Amora berjalan melewati rerumputan yang tingginya tak beda jauh dari tubuh gadis itu. Setelah di amati, Amora juga yakin kalau jalan yang sedang dia tapaki sekarang sesuai dengan alamat yang ditulis Derry meskipun perasaan Amora tidak enak waktu itu. Tak jauh darisana nampak bangunan megah berwarna putih tulang.
"Gue baru tau ternyata rumah Om Ryan semegah ini" ucap Amora dalam hati.
Amora pun bergegas menghampiri rumah tersebut. Tubuh kecil Amora berjinjit karena pagar rumah yang tinggi. Disana terlihat seorang perempuan paruh baya sedang menyirami tanaman.
"Crek crek.."
"Permisi". Amora menggerakkan kunci pagar rumah itu. Sampai akhirnya perempuan yang dilihat tadi menghampiri Amora.
"Iya dengan siapa?" tanya perempuan itu.
"Saya Amora. Om Ryan nya ada bu? "
Perempuan yang berdiri di hadapan Amora itu tiba-tiba bersikap aneh. Tatapannya dilempar ke sembarang arah dan nada bicaranya pun sangat gugup.
"Ahh itu.. Om Ryan ya? Ada ada non, silahkan masuk mari bibi antar".
Usai menutup kembali pagar rumah, Amora diantar oleh perempuan itu menuju pintu utama. Dibuka lah pintu tersebut lalu Amora dipersilahkan untuk masuk. Tidak ada yang mencurigakan, seperti biasa Amora pun disuguhi segelas minum dan banyak sekali buah-buahan
"Diminum ya non, tunggu tuan sebentar lagi pasti turun. Saya tinggal dulu".
Amora menatap seluruh isi ruang di rumah itu. Betapa megahnya. Dinding yang dilapisi perak dengan dua buah lampu mewah di ruang tamu tersebut. Tak ada sedikitpun debu atau kotoran yang terinjak Amora di rumah itu. Bak istana. Semuanya berkilau dan tersusun rapi.
"Prok ..Prok..Prok.." suara tepuk tangan itu mengagetkan Amora membuatnya melirik ke arah tangga di lantai dua tepatnya, dimana berdiri sosok pria tidak terlalu muda dengan memakai jas dan cincin batu akik di jarinya. Bahkan rambutnya pun sudah tidak hitam lagi semua, ya sedikit beruban. Disitu perasaan Amora mulai tidak nyaman.
Pria itu menuruni anak tangga satu persatu semakin mendekat ke arah Amora. Betapa cemas Amora saat itu, sedangkan dia hanya sendiri dan menggenggam erat handphone yang sedari tadi sudah dipegangnya.
"Selamat datang Amora. Setelah penantian panjang akhirnya saya bertemu kamu juga" teriak pria itu.
Amora membisu, masih bingung dengan tingkah orang itu. Apakah itu Om Ryan? Ini orangnya? Kenapa aneh? Kenapa perasaanku tidak enak? Beribu pertanyaan menyelimuti benak Amora kala itu.
Pria itu semakin mendekat dan kini duduk disamping Amora. Amora sedikit bergeser ke samping berniat menjauhi pria itu, tetapi orang itu masih saja mengikuti Amora "Bi, bibi" teriaknya.
"Iya tuan?" jawab pembantu yang dipanggil oleh pria itu.
"Kenapa kok ini sedikit buah-buahannya? Yang banyak dong, ambil lagi. Ini kan tamu spesial saya" gelak tawa pria itu memenuhi rongga telinga Amora.
"Maaf tuan, saya ambilkan lagi" bergegas pembantu kembali ke dapur membawakan banyak sekali makanan untuk Amora.
Pria itu memandangi wajah Amora yang berbalut jilbab berwarna lavender dan mendekatkan mulutnya ke telinga Amora "Cantik" bisiknya. Lantas Amora pun bergegas menjauhi pria itu.
"Sayang, jangan takut. Jangan gugup seperti itu"
Menyadari semua semakin kacau, Amora pun bertindak berani dan lebih tegas "Om! Jangan kurang ajar. Saya kesini cuman mau ambil obat bapak" jelas Amora.
"HAHAHA... om? Jangan panggil om. Panggil aja saya David"
Mendengar perkataan pria itu, mata Amora membulat dan sontak berdiri dari duduknya seraya menjatuhkan ponsel yang ada ditangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M.O.R.A [ TERBIT ]
Ficção Adolescente⚠️ Sudah Terbit di Penerbit Teori Kata ⚠️ Masih Bisa di Order lewat toko buku online (Shopee) ya AraDers AraDers : Amora Readers 🤩 ☆ C O M P L E T E D ☆ Harapan adalah sebuah ketidakpastian yang tak pernah diketahui pelabuhannya. Betapa lelah Amo...