4 | Apa Salahku?

1.4K 75 6
                                    

Hanya karena seseorang itu adalah "keluarga" bukan berarti harus menoleransi setiap manipulasi. Karena penghianatan terbesar bersumber dari orang yang paling dipercaya.

•••

"Kakak mau berangkat ke Bandung lagi ya kak? Kapan?" tanya Wulan ketika melihat Amora sudah mengemas pakaiannya ke dalam tas.

Mengingat Amora yang hanya mempunyai jatah libur dua hari, maka besok Senin harus kembali berangkat ke Bandung untuk kuliah.

"Iya Lan, besok kakak mau berangkat lagi" jawab Amora dengan nada datar dan tidak bersemangat.

Wulan yang mendengar jawaban singkat dan ekspresi murung kakak nya itu sedikit keheranan karena tidak seperti biasanya Amora sedih ketika akan kembali untuk kuliah.

" Kok kakak kayak yang sedih sih, kenapa emang kak?" tanya kembali Wulan untuk memastikan bahwa Amora baik-baik saja.

Amora tidak menjawab pertanyaan Wulan dan hanya melemparkan tatapan kosong, memandangi tas yang sedari tadi di pegangi. Terlihat air yang membendung di pelupuh matanya kini mulai menetes membasahi jilbab abu yang sedang Amora kenakan.

"Loh kok kakak kenapa nangis? Kak? " tanya Wulan sambil memegang tangan kanan Amora yang kini terasa dingin.

Tanpa menjelaskan sesuatu, Amora bergegas meninggalkan Wulan dan masuk ke dalam kamar mandi. Menyalakan kran air dengar keras berharap tidak ada yang mendengar isak tangisnya dari luar.

•••

"Bapak kenapa rela ngorbanin Ara jadi taruhan permainan judi itu? Sejak kapan bapak jadi seperti ini? Bahkan Ara sendiri gak pernah berfikir, orang yang Amora anggap memberikan rasa aman adalah orang yang mengancam keselamatan Amora sendiri. Lantas dimana Amora harus mencari perlindungan Pak?" isak tangis wanita itu memenuhi seisi ruangan rumah yang hanya ada Derry dan Amora.

"Bapak stress Ara, bapak stress. Bapak gak ada kerjaan, gak ada duit, bapak juga butuh hiburan!" Derry semakin menaikan nada bicaranya.

"Terus bapak gak mikirin gimana perasaan anak-anak bapak HAH? Gak mikirin gimana perasaan Ara, Wulan sama Kak Arfin? Bapak kira kita gak hancur karena ditinggal ibu? Sama Pak, sama kita juga hancur. Dan bisa-bisa nya bapak malah egois"

"Oh sekarang kamu pikir bapak egois? Bapak yang udah rawat kamu sampe sekarang dan hanya dapat balasan ini?"

Amora tak kuasa menahan air mata karena perubahan sikap ayahnya yang sangat drastis. Padahal baru seminggu yang lalu sebelum Amora berangkat kuliah ke Bandung, Derry masih bersikap seperti biasanya. Entah apa yang mempengaruhi Derry sampai hati membentak anak gadisnya itu.

"Pak, tolong jangan gini. Sekarang bapak bilang gak ada duit kan, bapak bilang gak ada kerjaan kan? Apa judi itu jalan yang bener pak? Nggak! Itu malah jadi nambah masalah. Terus apa yang bapak pake buat judi hah? " tanya amora dengan keras kepada Derry.

"Oohh iya lupa, Ara. Ara yang jadi tumbal disini pak. Apa salah Ara? Seharusnya bapak kasih tau Ara, bukan kayak gini caranya. Bapak ngorbanin harga diri Ara" sambungnya lagi.

"Udah lahh ngapain bawa-bawa harga diri. Kita orang miskin. Gak ada harga dirinya di mata orang-orang berduit. Kalo terus megang harga diri nih ya, kita mau makan apa? Udah ikutin aja saran bapak, kamu temuin temen bapak si David itu. Kamu gak perlu cape-cape kerja keras buat biaya kuliah, tinggal temenin si David sehari kamu bisa dapet jutaan. Hiksss dasar anak bodoh, disuruh yang gampang malah milih yang susah! Kalo sampe kamu gak nurutin bapak, nanti bukan hanya bapak yang kena, tapi kamu juga" omel Derry.

" Nggak, cukup. Cukup pak. Ara lebih baik nyusul ibu daripada harus hidup dengan bapak yang malah nyuruh anaknya berbuat gak bener. Ara sedih pak.. Dulu bapak yang ajarin Ara shalat, ajarin Ara ngaji, ajarin Ara ilmu agama. Tapi sekarang? Bapak yang hancurin sendiri. Rasanya Ara malu menganggap kalo bapak yang sekarang ini adalah ayah kandung Ara".

"DIAMMMM AMORAAAA"

PLAAKKK..

Tangan Derry mendarat dengan sempurna tepat di pipi sebelah kanan Amora yang sedari tadi udah terbasahi dengan air mata.

•••

Amora yang masih hanyut dalam lamunan setengah sadarnya terus memegangi pipi sebelah kanan yang masih terasa panas dan memerah, ditemani deraian air mata dan gemuruh air di kamar mandi. Kejadian di siang itu membuatnya takut dan trauma. Pikirannya kalut dan bingung entah apa yang mesti Amora lakukan. Amora juga sayang kepada Derry, meskipun kalau mengingat lagi Derry sendiri tega berbuat demikian kepada Amora. Tetapi jika Amora tidak melakukannya, David mengancam akan membuat hidupnya dannhidup Derry tidak tenang untuk selamanya. Setiap melakukan judi Derry selalu saja kalah dan menjanjikan ini itu kepada David, termasuk menjanjikan Amora.

Setelah perdebatannya dengan Amora di siang itu, Derry pergi meninggalkan rumah entah kemana.

Tok..tok..tok

"Ra? Amora? Kamu di air lagi ngapain? Keluar Ara ini udah jam 23.00 kamu hampir 5 jam di dalem sana. Nanti kamu sakit Ra. Kenapa? Kalo ada masalah cerita. Jangan nyiksa diri kamu kayak gini" panggil Arfin dari luar kamar mandi.

Arfin mengetahui bahwa Amora mengurung dirinya di kamar mandi dari Wulan. Wulan mengadu kepada Arfin bahwa ada sesuatu yang terjadi kepada Amora, tetapi kakak perempuannya itu tidak mau menceritakan masalahnya, sehingga membuat kedua saudaranya merasa panik dan khawatir. Tetap saja tidak ada jawaban dari Amora setelah beberapa kali Arfin dan Wulan memanggilnya.

"Kak? Kak Ara?" panggil Wulan sekali lagi, namun masih saja tidak ada respon apapun.

"Kak Arfin, Wulan takut Kak Ara kenapa-kenapa. Gimana kalo dobrak aja pintunya? Kak Ara gak ada suaranya. Wulan takut" pinta Wulan kepada Arfin yang sudah sangat cemas akan kondisi Amora.

Arfin dengan sisa tenaganya di tengah malam itu terus mencoba mendobrak pintu beberapa kali. Hingga percobaan ke enam pintu kamar mandi pun terbuka

DRAAKKKKK..

"KAK ARAAAA"
"AMORAAA"

Sahut keduanya yang kaget ketika melihat tubuh saudara perempuan mereka tersandar lemas di tembok kamar mandi dengan keadaan tak sadarkan diri. Sekujur tubuhnya basah kuyup terkena guyuran air kran yang mengalir. Bergegas Arfin masuk dan mengangkat tubuh kecil Amora, sedangkan Wulan masih berada di belakang punggung Arfin sambil memegangi mulutnya dan mata yang berkaca-kaca.
Arfin berlari sekuat tenaga membawa Amora masuk ke dalam kamar tidur. Tangannya yang dingin terus di pegangi Arfin dan kakinya di selimuti handuk oleh Wulan. Keduanya begitu cemas melihat wajah Amora yang begitu pucat.

Hampir 1 jam sudah dari dibawanya Amora ke kamar, tetapi Amora belum sadarkan diri juga. Seiring dengan itu, Arfin dan Wulan ikut terlelap di samping Amora. Suasana hening dan angin yang berhembus memasuki ventilasi kecil di ruang kamar Amora malam itu,seolah ikut merasakan kesedihan yang dirasakan ketiga saudara tersebut.

A.M.O.R.A [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang