiannya di muka umum. Lama kelamaan, bahkan tidak di hadapan kekasihnya sendiri.

Awalnya, ia mulai mengunci kamar mandi saat ia mandi karena khawatir Seokjin akan asal masuk. Lalu, ia mulai meminta lampu dimatikan saat mereka bercinta. Pikiran orang lain melihat tubuh telanjangnya membuatnya panik.

Ia sadar ada yang salah saat ia tiba-tiba mengamuk waktu Seokjin bercanda kalau sesi bercinta mereka jadi seperti film porno bergenre rape, karena Seoho ngotot tidak mau melepas celananya sementara Seokjin telanjang bulat.

Pikirannya mulai sulit fokus saat mereka bercinta, kesulitan ereksi menyusul. Seokjin mulai tersirat mengusulkannya untuk terapi, tapi tidak pernah terang-terangan mengutarakannya. Sesama pria mereka sadar, masalah kemampuan ereksi adalah hal yang luar biasa sensitif.

Seoho mengusap wajahnya. Ia sadar hari itu telah merubah dirinya. Tapi, ia terlalu takut pergi terapi. Ia takut Seokjin akan meninggalkannya kalau ia tahu apa yang terjadi.

Sejujurnya, ia tidak ingin disadarkan bahwa kejadian itu pernah menimpanya. Ia ingin terus menipu diri bahwa kejadian itu hanyalah mimpi buruk saat tidur siang.

"It's me, right?"

Kali ini mata bening yang berkaca-kaca memenuhi pikirannya. Wajah penuh kekecewaan dan kebingungan dengan tubuh gemetar menahan emosi dalam gulungan selimut.

"Maksudnya?"

"Lu nggak tertarik sama gue lagi kan?"

"Kak, gimana bisa kamu mikir kayak gitu?"

"Belakangan, susah banget bikin lu terangsang. Gue coba segala yang gue pikir lu suka, lu tetep nggak keras." Suara Seokjin bergetar. "Gue nggak masalah dengan lampu dimatikan atau lu nggak mau buka baju. Tapi, kalau gua udah foreplay abis-abisan, oral sampe rahang gue kram dan lu tetep masih lemes... masalahnya di gue kan?"

Takeaway Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang