13 | Salah

2K 84 16
                                    

Menghargai keberadaan seseorang adalah obat dari rasa sakit ketika telah kehilangannya

•••

"P"
"P"
"P"
19.20

"Amoo"
"Amo lo dimana?"
19.30

"AMORA LO BALAS CHAT GUE"
19.31

"GUE MAKIN MARAH KALO LO GAK BALAS"
19.31

Amoraaa
Memanggil...

Batin Rakasha terus bergelut " Amora, please jawab chat gue. Lo dimana. Gue khawatir sama lo Amo".

Rakasha terus menatapi room chat dia dengan Amora mendapati gadis itu tidak membalas chatnya bahkan di telepon juga tidak aktif.

Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan coba beberapa saat lagi

"ARGHHH.. SIALAN LO AMORAA"

Rakasha mengemudikan motornya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perasaannya hancur berlebur ketika melihat kerumunan orang masih saja memenuhi tempat kejadian kecelakaan itu. Langkah besar Rakasha berlari kencang mencoba menerobos garis polisi.

"AMORAA.." teriaknya sambil tubuhnya utu ditahan oleh polisi yang berjaga di sekitar garis larangan itu.

"Tenang, tolong anda tenang" ucap polisi yang menahan tubuh Rakasha.

"Itu adik saya, biarkan saya liat pak. AMORAAA.." Rakasha memaksa melewati garis polisi itu dan dilihatnya korban tengah akan dibawa oleh ambulance.

Tangan Rakasha begitu kuat memegangi pintu ambulance sebelum akhirnya tertutup rapat "Tolong bawa saya, bawa saya" teriak Rakasha kepada petugas ambulance.

"Maaf, korban harus diidentifikasi identitasnya oleh polisi. Karena wajahnya remuk dan tidak dikenali"

"Nggak, dia masih hidup kan? Dia masih hidup" teriakan Rakasha sangat menyita perhatian orang-orang disana. Sebelum akhirnya salahsatu petugas kepolisian datang menghampiri Rakasha.

"Maaf, anda siapanya korban?"

"Saya kakak korban, tolong kasih saya kesempatan untuk liat dulu wajahnya pak" mohon Rakasha.

"Wajahnya sudah rusak dan tidak bisa dikenali. Tapi kami menemukan foto korban terselip di dompetnya. Apakah benar anda kakak dari wanita ini?" tanya polisi sambil menunjukan foto seorang mahasiswi memakai almamater salahsatu universitas di Bandung itu.

Tangan Rakasha yang gemetar terus memegangi dan memandang foto ditangannya. Lalu menyerahkan kembali kepada polisi " Itu bukan Amora" jawabnya.

"Baik, mungkin anda salah orang. Belum lama dari ini memang telah terjadi kecelakaan yang sama menimpa dua orang mahasiswi juga. Tapi sudah di evakuasi sejak satu jam yang lalu" jelas polisi.

"Perempuan? Ciri-ciri korban pak?" tanya Rakasha dengan perasaan yang masih menggebu.

"Berdasarkan laporan yang saya terima, korban memakai almamater yang sama seperti di foto ini, memakai rok hitam dan jilbab hitam. Dia juga memakai tas hitam dengan gantungan kucing. Yang satunya lagi memakai atasan putih namun sudah penuh terlumuri darah. Salah satunya meninggal tapi tak tau yang mana" jelas polisi tersebut.

Rakasha semakin tidak karuan ketika mendengar apa yang barusan disampaikan. Dari ciri-cirinya itu adalah Amora. Teringat saat kuliah siang itu, Rakasha melihat Amora mengenakan pakaian serba hitam, jas almamater dan tas sesuai yang disebutkan ciri-cirinya tadi.

"Terus korban dibawa kemana pak?" tanya panik Rakasha.

"Rumah Sakit dr. Arwanala"

Tanpa mmembuang waktu lebih lama lagi, Rakasha kembali mengendarai motornya menuju rumah sakit yang disebutkan.

"Raka, lo bodoh. Gara-gara lo Amora jadi kecelakaan. Coba aja lo mau jemput dia sore tadi pasti kejadiannya gak akan kayak gini. Lo kurang ajar Raka. Bisa-bisanya lo bikin sahabat lo...
Maafin gue Amora, gue bakalan bayar mahal buat apapun yang terjadi sama lo. Maafin gue" monolog batin Rakasha.

Sesekali Rakasha membunyikan keras klakson motornya dan membuat pengguna jalan lain ikut membalasnya dengan makian. Betapa ugal-ugalan Rakasha mengendarai motor malam itu.

•••

"Selamat malam, ada yang bisa dibantu?" sambut resepsionis rumah sakit.

" Korban kecelakaan satu jam lalu yang menimpa dua orang mahasiswi di ruangan mana? Saya keluarganya" ucap Rakasha dengan nada bicara yang cepat.

"Satu korban sudah dibawa pulang keluarganya karena akan dirawat di rumah, satu korban yang meninggal dunia tidak ada keluarganya dan masih di ruangan kamar mayat" jelas recepsionis.

"Siapa nama korban yang meninggal mbak?" tanya Rakasha semakin penasaran.

"Korban yang meninggal sama sekali tidak membawa identitas atau handphone. Jadi belum di verifikasi".

"Korban yang dibawa pulang apakah ada informasi lain?" tanya kembali Rakasha.

"Kami tidak mendapat informasi lain selain korban itu adalah salahsatu mahasiswi yang kost di daerah dekat kampus Adiwijaya, Bandung" jelas resepsionis.

"Silahkan barangkali anda mengenali korban meninggal, bisa mengunjungi kamar jenazah. Ada petugas disana" sambungnya.

Rakasha pun bergegas berjalan menelusuri lorong rumah sakit dan mencari kamar jenazah itu. Harapannya semoga wanita yang ada disana bukan Amora.

Pintu kamar jenazah terbuka, suasana mencekam pun seolah ikut menyambut Rakasha disana. Rakasha berdiri tegak menghadap mayat korban kecelakaan itu, langkahnya maju perlahan. Belum sampai tepat di samping mayat tersebut, matanya telah dibuat panik seiring terlihat gantungan kucing yang masih tergelantung di tangan korban itu. Sampai akhirnya terjatuh dan sempat mengagetkan Rakasha yang menatap kosong.

Cringg...

Rakasha meraih gantungan yang jatuh menggelinding tepat di kakinya. Tiba-tiba air mata lelaki itu jatuh membasahi kedua pipi. Digenggamnya erat gantungan tas itu dan sesekali menatap tubuh tertutupi kain putih yang sedikit terkena bercak darah.

"Amo, Amora itu lo? Gak, gak mungkin. Lo jahat. Lo tega lakuin ini sama gue. Lo bilang bakalan selalu ada buat gue. Tapi lo? PEMBOHONG. GUE BENCI LO" ucap Rakasha pelan sambil mengeratkan genggamannya.

Perlahan Rakasha memberanikan diri mendekati mayat itu dan membuka kainnya sedikit demi sedikit. Dilihatnya dari kepala, wanita itu memakai jilbab hitam. Tentu saja membuat hati Rakasha tak sanggup melanjutkan untuk melihat wajahnya. Sesekali dia menutupkan lagi sampai akhirnya kembali membuka kain putih tersebut.

Mata Rakasha membulat, jantungnya yang sedari tadi berdebar seolah berhenti. Tangan Rakasha yang memegangi kain putih itu langsung diangkat dan kembali menutupkannya. Tertegun. Kaki Rakasha begitu lemas dan membuatnya bersimpuh di samping bawah ranjang tubuh tak bernyawa itu.

Hari ini seperti mimpi bagi Rakasha. Betapa tak terbayangkan jika dia harus kehilangan sahabatnya itu. Bahkan dia sangat menyesali penolakannya hari ini kepada Amora. Dengan tubuh yang lemas, Rakasha kembali berjalan menerobos koridor rumah sakit yang gelap seiring dengan semakin larutnya malam.

"Gue yakin sama lo. Lo bakalan nepatin janji buat terus sama gue, Amo. Makasih karena itu bukan lo" monolog Rakasha dalam hati sambil memandangi gantungan milik Amora yang dibawanya.

••

Bandung, 11 Mei 2023, 02.00
Dear Amora Callista Laurya.

Amora sahabat gue yang ngeselin. Hari ini lo bikin gue jantungan. Tapi makasih, karena lo udah selamat dari maut itu. Besok gue jenguk lo ke Garut, pasti lo lagi kesakitan ya? Maaf gue udah jahat sama lo. Eh btw ini pertama kalinya gue nulis surat ginian, bukan alay sih tapi karena lo gak baca chat gue. Nanti lo baca ya surat ini. Mulai hari ini gue bakalan bikin surat yang banyak tentang apapun yang terjadi. Nanti saat lo ulang tahun, lo bisa baca semua surat gue.

Salam
Sahabat lo

Rakasha Bintang Satya

A.M.O.R.A [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang