Atas perintah Gamma, Vicky mendapat ijin untuk mengikuti interogasi Jeff Hopkins–dari balik dinding kaca satu arah.
Selama interogasi, Jeff menyangkal dia melakukan pembunuhan sahabatnya sendiri. Malam itu, dia memang berjanji untuk minum dengan Moreano. Moreano yang mengundangnya saat mereka bertemu di taman. Hampir setiap pagi, mereka memang bertemu di taman. Jeff jogging dan Moreano mengajak jalan-jalan anjingnya.
Semenjak Mala dan Gama menikah, mereka memang lebih sering bertemu. Tidak hanya di taman, kadang Jeff makan siang di rumah Moreano. Rekaman CCTV sebelum kejadian pembunuhan membenarkan penjelasan Jeff. Namun rekaman CCTV di hari Moreano terbunuh tidak ditemukan. Seseorang telah menghapusnya.
"Aku tidak membunuh Lowkey, percayalah padaku!" Jeff yang didampingi pengacaranya sama sekali tidak menunjukkan wajah bersalah.
Vicky yang berada di balik kaca satu arah mengamati perilaku Jeff selama interogasi. Dia tidak percaya begitu saja pada Jeff. Jeff Hopkins seorang pensiunan polisi, sudah pasti dia sangat memahami tabiat para pelaku kriminal. Dia juga sangat tahu bagaimana cara para tersangka memanipulasi polisi saat interogasi. Penghargaan yang diterimanya setelah pensiun sudah jelas menunjukkan bagaimana Jeff menghadapi drama saat ini.
"Kurasa interogasi ini tidak akan berhasil," ucap Vicky pada Detektif Taylor yang berada di sebelahnya. "Interogasi, TKP dan barang bukti–menurutmu dia sangat piawai memanipulasi semua kan?"
Detektif Taylor mendengus, sembari memencet hidungnya berkali-kali. "Kau benar, tapi dia tetap punya hak sebagai tersangka yang belum bisa kita tetapkan sebagai terdakwa hingga semua bukti menunjukkan."
"Semua bisa direkayasa," ucap Vicky. "Baik itu kebenaran atau kejahatan."
Detektif Taylor melirik Vicky. "Dengar, Vicky Adams. Aku tidak akan menutup mata dan telinga terhadap isu-isu yang bertebaran di luar sana seperti bulu burung yang dihambur-hamburkan. Posisi Moreano tidak jauh lebih baik dari Hopkins. Mereka berada di dua dunia yang berbeda, yang berusaha mereka sambungkan dengan pernikahan Gamma dan Mala."
"Sebaiknya kau tidak usah memakai kalimat sindiran." Vicky hanya melirik Detektif Taylor. Dia tidak boleh memberikan pernyataan apapun terkait bisnis rahasia mendiang majikannya.
"Sepekan sebelum kematian Moreano, ada markas mafia yang diobrak-abrik. Salah seorang anaknya tewas. Sebaiknya kau tingkatkan keamanan Gamma. Dia akan mewarisi harta dan hutang Moreano. Juga dendam para musuhnya." Detektif Taylor menepuk bahu Vicky, lalu keluar dari ruangan.
Vicky terdiam. Dia sudah melakukan saran Taylor sejak sepasang pengantin baru itu menginjak bumi Nashville. Pengamanan ketat dengan pengawal Moreano yang selama ini selalu disembunyikan. Tapi Taylor salah. Prioritas keamanan yang dijalankannya saat ini adalah Mala Hopkins. Bukan Gamma Moreano.
Vicky mengeluarkan ponselnya yang bergetar. Gamma menelpon.
"Halo? Aku di kantor polisi, Gamma."
Gamma mendengus kasar di seberang sana. "Bawa Mala ke rumah nenek. Sekarang!"
Hubungan telepon terputus seketika. Vicky membuka galeri foto dan mengelus wajah cantik Mala. Sepertinya Gamma akan bertindak nekad. Dia harus melakukan sesuatu.
***
Mala sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Gamma. Dia menyuruh driver untuk mempercepat laju mobil. Namun Vicky tenang-tenang saja duduk di sampingnya. Sesekali dia memperhatikan Mala yang tampak tidak tenang di sebelahnya. Kelebatan ingatannya saat memvideo Mala kemarin malam, membuat senyum smirk kembali menghiasi wajahnya.
"Ayahku terbukti tidak bersalah kan Vic?"
"Belum ada laporan resmi dari Kepolisian. Mereka masih menginterogasi banyak orang."
Mala merapikan rambutnya yang berantakan. "Mustahil ayah membunuh Tuan Moreano. Selama ini mereka bersahabat baik. Kalau tidak, mana mungkin mereka menikahkan aku dan Gamma. Benar, kan Vic?"
Vicky tidak menjawab. Mereka sudah sampai depan rumah nenek Gamma. Mala bergegas keluar dari mobil begitu melihat Gamma berdiri di depan pintu utama, didampingi oleh seorang lelaki yang mengenakan jas panjang dan membawa koper. Mala pernah bertemu dengan lelaki itu, dia adalah notaris Keluarga Moreano.
"Gamma ..." Mala berlari mendekat, memeluk Gamma erat-erat. Namun sejurus kemudian, dia merenggangkan pelukannya ketika menyadari Gamma hanya berdiri seperti patung. "Sayang?"
Gamma membalik badan, acuh tak acuh pada Mala. Mala heran dengan sikap Gamma yang berubah menjadi begitu dingin. Tak pernah selama ini Gamma memperlakukannya seolah dia orang asing. Gamma selalu memuja dan menyanjungnya sejak pertama kali mereka bertemu. Terlebih selama bulan madu di Maldives, dia tak mengijinkan Mala lepas dari pandangan matanya lebih dari sepuluh menit.
Mala mengikuti langkah Gamma dan notarisnya masuk ke dalam rumah. Vicky berada paling belakang.
"Kuharap kita bisa duduk dengan tenang," ucap notaris ketika melihat ketiga orang di hadapannya berdiri dengan tegang.
"Aku tidak ada waktu," ucap Gamma, tanpa menatap Mala yang sejak tadi tidak melepaskan pandangannya dari Gamma–berusaha memahami mengapa suaminya berubah begitu drastis. "Katakan sekarang juga."
Vicky memberi kode pada notaris untuk segera membuka kopernya. Dengan agak gugup, notaris itu pun mengambil tempat duduk dan membuka kopernya. Mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya.
"Baiklah, aku akan membacakan surat wasiat dari Lowkey Moreano. Surat wasiat ini ditulis sebulan yang lalu. Sepekan sebelum pernikahan kalian berdua."
Gamma mengangkat dagu. "Teruskan."
Situasi menjadi begitu menegangkan. Mala tidak mengerti kenapa situasinya seolah di persidangan. Kenapa surat wasiat itu tidak dibacakan setelah pemakaman saja? Apakah akan ada petunjuk di dalamnya tentang pembunuhan Lowkey Moreano, sehingga harus dibacakan saat ini–saat proses penyidikan sedang berlangsung.
"Surat wasiat ini aku buat untuk kedua buah hatiku. Gamma dan Mala, yang akan melanjutkan kehidupan setelah kematianku. Untuk Mala, aku memberikan Lowkey Mansion dan The Dots. Untuk Gamma, dia mendapatkan rumah neneknya dan The Keys."
Notaris itu melipat kertas dan menatap ketiga orang di hadapannya.
"Sudah? Itu saja?" tanya Gamma dengan nada meninggi. "Mansion dan The Dots? Kau tidak menipuku?"
Notaris itu menggeleng. "Tidak. Tuan Moreano sendiri yang menulis ini."
Gamma merampas kertas di tangan notaris, membacanya dengan cepat, lalu melemparkannya ke muka notaris itu. "Ini semua perampokan! Bagaimana bisa Mala mengambil lebih dari delapan puluh persen harta Papa!"
Mala terkesiap. Delapan puluh persen? Dia sama sekali tidak tahu menahu soal The Dots dan Lowkey Mansion.
"Gamma ... aku tidak mengerti."
Gamma memutar badan, kini menghadap istrinya. Sepasang matanya memerah dan membeliak marah. Untuk pertama kali dalam pernikahannya, Mala melihat Gamma seolah monster yang hendak menelannya hidup-hidup.
"Kau ...." desisnya sembari menuding Mala.
Seketika Mala merasa sekujur tubuhnya gemetar, Dan ...
Plak!
Telapak tangan Gamma tahu-tahu mendarat di pipi Mala, membuat wanita itu terhuyung dan limbung. Vicky yang berada di belakang Mala dengan cepat menangkap tubuh Mala yang nyaris jatuh.
"Kau dan ayahmu telah merekayasa semua ini untuk merampas harta Papa!" tuduh Gamma. Dia menarik lengan Mala, lalu kembali mendaratkan tamparan di pipi istrinya. Mala menjerit kesakitan. Gamma masih belum puas melampiaskan amarahnya, dia kembali mengangkat tangan untuk menampar Mala, namun Vicky dengan cepat menarik Mala dan melindungi dengan punggungnya.
"Gamma, hentikan!" seru Vicky. "Kau hilang kendali!"
"Pergi kau dari hadapanku! Kau bukan istriku lagi!" teriak Gamma sembari meraih koper di atas meja dan menghantamkannya ke arah punggung Vicky yang sedang melindungi Mala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Mantan Istri
Mystery / ThrillerBulan madu tidak selamanya manis, apalagi terpaksa diakhiri karena tewasnya si Papa tercinta. Mala dan Gamma sedang berbulan madu, ketika Papa Gamma dibunuh dengan keji. Semua bukti mengarah pada Ayah Mala-meski Ayah Mala menyangkal. Tapi Gamma tida...