Langit mendung hari ini menemani langkah Amora menyusuri jalanan Bandung yang sudah tak seramai siang tadi. Rincik hujan yang menolak untuk turun kini menambah mencekamnya sore itu. Tubuh Amora yang sudah basah kuyup, berlari kecil mencari tempat berteduh sampai akhirnya menemukan pohon rindang yang bisa melindunginya sementara dari hujan. Amora tak henti menggosokan telapak tangan sambil sesekali meniupnya. Pandangan Amora menyebar ke segala arah jalan berharap masih ada angkutan umum yang bisa mengantarkannya sampai ke kost.
Drrrttt...Drrrttt..
Ponsel Amora yang disimpan di saku celananya bergetar. Lalu diambil ponsel tersebut dan dilihat Arfin, kakak laki-laki nya itu yang menelpon.
(Di telepon)
"Hallo, Assalamualaikum Ra" ucapan salam Arfin yang terdengar berat di telinga Amora.
"Waalaikumussalam kak Arfin. Ada apa kak?"
"Amora.. kamu lagi diluar? Itu kayak suara hujan ya?"
"Eumm iya kak hujan nih. Aku habis beli makan".
"Oh gitu, Amora kamu bisa pulang dulu?"
"Maksudnya pulang ke kost dulu gitu kak? Aku lagi nunggu hujan reda dulu ini"
"Bukan.."
"Terus kemana?"
"Ke Garut.."
Permintaan Arfin itu membuat Amora termenung sejenak dan berfikir mengapa kakanya itu meminta dia pulang. Sedangkan dia sendiri yang menyuruh Amora jangan pulang.
"Hah? Serius? Kakak nyuruh aku pulang? Bapak udah gak minta aku kerja itu lagi kak? Iiihhh...aku seneng banget. Apalagi aku udah kangen sama Wulan, sama Kak Arfin, sama Metha. Pokoknya aku kangen banget. Aku besok pulang deh kak kebetulan hari sabtu kan kuliah libur".
"Oh iya, Wulan hari minggu ulang tahun ya kak? Ara udah siapin kado nih buat dia. Jadi gak sabar" sambung Amora lagi.
Tiba-tiba suara Arfin lenyap begitu saja, hilang dari telepon yang masih tersambung. Beberapa kali Amora memanggilnya tetapi tidak ada jawaban dari lelaki itu.
"Kak? Hallo?"
Lalu terdengar isak tangis keluar dari suara telepon. Amora yang mendengar Arfin menangis sontak kaget. Amora berfikir pasti sesuatu hal buruk telah terjadi.
"Kak? Nangis? Ada apa? Jangan bikin aku panik. TOLONG JAWAB ARA KAK" Amora meninggikan suaranya.
Dengan suara terputus-putus Arfin menjawab pertanyaan Amora "Wulan..Wulan, Ara" setelahnya tidak ada lagi kata-kata Arfin dari telepon.
"Wulan? Wulan kenapa? Baik-baik aja kan?" jantung Amora mulai berdetak tak karuan.
"Kamu gak akan pernah bisa kasih hadiah itu ke Wulan"
"Maksudnya? Besok kan aku pulang kak".
Amora semakin bingung dengan ucapan Arfin seolah seperti bermain teka-teki.
"Karena Wulan udah gak ada, Ara " jawab Arfin dengan air mata yang tak kuasa di tahan.
"Ah, gak boleh gitu. Ara tau bentar lagi hari ulang tahun Wulan. Tapi gak baik loh, kakak bilang gitu ke Wulan"
"Tapi ini faktanya Ra"
"Nggak, gak mungkin begini kak. Kemarin aku masih balas chat sama Wulan"
Amora terus menyangkal bahwa adiknya itu sudah pergi untuk selama-lamanya.
"TAPI KAMU HARUS TERIMA KENYATAANNYA ARA" teriak Arfin dari telepon seperti ingin memecahkan gendang telinga Amora. Tidak, bukan hanya telinganya tapi menghancurkan hatinya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M.O.R.A [ TERBIT ]
Teen Fiction⚠️ Sudah Terbit di Penerbit Teori Kata ⚠️ Masih Bisa di Order lewat toko buku online (Shopee) ya AraDers AraDers : Amora Readers 🤩 ☆ C O M P L E T E D ☆ Harapan adalah sebuah ketidakpastian yang tak pernah diketahui pelabuhannya. Betapa lelah Amo...